Oleh : Hj. Sopiah
Kementrian agama usulkan biaya haji 2023 naik menjadi 69 juta rupiah. Hal ini tentu saja mengagetkan bagi para calon jamaah haji 2023 dan juga menimbulkan pertanyaan akan komitmen negara dalam memudahkan ibadah rakyatnya. Dan kenaikan ini justru menimbulkan dugaan adanya kapitalisasi ibadah, di mana negara mencari keuntungan dari dana haji rakyat.
Usulan kenaikan biaya haji ini sungguh ironis karena seyogyanya negara yang mayoritas rakyatnya muslim memfasilitasi para calon jamaah haji untuk melaksanakan rukun Islam ke lima.
Mahalnya biaya haji di Indonesia tidak terlepas dari sistem atau ideologi yang diterapkan yakni kapitalisme sekularisme. Dan dampak tersebut mempengaruhi pola pikir dan pola sikap penguasa negeri-negeri muslim. Tak ayal pelayanan publik pun acap kali dikomersilkan seperti pendidikan, kesehatan bahkan ibadah haji.
Dan saat ini pengurusan haji diurus oleh negara masing-masing tanpa ada kesatuan pelayanan karena tiada kesatuan kepemimpinan.
Lantas bagaimana solusi untuk permasalahan ini? Tentu saja hanya dengan sistem Islam pengelolaan ibadah haji dapat berjalan sesuai harapan karena dalam sistem Islam penguasa wajib melakukan ri'ayah (pelayanan) bukan bersikap komersil/mengambil keuntungan dari jamaah. Negara berkewajiban melayani rakyat sebagai tamu-tamu Allah tanpa ada unsur bisnis. Jauh dari konteks investasi atau keuntungan dari ibadah.
Penjagaan terhadap rukun Islam dan aturan lainnya secara sempurna niscaya terjadi dalam khilafah Islamiyah yang merupakan kepemimpinan umum kaum muslim yang menerapkan syariat Islam dan mengemban dakwah ke seluruh penjuru dunia. Hanya dalam naungan khilafah dapat tercipta kehidupan berlimpah rahmat bagi semesta alam.
Wallahu'alam.