Potret kegagalan Sistem: Kasus Persetubuhan Anak di Prabumulih Tertinggi Kedua di Sumsel




Ditulis oleh: Sri Wahyu Anggraini, S.Pd
 (Aktivis Muslimah Lubuklinggau)

Sungguh sangat memprihatikan begitu  banyaknya aksi pelecehan seksual atau kejahatan  terhadap perempuan dan anak yang masih dibawah umur bahkan dewasa. Siapa yang tak cemas, jika ancaman kejahatan seksual semakin hari semakin merebak? Adanya kejahatan seksual telah membuat keprihatinan di berbagai kalangan. Lebih mengkhawatirkan lagi pelecehan sesksual ini senantiasa meningkat dan marak terjadi.
Kasus persetubuhan anak di Kota Prabumulih, Sumsel tertinggi kedua setelah Kota Palembang. Sepanjang 2022, sebanyak 18 anak menjadi korban, naik signifikan dari tahun sebelumnya anya tiga kasus.  Kepala  Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Prabumulih, Ipda Mansyur mengatakan, faktor tingginya kasus persetubuhan anak di bawah umur di Prabumulih karena ekonomi dan orang terdekat. "Usia anak yang menjadi korban di antara 7 hingga 17 tahun," (iNews.id, 14/2/2023).

Hal di atas mengindikasikan bahwa masalah kejahatan seksual adalah masalah sistemis, Sistem kehidupan kapitalisme sekulerisme telah berhasil membentuk perilaku liberal dan hedon, semakin menyuburkan Kekerasan Seksual Anak sehingga mengoyak rasa aman, Tak dapat disangkal, dunia saat ini dikuasai oleh sistem Kapitalisme yang menjadikan sekuler yaitu pemisahan agama dari kehidupan sebagai akidah yang diembannya. Dan menjadikan liberal atau kebebasan bertingkah laku menjadi gaya hidupnya. Kebebasan inilah yang membuat manusia terbentuk bukan untuk mengontrol hawa nafsunya, tetapi hanya menuruti hawa nafsunya secara liar. Sehingga demi memenuhi hasratnya, tega melakukan kejahatan seksual kepada siapa saja, mirisnya lagi kepada anak-anak.  Kejahatan seksual anak dilakukan karena anak sebagai korban dianggap pihak lemah yang bisa dijadikan melampiaskan hawa nafsunya. Padahal, anak seharusnya mendapat perlindungan dan pengayoman bukan sebaliknya. Selain itu minimnya pengetahuan anak terkait hal-hal yang tidak boleh dilakukan orang lain terhadapnya terutama yang berkaitan dengan perilaku pelecehan seksual. Kadang si anak masih belum memahami area tubuh mana saja yang boleh disentuh orang lain dan mana yang tak boleh. Sehingga hal ini sering dimanfaatkan orang-orang bermental rusak melakukan pelecehan seksual dengan dalih "memberi kasih sayang" terhadap korban. Selain itu ada ada bebarapa  penyebab semakin maraknya kasus pelecehan seksual: 

1. Lemahnya kontrol orang tua terhadap perilaku anak. Orang tua terkadang tak menyadari terjadinya perubahan perilaku pada anak. Hal ini salah satunya disebabkan tidak terjalinnya komunikasi yang efektif antara orang tua dan anak. Sehingga si anak terkadang tak langsung atau tak berani mengungkapkan apa yang telah terjadi padanya. Walhasil ketika terjadi pelecehan seksual tak langsung terkuak. 

2. minimnya pengetahuan anak terkait hal-hal yang tidak boleh dilakukan orang lain terhadapnya terutama yang berkaitan dengan perilaku pelecehan seksual. Kadang si anak masih belum memahami area tubuh mana saja yang boleh disentuh orang lain dan mana yang tak boleh. 

3. Masifnya budaya liberal di masyarakat yang terlalu sulit dibendung. Tayangan-tayangan di media (iklan, film, infotainment dan sebagainya) yang begitu vulgar terbiasa dikonsumsi masyarakat tanpa ada batasan. Sehingga hal ini dicontoh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.

