Ada Apa di Balik Tingginya Angka Bunuh Diri?




Oleh : Eti Fairuzita
(Menulis Asyik Cilacap)



Warga Dusun Wirokerten RT 02 Kelurahan Wirokerten Kapanewon Banguntapan, Bantul , Kamis (9/3/2023) petang mendadak geger. Mereka menemukan NS, lelaki berumur 38 tahun ditemukan gantung diri di dapur rumahnya. Kasi Humas Polres Bantul Iptu I Nengah Jeffry mengatakan, NS ditemukan gantung diri sekitar pukul 17.00 WIB. Dia ditemukan oleh ibunya, S (58) yang kebetulan mencari anaknya tersebut karena tidak kelihatan. "NS ditemukan di sudut dapur dengan posisi tergantung," kata dia, Jumat (9/3/2023).

Di sisi lain, seorang mahasiswi Universitas Indonesia (UI) berinisial MPD (21) ditemukan tewas di sebuah apartemen kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Korban diduga bunuh diri dengan melompat dari lantai 18 apartemen tersebut pada Rabu (8/3/2023) sekitar pukul 23.45 WIB.

Menurut WHO dalam Global Burden of Disease 2004, bunuh diri termasuk dalam 20 penyebab utama kematian untuk semua usia. Penyakit mental terutama depresi, pelecehan, kekerasan, latar belakang sosial dan budaya merupakan faktor resiko utama yang menyebabkan bunuh diri. Perilaku bunuh diri dapat dijadikan salah satu pendekatan untuk prevalensi gangguan kesehatan mental di sebuah negara.

Kasus bunuh diri saat ini menyentuh angka yang menghawatirkan. Jikalau kita mau jujur, kasus bunuh diri ini seharusnya menjadi cermin terganggunya kesehatan mental warga, dengan pelaku berbagai usia bukanlah sekedar isapan jempol semata. Hal ini nyata menunjukkan adanya gangguan pada mental masyarakat kita. Jelas ada banyak faktor yang berpengaruh, mulai dari sedikitnya jam pelajaran agama, kurikulum bermasalah, hingga pada pola asuh yang salah sehingga generasi menjadi rapuh dan gampang putus asa.
Mereka tidak memahami bahwa segala kenikmatan dan cobaan merupakan kebaikan yang datang dari Allah subhanahu wa'taala.

Ini sekali lagi menjadi bukti nyata bahwa sistem kapitalisme yang diterapkan di dunia ini sangat tidak manusiawi, dalam mengelola eksistensi diri orang-orang yang bernaung dengan tata aturannya. Bagaimana tidak, dalam sistem kapitalisme, tiap individu dibiarkan mencari jalan sendiri untuk bertahan hidup. Sementara dalam sistem ini berlaku hukum rimba kapitalisme yang menghamba pada harta dan materi belaka. Alhasil, bagi pihak-pihak yang tak mampu meraih materi sementara poros kebahagiaanya dipusatkan pada capaian nominal cepat atau lambat akan mengalami depresi dan putus harapan.

Banyaknya kasus bunuh diri terutama yang menimpa pelajar (mahasiswa) adalah juga bukti nyata bahwa pendidikan sekuler kapitalis telah gagal membangun kepribadian yang kuat pada generasi. Pasalnya sistem pendidikan ini menjauhkan peran agama dari kehidupan. Sistem ini justru membentuk generasi berkarakter materialistik dan liberalis. Standar kehidupan mereka berputar pada persoalan harta dan materi, karena itu mental mereka pun menjadi mudah rapuh hanya karena kekurangan materi, bahkan suasana keimanan mereka pun hilang dan lupa jika semua perbuatan kita di dunia akan dimintai pertanggungjawabannya.

