Oleh Ummu Syahamal
Sulit dipercaya dan sangat ironis, Indonesia negeri dengan kekayaan alam melimpah ternyata menyimpan derita tanggungan utang yang luar biasa besarnya! Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat posisi utang pemerintah per 30 Desember 2022 sebesar Rp 7.733,99 triliun. Jumlah itu mengalami kenaikan sebesar Rp 179,74 triliun jika dibandingkan posisi utang pada bulan sebelumnya yang sebesar Rp 7.554,25 triliun (Rmol.id, 20/1/2023).
Didik J Rachbini Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memaparkan di tahun terakhir Presiden Susilo Bambang Yudhyono menjabat pada 2014 utang pemerintah sudah menyentuh Rp 2.600-an triliun dan kini posisi terakhir utang pemerintah sudah menyentuh Rp 7.500-an triliun. Nilai Rp 7.500 triliun tersebut belum ditambah utang BUMN sekitar Rp 2.000-3.000 triliun sehingga bila ditotal mungkin belasan ribu triliun utang yang ditanggung negeri ini (harianSIB.com, 6/1/2023).
Angka besaran utang ini adalah angka yang sangat mengkhawatirkan. Dimana jika sampai terjadi gagal bayar, maka aset-aset strategis negara bisa tergadai sebagai pelunas hutang. Seperti kasus yang menimpa Angola, Srilanka dan Zimbabwe. Hakikatnya utang negara ini adalah debt trap yang ujungnya akan membuat negeri ini dicengkeram makin dalam oleh para penjajah, entah asing maupun aseng. Terus berlanjut mempertahankan pola utang ini sama saja dengan tindakan bunuh diri politik.
Terjeratnya negeri ini makin dalam ke dalam debt trap tidak lepas dari mindset negara yang menjadikan utang dan pajak sebagai sumber pemasukan utama negara. Pada tahun 2020 saja tercatat sekitar 83% lebih pemasukan APBN dari pajak. Perlu diketahui bahwa tata kelola ekonomi semacam ini berasal dari konsep ekonomi kapitalis yang jika dirangkum konsep tata kelola ekonomi mereka adalah; Pertama, sumber pemasukan negara yang utama adalah pajak dan utang.
Kedua, pengelolaan urusan rakyat diserahkan ke pihak swasta dan negara hanya berperan sebagai regulator. Ketiga, memandang masalah ekonomi terjadi karena produksi sehingga upaya yang senantiasa dilakukan meningkatkan produksi barang dan jasa. Keempat, sistem keuangan berbasis riba. Konsep tata kelola negara ala kapitalis ini faktanya hanya menimbulkan mudharat dan kesengsaraan bagi rakyat. Rakyat makin jauh dari kesejahteraan dan keadilan. Padahal diluar sana ada solusi logis yang bisa mencegah negara tak lagi menjadikan utang dan pajak sebagai penopang utama pemasukan negara, yaitu dengan konsep ekonomi Islam.
Konsep ekonomi Islam berbasis penerapan sistem Islam kaffah akan menyelesaikan masalah utang negara dengan beberapa poin utama diantaranya; Pertama, sumber pemasukan negara dari pos harta milik umum, harta milik negara, pengelolaan zakat. Kedua, pengelolaan urusan rakyat sepenuhnya diatur oleh negara bukan pihak swasta terutama untuk mencukupi kebutuhan pokok rakyat berupa sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan. Ketiga, memandang masalah ekonomi terjadi karena masalah distribusi sehingga negara memaksimalkan distribusi harta sesuai pos-pos peruntukannya.
Keempat, tatakelola sistem keuangan anti riba yaitu dengan mata uang berbasis emas perak. Kelima, sinergi antara sistem ekonomi dan sistem politik pemerintahan Islam yang khas ,yang berdaulat penuh dan tidak mudah takluk pada kepentingan asing.
Pos utama kas negara dalam tata kelola ekonomi Islam terdiri dari pos harta milik negara, pos harta milik umum dan pos zakat. Harta ini disimpan di Baitul Mal dan masing-masing pos harta sudah ada peruntukannya, yang telah ada dalilnya dari nash syara. Ekonomi Islam memiliki konsep yang khas yang sangat berlawanan dengan konsep kapitalis. Ide kapitalis memandang masalah manusia terjadi karena produksi yang kurang sehingga perekonomian mereka berfokus pada produksi dan produksi.
Berbeda dengan konsep ekonomi Islam yang memandang akar masalah ekonomi adalah distribusi. Sehingga disinilah peran negara memastikan harta terdistribusi merata pada segenap rakyatnya. Dengan konsep ini maka negara berbasis penerapan Islam kaffah akan berusaha mencukupi kebutuhan pokok rakyatnya dalam hal sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan.
Negara pun juga akan memastikan tercukupinya lowongan pekerjaan sehingga jangan sampai ada laki-laki yang menganggur. Dengan kondisi ini maka kalaupun rakyat bekerja sebatas mencukupi kebutuhannya, tidak seperti kondisi sekarang. Sudahlah rakyat dituntut memenuhi semua kebutuhan pokoknya sendiri (sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan) masih juga harus memenuhi tuntutan bayar pajak yang mencekik. Karena hampir semua barang dan bahkan jasa dikenai pajak oleh negara. Sehingga tak heran nuansa kehidupan yang tercipta saat ini pun semata hidup untuk mengejar materi, materi dan materi. Sangat berbeda tentu dengan kehidupan di era peradaban Islam yang mulia dimana nuansa kehidupan adalah untuk ibadah, amar makruf, berprestasi, berkarya, berdakwah dan hal-hal positif lainnya.
Negara berbasis sistem Islam kaffah akan menerapkan asas politik luar negeri yang mandiri. Sehingga akan meminimalkan jeratan pihak luar ke dalam negeri. Negara akan berusaha sebisa mungkin tidak berutang dan tidak sembarangan menjalin perjanjian internasional. Apabila membangun relasi dengan negara lainpun maka harus dipastikan hanya untuk kemaslahatan umum serta telah menganalisa berdampak politisnya.
Negara akan sangat berhati-hati dan menekan seminimal mungkin bahaya yang mungkin datang dari negara yang memusuhi Islam. Baik bahaya yang mungkin timbul secara politik maupun secara ekonomi. Berbeda dengan keadaan sekarang dimana negara tak punya kuasa harus menuruti semua permintaan kerjasama pihak asing maupun aseng meskipun kerjasama itu lebih banyak merugikan negeri ini.
Jelas, satu-satunya solusi untuk menyelamatkan negara dari bunuh diri politik akibat menggunungnya utang adalah dengan menerapkan konsep ekonomi berbasis penerapan sistem Islam kaffah. Hanya saja jalan untuk membuat masyarakat menerima hal ini sebagai satu-satunya solusi logis memang butuh waktu dan pengorbanan yang tak sedikit. Seberat apapun pengorbanannya, selama apapun waktu yang dibutuhkan insyaallah kelak akan datang masanya masyarakat menerima dan itulah saat pertolongan Allah datang dengan tegaknya kembali syariat Islam secara kaffah di bumi Allah.
Sebagaimana janji Allah SWT yang artinya "Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan yang mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh, akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh, Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridai. Dan Dia benar-benar mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka (tetap) menyembah-Ku dengan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu apa pun. Tetapi barangsiapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik" (QS an-Nur:55). Wallahu a'lam bish showab.