Oleh: Maftucha
Ohi, salah satu desa indah yang ada di Jepang sedang berjuang untuk menarik warga agar mau tinggal di desa tersebut. Karena populasi warga di desa Ohi secara drastis mengalami penurunan populasi. Berbagai program telah diluncurkan seperti memberikan tempat tinggal gratis dengan suasana alam yang segar. Namun semua itu belum bisa memikat hati warga. Hal serupa juga terjadi di desa-desa lain di Jepang.
Sebagaimana diberitakan bahwa pemerintahan Jepang akan membagi-bagi rumah yang sudah tidak ada pemiliknya dan tidak pula ada pewarisnya. "Wow enak dong,". Bagi kita yang tinggal di Indonesia mungkin merasa seperti itu, tapi jika berbicara sebagai sebuah Negara tentu ini adalah sebuah ancaman. Kok bisa? Tentu saja, karena dari kasus tersebut menandakan bahwa Jepang sedang mengalami depopulasi
Dilaporkan oleh Kyodo, bahwa tujuh tahun terakhir Jepang mengalami penurunan angka kelahiran terendah sejak tahun 1899. pada tahun 2020 Jepang hanya mencatat sebanyak 811 ribu angka kelahiran. Hal ini diprediksi akan terus menurun hingga 770 ribu angka kelahiran.
Krisis Generasi, Salah Siapa?
Penurunan angka kelahiran di Jepang terjadi semenjak adanya Covid-19, pada saat itu banyak wanita yang menunda pernikahan mereka. Faktor lain yang menyebabkan angka kelahiran di Jepang menurun adalah adanya kekhawatiran terhadap masalah ekonomi yakni kepastian pekerjaan mereka, serta masalah pernikahan dan kehamilan.
Jepang memang tidak sendiri mengalami masalah resesi seks, karena ada Korea Selatan serta China. Negara-negara ini pada awalnya memang sangat ketat dalam membatasi jumlah penduduk mereka bahkan mengkampanyekan untuk tidak menikah seperti Singapura. Padahal secara pelan tapi pasti pengetatan jumlah kelahiran pasti akan merugikan negara mereka.
Jika sebuah negara mendambakan bonus demografi, dimana usia muda mendominasi dibandingkan usia tua. Maka, Krisis generasi yang menimpa sebuah negara tentu akan menjadi kerugian bagi negara tersebut. Karena dengan banyaknya jumlah pemuda maka negara tersebut akan kuat secara sumber daya manusia, apalagi jika bonus demografi itu bisa dimanfaatkan dengan baik, baik dari sisi pemikiran, ekonomi maupun militer.
Resesi seks akan menimpa negara yang memiliki pola kehidupan yang bebas, tidak imgin terikat atau terbebani dengan kehidupan pernikahan. Di Jepang banyak para pemuda yang lebih suka hidup santai tanpa adanya beban anak, selain itu mereka menganggap bahwa wanita ketika sudah menikah harus di rumah, merawat anak-anak mereka dan tidak bekerja sebagai sebuah budaya yang merugikan.
Dalam sistem ekonomi sekuler liberal, kebahagian itu adalah apabila tercapai materi sebanyak-banyaknya, kenikmatan jasadiyah adalah yang utama. Kehidupan pernikahan dianggap sebagai penghalang untuk mendapatkan materi tersebut, apalagi memiliki anak dan seterusnya. Jadilah mereka sebagai hard worker.
Islam Mendorong Pernikahan dan Menfasilitasinya.
Berbeda dengan Islam, disaat banyak negara dengan penduduknya yang tidak mau menikah. Islam justru mendorong setiap muslim yang sudah mampu agar menikah. Sebagaimana hadits Rasulullah saw.
"Menikah adalah sunnahku, barangsiapa yang tidak mengamalkan sunnahku, bukan bagian dariku. Maka menikahlah kalian, karena aku bangga dengan banyaknya umatku (di hari kiamat)." (HR. Ibnu Majah)
Pernikahan adalah sebuah ibadah, dimana salah satu tujuannya adalah untuk menciptakan generasi. Hal tersebut telah jelas disampaikan oleh Rasulullah saw. dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud, an-Nasa'i dan Ahmad :
"Nikahilah wanita yang penyayang lagi memiliki banyak keturunan. Maka sesungguhnya aku akan berbangga-bangga dengan banyaknya kalian di depan umat lainnya pada hari kiamat."
Jikalau Islam telah mendorong bagi siapapun yang telah siap agar menikah, maka Islam juga akan memberikan jaminan pada aspek yang lain, misalkan negara Islam akan menjamin bahwa setiap laki-laki bisa memiliki pekerjaan yang layak sehingga bisa mencukupi kebutuhan mendasar serta kebutuhan kamaliyah (pelengkap) mereka.
Selain itu negara Islam juga akan menjamin kebutuhan masyarakat yang lainnya seperti kesehatan, pendidikan dengan secara cuma-cuma. Dengan demikian masyarakat tidak akan merasa takut dengan banyaknya jumlah anak mereka akibat biaya hidup yang mahal seperti saat ini.
Tidak ada sistem terbaik selain Islam, hanya Islam yang mampu mewujudkan kehidupan yang tentram dan menyejahterakan, sistem yang melindungi fitrah manusia. Wallahu a'lam bishshawab.
Tags
Opini