Oleh: Hamnah B. Lin
Dilansir oleh suara.com 6/2/2023, nama selebgram Awkarin mendadak menduduki trending topic sejak Minggu (5/2/2023) malam sampai Senin (6/2/2023) siang. Setelah ditelusuri rupanya ini berkaitan dengan postingannya yang memicu kontroversi. Dalam akun @awkarin di Instagram, pemilik nama asli Karin Novilda ini membagikan pemikirannya tentang beda agama.
"Di banyak contoh pun, perkawinan campuran anatra muslim dan non muslim berlangsung baik-baik saja tanpa keributan dalam rumah tangga mereka," tulisnya. "Tetapi, masih banyak orang muslim yang menggunakan ayat yang mereka percaya untuk mempertahankan pendapat bahwa pernikahan berbeda agama dilarang," sambungnya lagi. Padahal, juga terdapat mazhab besar Islam yang mengizinkannya dengan syarat tertentu," terangnya.
Sungguh miris, seoraang muslim apalagi dia adalah publik vigur yang memiliki pemikiran demikian. Sistem kapitalisme liberal—yang meminggirkan keberadaan Allah Taala sebagai Sang Pembuat Hukum—meniscayakan untuk menerapkan produk hukum buatan di tengah kehidupan manusia. Akal manusia yang terbatas seolah panglima dalam menentukan benar/salah maupun terpuji/tercela. Namun, pada akhirnya, bukan akal yang memimpin, justru hawa nafsu manusialah yang memimpin. Inilah yang terjadi dalam derasnya arus moderasi beragama saat ini, tanpa banyak kaum muslim ketahui.
Ketika kita mengikuti perjalanan isu pernikahan beda agama, tampak sekali ada upaya sistematis untuk mengeliminasi hukum Allah di negeri mayoritas muslim ini. Sangat disayangkan, meski secara legal masih menganut UUP 1/1974 yang mengatur pernikahan harus dalam kerangka akidah yang sama, tetapi negara memfasilitasi keabsahan pernikahan beda agama melalui penetapan pernikahan oleh Pengadilan Negeri dan penerbitan kutipan akta nikah oleh Kantor Catatan Sipil sebagai pernikahan tercatat.
Walhasil, pernikahan dianggap sah yang terkait anak, harta bersama, warisan, dan sebagainya. Dengan demikian, maraknya nikah beda agama tidak bisa dilepaskan dari fasilitas sistemis yang bernuansa liberalisme, buah dari tatanan kehidupan sekuler yang diadopsi di negeri ini. Sebab itulah, selama paham sekularisme dan ajaran demokrasi dianut oleh kaum muslim, praktik pernikahan beda agama akan terus berjalan. Tidak ada yang mencegah mereka meskipun nikah beda agama dinyatakan melanggar undang-undang.
Pernikahan merupakan komponen terkecil dari peradaban Islam. Lewat pernikahan akan terlahir generasi pemimpin umat pelanjut risalah Islam. Oleh karena itu, pernikahan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan setiap individu muslim sebab akan menjadi penentu wajah peradaban umat Islam pada masa mendatang. Dalam Islam, negara berkewajiban mendidik dan melindungi umat dari pemahaman yang keliru, seperti pernikahan beda agama. Negara wajib mencegah pernikahan batil tersebut terjadi. Negara juga akan menghukum para pelakunya, juga pihak-pihak yang mengadvokasinya.
Pencegahan terhadap nikah beda agama juga bertujuan untuk melindungi akidah kaum muslim. Allah Swt. mengingatkan bahwa orang-orang kafir akan berusaha memengaruhi pasangannya yang muslim untuk murtad dari agamanya.
Islam melarang tegas nikah beda agama. Setidaknya ada dua alasan.
Pertama, nikah beda agama jelas bertentangan dengan nas atau dalil Al-Qur’an maupun Hadis. Salah satunya QS Al-Baqarah: 221 yang dilatarbelakangi dari sebuah peristiwa yang diriwayatkan oleh Abu Hatim.
Ibnu Al-Mundzir dari Muqatil bin Hayyan berkata, “Ayat ini turun terkait dengan cerita Martsad al-Ghanawi yang meminta izin kepada Rasulullah saw. untuk menikahi seorang perempuan musyrik yang mempunyai strata sosial yang bagus pada kabilahnya bernama ‘Anaq. Martsad berkata, ‘”‘Ya Rasulullah, sungguh aku tertarik (untuk menikahi) perempuan ‘Anaq itu.'”‘ Lalu Allah menurunkan ayat ini sebagai jawaban atas pertanyaan sahabat Martsad al-Ghanawi.
“Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun ia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun ia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga; dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.”
Imam Ibnu Jarir ath-Thabari berkata, “Allah mengharamkan wanita-wanita mukmin untuk dinikahkan dengan lelaki musyrik mana pun (baik ahli kitab maupun bukan).” (Jami’ al-Bayan 2/379).
Alasan kedua, nikah beda agama tidak sesuai dengan tujuan ditetapkannya syariat Islam (maqashid asy-syariah). Sebagaimana diketahui, tujuan maqashid syariah meliputi lima hal, yakni penjagaan terhadap agama, jiwa, harta, keturunan, dan akal.
Nikah beda agama bukan hanya bertentangan dengan prinsip penjagaan agama, melainkan juga dengan empat hal lainnya. Hal ini karena permasalahan keluarga dan agama memiliki kompleksitas yang saling terkait. Misalnya, terkait penjagaan harta, nikah beda agama sangat berdampak pembagian waris, yakni bahwa Islam telah menetapkan antara muslim dan nonmuslim tidak saling mewarisi.
Begitu pula dengan persoalan penjagaan keturunan, nikah beda agama akan terkait nasab dan perwalian anak, dll. Walhasil, Islam tegas melarang nikah beda agama antara perempuan muslim dan laki-laki nonmuslim.
Maka tidak ada jawaban lain bagi seorang muslim atas aturan yang Allah SWT tetapkan selain "sami'na wa ato'na", saya mendengar dan saya taat. Hanya dengan aturan Islamlah, mulai dari agama, jiwa, harta, keturunan dan akal kita dijaga. Hanya dengan diterapkannya aturan Islam sajalah keberkahan akan diterapkannya aturan Islam bisa kita rasakan. Ketegasan aturan Islam juga akan mengakhiri seluruh kontroversi yang manusia buat tentang kebolehan nikah beda agama.
Walllahu a'lam.