Tarif PDAM Naik, Abainya Negara Pada Nasib Rakyat




Ditulis Oleh: Sri Wahyu Anggraini, S.Pd 
(Aktivis Muslimah Lubuklinggau)

Negeri yang dikelilingi oleh perairan dan sumber daya Alam yang melimpah. Salah satunya Air, sebagai sumber kehidupan yang dapat ditemui di mana saja. Ada air hujan yang turun dari langit, ada air tanah yang muncul sebagai sumber mata air di pegunungan, ada juga air sungai yang mengalir melewati banyak daerah. Tapi siapa sangka, untuk mendapatkan air sebagai pemenuhan sehari-hari, masyarakat harus mengeluarkan uang . Kabarnya tarif pelayanan daerah usaha air minum PDAM di beberapa daerah mengalami kenaikan

Tarif layanan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di Surabaya akan segera naik, yakni dari Rp600 menjadi Rp2600 per meter kubik. Hal itu disampaikan secara langsung oleh Eri Cahyadi Wali Kota Surabaya saat berada di Ruang Kerja Balai Kota Surabaya. "Jadi, Insyaallah per-Januari (naiknya). Tapi, kemarin yang saya sampaikan itu masih diperbaiki oleh pihak PDAM, kalau sudah jadi ya akhir November ini saya sahkan,” ucapnya dalam press conference. Ia menyatakan sepakat dengan adanya kenaikan tarif PDAM di Kota Surabaya. Mengingat, sejak belasan tahun yang lalu belum pernah ada penyesuaian harga di Surabaya.“Dalam perawatan pipa PDAM itu dibutuhkan biaya sangat luar biasa. Nah, karena PDAM ini dituntut oleh masyarakat untuk memberikan layanan air yang bagus, airnya bersih, dan layak minum. Tapi dengan kualitas yang seperti itu, maka perlu perawatan lebih baik dari segi pipa maupun penjernihan air dan menghilangkan bakteri. Dari situlah PDAM ingin menaikkan tarifnya,” jelasnya. (suarasurabaya.net/24/11/2022)

Kenaikan tarif PDAM memiliki banyak keluhan dan penolakan  dari masyarakat, mereka merasa berat dengan kenaikan PDAM terutama dari pedagang-pedagang kecil, yang mana mereka baru mengalami proses pemulihan usaha dagang, mereka juga mengeluhkan  dagangan juga belum ramai seperti dulu  dan bahkan sedang berupaya untuk bangkit setelah terpuruk dari wabah covid 19. Tapi sekarang malah dihadapkan dengan rencana kenaikan tarif PDAM

Para perempuan dari berbagai kalangan yang tergabung dalam Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Cabang Indramayu menolak rencana kenaikan tarif air bersih Perumdam Tirta Darma Ayu Kabupaten Indramayu. Penolakan itu disampaikan kepada para wakil rakyat, dalam audensi di gedung DPRD Indramayu. Mereka diterima langsung oleh Ketua DPRD Indramayu, Syaefudin dan sejumlah ketua serta anggota komisi DPRD. Salah seorang perempuan asal Desa Krasak, Kecamatan Jatibarang, Lili Marlina (34 tahun), mengatakan, rencana kenaikan tarif PDAM sebesar 30 persen sangat memberatkan. (Republika.co.id,27/1/2023). 

Sangat wajar apabila masyarakat mengeluhkan kenaikan tarif PDAM. Dilihat dari sisi masyarakat sendiri, mereka sedang berjuang kembali untuk bangkit setelah pandemi yang cukup lama yang membuat perekonomian mereka terpuruk,  beban hidup yang semakin lama semakin mahal yang tidak bisa dihindari oleh warga.  Namun realitanya banyak terjadi PHK, ekonomi mengalami resesi,  masyarakat harus pontang-panting memutar otak agar tetap hidup.  Jadi ketika ada kebijakan tarif dasar PDAM maka sangat jelas memberatkan warga karena air adalah kebutuhan dasar setiap orang. Jika tarif naik maka beban hidupnya semakin bertambah.
 Sungguh apa yang dialami masyarakat saat ini sejatinya bentuk dari kezaliman penerapan sistem kapitalisme yang diterapkan oleh penguasa, sistem ini melegalkan liberalisasi sumber daya alam yang sejatinya milik umum atau rakyat yang dimana konsekuensi liberalisasi adalah  terjadinya komersialisasi yang mengakibatkan kekayaan  umum yang seharusnya bisa dinikmati oleh rakyat justru dijadikan sebagai ladang bisnis, prinsip inilah yang digunakan penguasa kapitalisme melayani kebutuhan warga negaranya. Penguasa kapitalisme tidak bisa berkutik depan para swasta pemilik modal yang menguasai sumber daya alam atau jika pun dikelola oleh negara, negara akan bekerja sama dengan swasta dan bisa jadi pelayanan yang diberikan menganut prinsip untung rugi karena negara juga membutuhkan pemasukan anggaran. Sehingga akhirnya pelayanan yang harusnya didasari dengan prinsip jaminan sosial yang gratis justru diberikan dengan prinsip bisnis maka tidak heran air yang notabennya sumber daya alam yang bisa dinikmati rakyat secara gratis justru hanya bisa dinikmati dengan cara berbayar

Sungguh sangat berbeda dengan Islam yang disebut dengan sistem Khilafah ketika mengurus hajat atau kebutuhan rakyat, dalam Islam kekayaan alam adalah harta kepemilikan umum