Rasulullah Bersabda :"Barang siapa yang membunuh dirinya dengan besi, maka besi itu kelak akan berada di tangannya dan akan dia gunakan untuk menikam perutnya sendiri di dalam neraka jahanam, kekal di sana selama-lamanya. Barang siapa bunuh diri dengan minum racun, maka kelak ia akan meminumnya sedikit demi sedikit di dalam neraka jahanam, dan ia akan kekal selama-lamanya. Barang siapa yang bunuh diri dengan menjatuhkan dirinya dari atas gunung, maka dia akan dijatuhkan dari tempat yang tinggi di dalam neraka jahanam, kekal di sana selama-lamanya,"(HR. Bukhari dan Muslim).

Di sisi lain, pada saat yang sama sistem sekuler membangun masyarakat yang penuh dengan tekanan hidup, sulit memenuhi kebutuhan ekonomi, termasuk sulit mengakses pendidikan, kesehatan, keamanan, dll. Apalagi dapat dipahami, sistem pendidikan saat ini telah dijadikan objek komersialisasi, pendidikan berkualitas jadi barang mahal dan yang hanya bisa diraih oleh orang kaya saja. Adapun yang menengah ke bawah harus bersaing memperebutkan pendidikan berbiaya murah yang jumlahnya masih sangat langka.

Berkebalikan dengan sistem Islam yang menjadikan tujuan pembangunan kepribadian Islam sebagai inti dari sistem pendidikan. Menjamin akses pendidikan semua warga negara dan menghasilkan masyarakat yang kokoh dan sejahtera. Asas pendidikan adalah akidah Islam, sementara pendidikan Islam bertujuan untuk menguasai tsaqofah Islam, membentuk kepribadian Islam, juga menguasai ilmu kehidupan.

Dengan demikian, peserta didik dalam pendidikan Islam menjadi sosok shalih karena menstandarkan kebahagiaanya pada ridha Allah menjadi satu-satunya tujuan.
Visi pendidikan dalam Islam adalah membangun dan memajukan peradaban Islam. Negara Khilafah bertanggung jawab penuh dalam mengarahkan potensi peserta didik dan calon intelektual, negara juga mengupayakan agar pendidikan dapat diperoleh rakyat secara mudah.

Dalam politik ekonomi Islam, Khilafah memberikan perhatian besar terhadap pemenuhan kebutuhan pokok tiap warga negaranya, hal ini tertuang dalam
Kitab Muqadimah ad-Dustur bagian ke 2 pasal 125 halaman 12.
"Khilafah wajib menjamin pemenuhan semua kebutuhan pokok seluruh warga negara orang per orang dengan pemenuhan yang sempurna,.."dan menjamin adanya peluang setiap individu dari rakyat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pelengkap pada tingkat tertinggi yang mampu dicapai,"
Khilafah memiliki mekanisme dalam pemenuhan kebutuhan pokok rakyatnya berdasarkan nas-nas syariat.

Rasulullah saw Bersabda :
"Cukuplah seseorang itu dianggap berdosa (bila) menelantarkan orang yang wajib ia beri makan,"(HR. Abu Dawud). Begitu pula kebutuhan komunal seperti pendidikan, kesehatan, keamanan, dll, pemenuhan atas hal ini dijamin oleh Khilafah.

Sebagaimana yang dilakukan Rasulullah saw, dalam menjamin pendidikan rakyatnya. Rasul mewajibkan tawanan perang mengajarkan kaum muslim sebagai tebusan pembebasan mereka. Dalam Khilafah, dipastikan tak akan ada anak putus sekolah dan putus kuliah, karena anak-anak dari semua kelas sosial dapat mengakses pendidikan secara mudah.

Negara yang membayar para pengajarnya, seperti yang terjadi pada masa kegemilangan Islam.
Khalifah Al-Hakam 2 pada 965 M membangun 80 sekolah umum di Cordoba dan 27 sekolah khusus bagi anak-anak miskin. Sungguh luar biasa kebijakan Khilafah dalam menjamin keberlangsungan pendidikan setiap warganya, menggratiskan biaya pendidikan menjadi kebijakan manusiawi yang dilakukan oleh Khilafah. inilah gambaran sistem pendidikan Islam yang hanya bisa terwujud dalam naungan Khilafah Islamiyah, bukan negara yang menerapkan sistem kapitalisme yang terbukti kegagalannya.

Wallahu alam bish-sawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak