Oleh: Yaurinda
Kehamilan adalah hal yang senantiasa didambakan oleh wanita setelah menikah. Hal ini seharusnya menjadi masa penuh harapan dan pengalaman positif bagi semua perempuan, namun ternyata masih menjadi pengalaman yang sangat berbahaya bagi jutaan orang di seluruh dunia tanpa di sadari. Bahkan WHO, UNICEF, dan UNFPA, bersama Grup Bank Dunia dan UNDESA bidang kependudukan menyusun laporan Kecenderungan Kematian Ibu Tahun 2000 hingga 2020. Mereka melaporkan, pada tahun 2020 sekitar 287.000 perempuan di seluruh dunia meninggal terkait kehamilan dan persalinan. Itu setara dengan 800 kematian sehari, atau satu kematian setiap dua menit (voaIndonesia.com, 23/2/2023).
Para pakar mengatakan krisis kesehatan ibu dikhawatirkan akan semakin memburuk. Hal ini yang mendasari PBB memperingatkan semua negara untuk meningkatkan sarana prasarana kesehatan serta menutup kesenjangan sosial dan ekonomi yang melebar hingga berdampak pada kematian tersebut. Sistem kesehatan dan sistem ekonomi memang berpengaruh besar dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka tidak heran jika PBB memberikan arahan tersebut kepada para pemimpin negara yang ada di dunia untuk memperhatikan bidang tersebut. Namun jika melihat faktanya barharap kepada sistem kapitalisme saat ini yang diterapkan hampir seluruh negara nampaknya akan sulit, karena semua kebijakannya dikapitalisasi.
Dasar dari sistem ini adalah keuntungan materi, semua di nilai dengan materi. Bahkan untuk memberantas kemiskinan pun mustahil diwujudkan akibat penerapan sistem ekonomi kapitalis. Bahkan biaya kesehatan mahal dan sulit untuk dijangkau rakyat miskin. Walaupun negara memberikan jaminan kesehatan melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, namun nyatanya jaminan tersebut tidak menyentuh seluruh rakyat miskin, sebab administrasinya yang berbelit serta kental terhadap aroma bisnis.
Seharusnya kesehatan dan kesejahteraan memang menjadi tanggung jawab penguasa untuk memenuhinya. Namun, peran penguasa hari ini bukan lagi sebagai periayah rakyat namun hanya sebagai regulator penyalur kebijakan para pemilik modal, sehingga kekuasaan hanya dijadikan sebagai batu tumpuan untuk meraih sebuah keuntungan. Prioritas kepemimpinan bukanlah mensejahterakan rakyat, namun bagaimana cara mendapatkan sebuah materi.
Kesenjangan sosial tak terelakkan, sikap individualisme pun sangat tinggi. Hal ini terjadi akibat adanya prinsip kebebasan serta tidak adanya pengaturan harta oleh negara. Sehingga, siapa yang memiliki modal besar dan mampu mengembangkan usahanya, serta bebas memiliki apapun yang di inginkan, walaupun itu merupakan harta milik umat, seperti sumber daya alam yang melimpah.
Dalam kapitalisme harta hanya beredar kepada segelintir orang saja, alhasil tidak semua rakyat mampu menikmati kebahagian. Ditambah lagi, sikap individualisme yang tinggi yang ditanamkan dalam diri manusia oleh kapitalisme semakin menambah kesenjangan sosial di tengah-tengah masyarakat. Negara juga tidak menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar per individu rakyat. Rakyat harus menanggung beratnya beban hidup akibat berbagai kebijakan yang terkadang lebih pro terhadap pebisnis ketimbang prioritas rakyatnya.
Dari sini bisa kita lihat solusi yang ditawarkan hanya sebuah utopia belaka, data meningkatnya angka kematian ibu (AKI) tersebut dan warning PBB kepada para pemimpin negara merupakan bukti kegagalan kapitalisme dalam menuntaskan problematika AKI itu sendiri. Sebab, AKI tanpa adanya layanan kesehatan yang cuma-cuma, kesejahteraan rakyat, serta pemimpin yang menjalankan fungsinya sebagai pelindung dan pelayan rakyat jelas tidak akan terselesaikan.
Ini sangat bertolak belakang dengan solusi yang ditawarkan Islam. Di dalam sistem Islam sebuah masalah akan diselesaikan secara mendasar mulai dari kepemimpinan yang bertangungjawab terhadap rakyatnya kemudian sistem yang mendasari jelas mengutamakan rakyat. Ia menjadikan kesejahteraan rakyat sebagai salah satu visi dalam kepemimpinannya. Sehingga, Islam menuntun para pemimpin untuk menjalankan fungsinya sebagai pelayan dan pelindung rakyat, serta menjamin terpenuhinya seluruh kebutuhan rakyat per individu.
Selanjutnya sistem ekonomi Islam, dalam sistem ini negara melarang kepemikan secara bebas ada beberapa kepemilikan tidak boleh dimiliki seperti padang rumput, air dan api. Seluruhnya akan di pegang oleh negara hasilnya akan diberikan kembali kepada rakyat dengan murah atau bahkan gratis. Maka negara akan mampu menjamin kebutuhan rakyat, mulai dari kebutuhan pokok (sandang, pangan, dan papan) dan kebutuhan dasar (pendidikan, kesehatan, dll.).
Dalam Islam layanan kesehatan kepada seluruh rakyat termaksuk ibu hamil dan bersalin merupakan tanggung jawab negara dan wajib diwujudkan oleh negara secara murah bahkan gratis. Apalagi jika hal tersebut menyangkut nasib generasi, dimana para generasi adalah agen of change bagi sebuah peradaban mulia di masa depan, sehingga negara juga memiliki tanggung jawab untuk mencetak para generasi-generasi yang memiliki pemikiran cemerlang, sebagaimana pada masa Islam silam.
Negara akan membangun berbagai rumah sakit, laboratorium medis, apotik, sekolah kedokteran, dan berbagai sarana yang menunjang keberhasilan sistem kesehatan dan pengobatan tersebut. Sistem kesehatan pun ditunjang dengan berbagai sarana dan pra sarana bagus, serta pelayan kesehatan seperti bidan, dan dokter yang mumpuni. Kesehatan diberikan kepada seluruh rakyat, baik kaya ataupun miskin, tanpa diskriminasi, baik muslim maupun non muslim. Negara juga menyediakan rumah sakit keliling dengan sarana dan para dokter yang mumpuni untuk membantu para warga yang sakit dari rumah ke rumah dan warga di daerah pelosok.
Pelayanan kesehatan dan pengobatan juga diatur sesuai syara dengan tiga prinsip baku yang berlaku untuk setiap pelayanan kepada masyarakat yakni pertama, sederhana dalam sistem/peraturan (tidak berbelit-belit). Kedua, cepat dalam pelayanan. Ketiga, profesional dalam pelayanan, yakni pelayanan dilakukan oleh orang yang mumpuni dan kompeten di bidangnya.