Oleh : Ummu Aqeela
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) sebelumnya merilis data yang menunjukkan bahwa prevalensi anak penderita diabetes meningkat 70 kali lipat pada Januari 2023 dibanding 2010.
Selain itu, Direktur Utama Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Ali Ghufron juga mengatakan pasien anak yang menderita diabetes meningkat sekitar 1.000 kasus pada 2022 dibandingkan 2018.
Menurut Diah, data itu menggambarkan situasi “yang sangat mengkhawatirkan” bahwa anak-anak “telah mengadopsi pola hidup tidak sehat”, salah satunya akibat konsumsi makanan berkandungan gula tinggi. (BBC News Indonesia, 6 Februari 2023)
Makanan dan minuman manis begitu mudah dijangkau, sementara kebijakan pemerintah sejauh ini dianggap "belum cukup melindungi", dan lebih banyak menggantungkan pembatasan konsumsi gula pada keputusan masyarakat sendiri berdasarkan informasi kandungan gula yang tertera pada label makanan dan minuman.
Hal ini terjadi karena negara abai dalam mewujudkan keamanan pangan bagi rakyatnya. Kasus ini juga menunjukkan rakyat belum memiliki pola makan sehat. Tingginya kemiskinan juga makin menambah besarnya kesalahan dalam pola makan. Di sisi lain, terbatasnya modal karena kemiskinan membuat para pedagang menggunakan bahan yang murah meski berbahaya, dalam berdagang.
Dalam Islam, ada etika untuk memproduksi dan tidak sembarang memakan. Semua ini diatur agar manusia menjadi sehat, baik jasmani maupun rohani. Agama Islam tidak hanya mengatur tata cara ritual peribadatan, akan tetapi aspek-aspek yang mendukung beribadah juga diatur, seperti kesehatan. Rasulullah SAW menganjurkan untuk menjaga kondisi tubuh, agar bisa menunaikan ibadah dengan sempurna.
Anjuran Rasulullah SAW menjaga kesehatan itu salah satu di antaranya adalah menjaga perut dari hal-hal yang menimbulkan penyakit. Diriwayatkan, Rasulullah SAW pernah menggambarkan: “Tidak ada bejana yang lebih buruk yang diisi oleh manusia melainkan perutnya sendiri. Cukuplah seseorang itu mengonsumsi beberapa kerat makanan yang dapat menegakkan tulang punggungnya. Jika terpaksa, maka ia bisa mengisi sepertiga perutnya dengan makanan, sepertiga lagi dengan minuman, dan sepertiga sisanya untuk nafas.”(HR.Ahmad dan Tirmidzi).
Hadis tersebut memberi pelajaran bahwa kita tidak boleh sembarangan memakan. Ada aturan dan batasan-batasan untuk menjaga keseimbangan tubuh. Hal itu agar terjadi stabilitas dan harmonisasi antara tubuh dan jiwa manusia. Sehingga ia menjadi orang yang kuat, tidak hanya kuat jasmani tapi ruhaninya juga tangguh.
Dan penjagaan ruhani serta jasmani secara menyeluruh akan lebih mudah jika negara ikut berperan didalamnya. Kepedulian untuk meriayah umat atau rakyat bahkan dalam aspek mendukung kedekatan dengan Allah adalah bagian dari tugasnya. Jaminan halal dan toyib serta ekonomi yang mumpuni sehingga makanan yang sehat tidak hanya dikonsusmi oleh kalangan menengah keatas saja, bahkan sampai rakyat yang dibawah pun bisa menikmatinya. Dan semua ini akan mampu terwujudkan jika seorang pemimpin paham tentang syari’at Islam. Paham bahwa sejatinya setiap jiwa yang dipimpinnya menjadi tanggung jawab didunia dan akhiratnya.
Wallahu’alam bishowab