Islam memandang air sebagai kekayaan alam milik umum. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw., “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu air, padang rumput (hutan), air, dan api (energi).” (HR Abu Dawud dan Ahmad)

Dalam hadis tersebut tersirat pesan bahwa seluruh SDA merupakan harta milik umum (rakyat). Semuanya tidak boleh diprivatisasi. Negara berkewajiban mengelola dan mengembalikan hasil pengelolaannya kepada rakyat. Sumber daya air tidak boleh dikelola untuk mendapatkan untung. Hanya boleh dikelola dan dibagikan kepada rakyat secara gratis atau murah, melainkan hanya mengganti biaya perawatan. Tidak diperkenankan adanya praktek-praktek eksploitasi yang melampaui batas dan monopoli yang hanya dikuasai oleh segelintir orang saja. Mengenai peran pemerintah ini, Rasulullah saw. memberikan contoh yang sangat baik:
عَنْ أَبْيَضَ بْنِ حَمَّالٍ ، أَنَّهُ وَفَدَ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاسْتَقْطَعَهُ الْمِلْحَ ، فَقَطَعَهُ لَهُ فَلَمَّا وَلَّى ، قَالَ رَجُلٌ : يَا رَسُولَ اللهِ ، أَتَدْرِي مَا قَطَعْتَ لَهُ ؟ إِنَّمَا قَطَعْتَ لَهُ الْمَاءَ الْعِدَّ ، فَرَجَعَهُ عَنْهُ ، قَالَ : يَعْنِي بِالْمَاءِ الْكَثِيرِ

Dari Abyadh bin Hammal bahwasannya ia mendatangi Rasulullah saw. dan meminta kepada beliau agar memberikan tambang garam kepadanya, maka Rasulullah saw. memberikannya. Setelah Abyadh berlalu, salah seorang dari sahabat berkata kepada Nabi saw, “Wahai Rasulullah, tahukah engkau apa yang baru saja engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan kepadanya sesuatu yang seperti “air yang mengalir–sumber air”. Kemudian Rasulullah saw. mencabut kembali pemberiannya kepada Abyadh. (redaksi Hadits di atas oleh an-Nasa’iy.)

Rasulullah shalallahu alaihi wassalam dalam peristiwa tersebut berperan sebagai seorang pemimpin negara Madinah. Oleh karena itu, beliaulah yang dimintai izin oleh Abyadh ketika ia hendak memiliki sebuah lahan.

Sebenarnya lumrah saja ketika Rasulullah shalallahu alaihi wa. memberikan lahan tersebut kepada Abyadh karena pada waktu itu masih banyak lahan yang tak bertuan dan Abyadh ternyata telah memanfaatkan lahan tersebut sebelumnya. Pada waktu itu berlaku aturan bahwa siapa saja yang dapat memanfaatkan lahan tak bertuan, maka lahan itu menjadi miliknya.Namun setelah Rasulullah saw mengetahui bahwa sebenarnya lahan tersebut adalah suatu tambang garam yang hasilnya banyak sekali, maka beliau mencabut hak kepemilikan Abyadh dan kemudian menjadikannya hak milik umum

Inilah prinsip Islam dalam mengelola kepemilikan umum; Pertama tidak boleh ada privatisasi, kedua jumlah sumber daya alam sangat besar. Kekayaan sumber daya alam yang dikelola oleh negara dan hasilnya harus diberikan kepada warga seluruhnya terkait pemanfaatannya. Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitabnya Nizhom Iqtisodiyah dan Syaikh Abdul Qodim Zallum dalam kitabnya Al Amwal Fi Daulah, menjelaskan ada dua kelompok sumber daya alam; pertama, kekayaan alam yang bisa dimanfaatkan secara langsung oleh warga contohnya seperti; sungai,  Padang rumput, laut,  sumber  air dan sumber daya alam lainnya. Sehingga dalam hal ini Khilafah hanya cukup mengatur dan mengawasi pemanfaatannya agar bisa dinikmati oleh seluruh warga dan tidak menimbulkan kemudaratan atau bahaya maka dalam hal ini PDAM gratis dinikmati, karena air termasuk dalam kelompok ini

Kedua kekayaan alam yang tidak bisa dimanfaatkan secara langsung oleh warga contohnya seperti barang tambang, emas, perak, batubara, minyak bumi dan sejenisnya. Agar kekayaan alam tersebut dapat dinikmati maka diperlukan proses eksplorasi, eksploitasi, tenaga ahli, biaya yang besar dan alat-alat yang canggih. Maka pengelolaan jenis yang kedua ini dibebankan kepada negara dan hasilnya diberikan kepada rakyat baik secara langsung atau subsidi, jikapun secara tidak langsung dengan memberikan jaminan  kebutuhan publik seperti kesehatan, pendidikan, keamanan secara gratis yang dibiayai dari pengelolaan sumber daya alam. Dengan demikian kenaikan tarif PDAM merupakan masalah yang sistemik diperlukan solusi sistemik pula penerapan syariah dalam naungan Khilafah dan itu hanya didapatkan apabila Islam diterapkan.  Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

أَفَحُكْمَ الْجٰهِلِيَّةِ يَبْغُونَ  ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ

"Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?" (QS. Al-Ma'idah 5: 50)

Wallahu Alam bisshawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak