Sumber gambar: iStock
Oleh: Ummu Diar
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah." ( TQS. Al-ahzab ayat 21). "Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang luhur." (TQS. Al-qalam ayat 4).
Allah yang Maha Rahman menghadirkan sosok yang menjadi panutan alias role model bagi manusia yang menginginkan kebaikan. Kebaikan yang dimaksud tidaklah terbatas pada kondisi ketika ayat di atas diturunkan, melainkan dapat pula diteladani kebaikannya dalam hal lain seperti dalam hal pendidikan.
Menghadirkan Nabi Muhammad sebagai panutan dalam sistem pendidikan adalah identitas utama sistem pendidikan IsIam. Oleh karenanya, dalam sistem pendidikan Islam, aqidah lah yang dijadikan landasannya. Sebab baginda Nabi dahulu ketika mendidik generasi awal IsIam, langkah yang beliau tempuh adalah dengan menguatkan aqidahnya terlebih dahulu.
Berikutnya baginda mengembangkan proses pembinaan sahabat secara berkelanjutan pada aspek lainnya dengan tanpa meninggalkan IsIam. Dalam menghadapi persoalan apapun, selalu IsIam yang telah diyakini dijadikan acuan utama. Walhasil antara iman dan kehidupan di kala itu tidak terpisahkan. Ajaran IsIam menjadi ilmu dalam pemikiran mereka, sekaligus termanifestasi dalam praktik hidup ketika mereka menghadapi berbagai persoalan baru yang menerpa.
Demikianlah, generasi awal terdidik lurus dengan IsIam, hingga kepribadian mereka adalah kepribadian IsIam. Agama sekaligus panduan hidup yang bersumber langsung dari zat Yang Maha Menghidupkan. Sehingga kebenaran yang diajarkan bersifat universal, masuk untuk semua umat dari berbagai tempat dan golongan. Ilmu yang diberikan sesuai dengan apa yang Allah titah kan, selaras dengan apa yang Rasul tuntunkan sehingga dapat diterima oleh manusia sesuai fitrahnya. Memuliakan lagi mengarahkan kepada kebaikan.
Pun sepeninggalan baginda Rasulullah, pendidikan Islam ini masih dipakai hingga masa Utsmaniyah. Pendidikan diselenggarakan oleh negara, dengan misi menjadikan manusia sebagai hamba-hamba terbaik, mengikuti jejak para pendahulu. Negara hadir memberikan support utuh, memfasilitasi sekaligus membiayai pendidikan agar diakses semua kalangan. Negara sadar bahwa pendidikan adalah bagian dari kewajiban menuntut ilmu yang ada pada setiap muslim, sehingga penyelenggaraannya dimaksimalkan agar apa yang wajib dapat ditunaikan semua orang.
Pendidikan diasuh untuk terus menghadirkan kemajuan, melahirkan ilmuwan sekaligus sosok ulama yang taat pada Tuhan. Pendidikan tidak sendirian, tetapi IsIam menopang nya dengan sistem ekonomi dan sistem kebijakan lainnya yang profesional, satu visi misi. Walhasil wajar jika kemudian output pendidikan IsIam diakui sebagai inisiator sekaligus dinamo bagi peradaban Barat. Bahkan Tim Wallace Murphy menerbitkan buku "What Islam Did for Us: Understanding Islam's Contribution to Western Civilization" pada 2006 silam.
Namun sayangnya, pasca kemunduran Islam, konsep keutuhan pendidikan IsIam tercerabut dari generasi muslim. Kekinian, justru konsep pendidikan Barat yang sekuler lah yang mendominasi kultur pendidikan. Ruh keislaman yang harusnya mendasari pendidikan generasi dikikis sedikit demi sedikit. Pendidikan tak lagi ditujukan melahirkan generasi yang menyadari posisinya sebagai hamba Allah, sulit menemukan output yang berkepribadian IsIam lagi taat aturan Tuhan.
Justru sekuler mendidik generasi untuk menjadi seorang penikmat dunia dengan konsep kebebasannya. Akibatnya banyak yang terang-terangan tergoda menikmati dunia tanpa mengindahkan aturan agama. Mengejar definisi kebahagiaan sebagai makhluk, namun pada saat yang sama melupakan hakikat bahagia berupa keridhoan Tuhannya.
Maka tak heran, bila dalam asuhan pendidikan sekuler kapitalis, budaya hedonis yang berkembang. Kebiasaan materialis yang diutamakan ketika ijazah sudah di tangan. Walhasil tak heran bila pemberitaan mengenai potret buram generasi berseliweran lebih ramai dibandingkan potret prestasi.
Terbaru, kasus pengajuan dispensasi nikah dini yang cukup menghebohkan.
Pasalnya salah satu faktor yang melatarbelakanginya diduga karena mereka hamil duluan.
Sebelumnya kasus berupa aborsi, narkoba, tawuran, kekerasan, pembullyan, dll juga wira-wiri beredar di berita. Pelakunya juga tidak sedikit yang masih berusia remaja, termasuk generasi yang pernah mengenyam pendidikan. Kosongnya koneksi dengan Tuhan menjadi salah satu faktor kuat mengapa perbuatan dan tindakan tidak selaras dengan lamanya pendidikan yang dirasakan. Semakin tua bukan semakin merunduk layaknya padi, melainkan semakin tua semakin semaunya sendiri.
Memang sepertinya sudah saatnya pola asuh sekuler dihilangkan dari dunia pendidikan generasi. Sebaliknya, pendidikan Islam harus dijadikan pakem bagi pembinaan generasi. Karena jika Islam mampu mengubah generasi jaman jahiliyah dulu menjadi generasi cemerlang, generasi jaman pertengahan dididik menjadi generasi dinamo peradaban, maka bukan mustahil pula bukan jika pendidikan IsIam akan mampu menyolusi persoalan generasi saat ini?[]