4. Keempat, ringannya sanksi hukum bagi pelaku. Berdasarkan pasal 289 KUHP sanksi bagi pelaku pelecehan seksual adalah penjara paling lama sembilan tahun, sedangkan dalam Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU PA) Pasal 82 menyatakan bahwa dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan paling singkat 3 tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 dan paling sedikit Rp. 60.000.000,00. Hal ini tentunya tak cukup memberi efek jera bagi pelaku. Sedangkan bagi korban membutuhkan waktu bertahun-tahun bahkan kadang hingga seumur hidup untuk merehabilitasi mental dan traumatis.

5. Tidak diterapkannya aturan interaksi antara laki-laki dan perempuan di masyarakat. Kebebasan interaksi laki-laki dan perempuan tanpa aturan akan memicu perilaku kriminal termasuk pelecehan seksual.

Lalu agaimana Islam menyelesaikan maraknya kasus pelecehan seksual terhadap anak? Aturan Islam yang lengkap dan bersumber dari Allah SWT sang pengatur kehidupan terbukti mampu memberikan solusi tuntas terhadap apapun permasalahan manusia di muka bumi,

Sebagaimana Islam memprioritaskan perlindungan anak-anak perempuan, melarang segala jenis serangan terhadap mereka, dan membuat aturan yang ketat terkait hal tersebut. Seperti hukum syari'ah yang membahas kemurnian, kesucian tubuh dan wajib menutupnya dan memuliakannyabIslam juga melarang segala pelanggaran kehormatannya dalam bentuk apapun. Baik pada masa Rasulullah maupun masa kekhilafahan setelahnya tidak terdengar serangan terhadap anak-anak perempuan maupun perempuan dewasa. Setiap orang pada masa itu, orang baik dan orang jahatnya mengetahui kedudukan perempuan dan haram hukumnya melanggar kehormatannya. 

Bahkan negara khilafah memelihara dan menjaga mereka, hingga ada pepatah "kehormatan perempuan adalah kehormatan sultan", karena sultan merupakan pelindung kehormatan kaum muslim dan ahlu dzimmah secara keseluruhan. 

Islam menuntut status prestisius dan kehormatan besar bagi perempuan. Banyak nash Islam yang mewajibkan laki-laki dan masyarakat untuk memandang dan Allah Subhanau Wa Ta'la berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai perempuan dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak."(QS. An-Nisaa: 19)

Selain itu ada bebarapa solusi dalam islam untuk memutuskan maraknya kasus pelecehan seksual:

1. Islam melalui sebuah institusi akan memberikan edukasi terbaik terkait pengasuhan dan penyiapan bagaimana menjadi orang tua melalui kurikulum di berbagai jenjang sekolah. Sehingga ketika berstatus sebagai orang tua, sudah cukup ilmu tentang pengasuhan anak hingga menjalin komunikasi efektif dengan anak. 

2.  orang tua dan sekolah seharusnya mengedukasi anak terkait batasan aurat dan hukum syara' bagaimana menutup aurat serta menjaga diri dari pelecehan seksual. Sehingga anak memahami bagian tubuh mana saja yang tak boleh diperlihatkan pada orang lain apalagi disentuh. Hal ini akan mencegah pelecehan seksual karena tidak adanya perbuatan yang mengundang seseorang untuk melakukan pelecehan seksual.

3. Ngara wajib membatasi media yang bebas diakses masyarakat melalui undang-undang. Misalnya terkait tayangan yang menyuguhkan pornografi dan pornoaksi. Hal ini bisa dilakukan negara dengan memblokir atau memberi sanksi yang tegas bagi media yang melanggar.

4. Memberikan hukuman yang jerah kepada pelaku, sehingga tidak ada pikiran bahkan keinginan untuk melakukan perbuatan tersebut. Syariat Islam akan memberikan hukuman takzir berupa cambuk yang jumlahnya ditentukan oleh Kholifah. Hukum Islam terbukti mampu memberi efek jera bagi pelaku dan mencegah manusia lainnya untuk melakukan kejahatan yang sama. Hukuman ini tak bisa dilaksanakan tanpa institusi yang menerapkan syariat Islam secara menyeluruh dalam kehidupan.

Dengan demikian kasus kejahatan seksua (pelecehan) merupakan masalah yang sistemik diperlukan solusi sistemik pula penerapan syariah dalam naungan Khilafah dan itu hanya didapatkan apabila Islam diterapkan.  Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

أَفَحُكْمَ الْجٰهِلِيَّةِ يَبْغُونَ  ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ
"Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?" (QS. Al-Ma'idah 5: 50)

Wallahu Alam bisshawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak