PAPUA, MUTIARA DALAM BELENGGU NESTAPA



Oleh: Siami Rohmah
Pegiat Literasi

Gempa mengguncang bumi Cendrawasih pada dini hari, Senin 13 Februari 2023, sekitar pukul 00.38 WIB atau 03.38 WIT. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebut gempa dengan magnitudo 5,3 ini tidak berpotensi tsunami. Adapun pusat gempa berada di Papua Barat, 1 kilometer tenggara Ransiki dan 70 Km tenggara Manokwari. (cnnindonesia[dot]com)

Terjadinya gempa meskipun tidak berpotensi tsunami, menambah lara yang dirasakan Papua. Pulau paling timur Indonesia ini seolah tak habis dirundung malang. Kompleksnya problem Papua yang tak berujung. Kondisi Papua selama ini sudah nyata disaksikan, begitu tertinggal dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Indonesia. Di segala sisi Papua masih begitu minim, baik dari segi SDM yang masih rendah, infrastruktur yang serba kurang, fasilitas publik yang seadanya, ditambah lagi adanya gerakan separatis OPM & KKB menambah panjang deretan masalah yang seyogyanya harus segera dituntaskan.

Berbagai faktor menjadi penyebab ketertinggalan Papua, diantaranya, pertama, kondisi bentuk muka bumi Papua yang menyulitkan mobilitas penduduk dari satu wilayah ke wilayah yang lain. Penduduk lebih suka tinggal di gunung dan hutan-hutan. Sehingga mereka terbelenggu dalam cara hidup primitif dan keterbelakangan. 

Kedua, sebab lain yang ini menjadi titik krusial adalah minimnya perhatian pemerintah kepada Papua, sehingga SDM penduduk tidak berkembang, kalah bersaing dengan pendatang, bahkan terkesan keprimitifan yang ada dianggap sebagai budaya yang harus dijaga dan dilestarikan. 

Ketiga, adanya campur tangan asing semakin memperkeruh kondisi Papua, misalnya gerakan United Liberation Movement for West Papua. Mereka banyak menghasut masyarakat dan memberikan kabar bohong. Dari sini mereka membawa konflik Papua ke kancah dunia yang ujung tujuannya adalah referendum untuk Papua merdeka, sebagaimana Timor Timur dahulu.

Papua dengan potensinya laksana mutiara, bagaimana tidak, berbagai sumber daya ada di Papua, seperti minyak bumi, gas alam, tembaga, batu bara, besi, batu kapur, pasir kaolin, dan sang primadona emas tentunya. Tidak heran jika Freeport bisa menambang 150.000 ton bahan tambang dalam sehari. Belum lagi potensi laut yang luar biasa, keindahan alam bawah laut dan pulau-pulau raja ampat yang telah masyhur di penjuru dunia. Ditambah potensi fauna dan floranya yang luar biasa.

Dengan potensi sebesar dan sebanyak itu seharusnya sudah lebih dari cukup untuk menjadikan penduduk Papua sejahtera. Namun jauh panggang dari api, kehidupan masyarakat Papua justru jauh dari kata cukup apalagi sejahtera. Papua sesuai data BPS pada September 2022 menjadi provinsi termiskin di Indonesia dengan persentase 26,80%. (CNBCIndonesia). Semua ini karena sumber daya yang seharusnya untuk kesejahteraan rakyat tetapi malah dikelola oleh swasta.

Dalam Islam, masalah seperti yang terjadi pada Papua akan menemukan solusi. Islam menjamin terpenuhinya kebutuhan setiap individu (sandang, pangan, papan) dan komunal (pendidikan kesehatan dan keamanan). Ketika sebuah wilayah membutuhkan infrastruktur maka negara akan memenuhinya agar aktifitas masyarakat bisa berjalan lancar.                     

Islam membawa manusia dari gelapnya peradaban menuju cahaya, jadi negara akan mendorong dan menfasilitasi masyarakat menjadi orang-orang yang cerdik dan beradab. Maka tidak heran ketika Islam memimpin, menjadi mercusuar pendidikan dunia. Kemudian masalah campur tangan asing, Islam menjadikan negara yang independen dalam mengatasi masalah, tidak akan membiarkan negara atau organisasi asing ikut campur begitu saja dalam mengatasi masalah dalam negeri. Sehingga benih-benih disintegrasi akan segera bisa diatasi. 

Maka jika ingin masalah Papua  segera usai, dan bumi Cendrawasih tetap dalam pangkuan ibu pertiwi, tiada lain harus segera kembali kepada aturan yang telah menciptakan Papua, yakni aturan Allah 'azza wa jalla.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak