Oleh : Ummu Aqeela
Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun,
Korban tewas gempa Turki dan Suriah telah menembus 41.000 orang. Tim penyelamat berjuang melawan waktu untuk menyelamatkan korban yang masih tertimbun reruntuhan.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan korban tewas di Turki mencapai 35.418 orang. Menurutnya, lebih dari 2,2 juta orang telah meninggalkan daerah yang paling parah dan ratusan ribu bangunan tak dapat dihuni lagi.
Adapun, korban tewas di Suriah berdasarkan laporan Reuters telah mencapai 5.814 orang.
"Kita menghadapi salah satu bencana alam terbesar, tak hanya di negara kita, tetapi juga di sejarah umat manusia," tuturnya, dilansir Reuters, Rabu (15/2/2023).
Mereka yang diselamatkan pada Selasa termasuk dua saudara laki-laki, berusia 17 dan 21 tahun, ditarik dari sebuah blok apartemen di provinsi Kahramanmaras, dan seorang pria dan wanita muda Suriah setelah lebih dari 200 jam berada di dalam reruntuhan. Mungkin masih ada orang yang masih hidup untuk ditemukan, kata seorang penyelamat.
Namun, otoritas PBB mengatakan fase penyelamatan akan segera berakhir, dengan fokus beralih ke tempat berlindung, makanan, dan sekolah. (CNBC Indonesia, Rabu 15 Februari 2023)
Peristiwa bencana tentunya tidak terjadi begitu saja, tetapi banyak faktor yang menjadi penyebabnya. Jika para ilmuwan dan para ahli berpendapat bahwa rentetan bencana yang melanda negeri ini adalah sebuah fenomena alam saja, maka bagi seorang muslim pemahaman terjadinya bencana alam tidak boleh hanya sampai di situ saja. Jika saat ini segala bencana dikaitkan dengan dosa-dosa kita sebagai manusia, bisa jadi itu benar.
Coba lihat sekarang, kemaksiatan, keserakahan sudah menjadi kebiasaan, baik ditingkat struktural ( Pemerintahan ) ataupun kultural ( masyarakatnya ). Banyak ajaran Islam ditinggalkan, satu persatu ulama disingkirkan, bahkan syari’at islam dianggap sebagai gangguan atas kemajuan.
Maka ingatlah firman Allah:
وَإِذَا أَرَدْنَا أَنْ نُهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيرًا
“Jika Kami menghendaki menghancurkan suatu negeri, Kami perintahkan orang-orang yang hidup mewah (berkedudukan untuk taat kepada Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan daiam negeri tersebut, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya,” (Al-Isra'[17]: 16).
Dalam pandangan hidup Islam, setiap apapun yang terjadi di atas permukaan bumi semuanya tidak terlepas dari takdir Allah, sebagaimana firmanNYA:
وَمَا تَسْقُطُ مِن وَرَقَةٍ إِلاَّ يَعْلَمُهَا وَلاَ حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الأَرْضِ وَلاَ رَطْبٍ وَلاَ يَابِسٍ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مُّبِينٍ
“Dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata “ Lauhul Mahfudh.“ (QS: Al An’am : 59) .
Oleh sebab itu, sebagai seorang mukmin kita harus meyakini bahwa setiap bencana dan musibah adalah kehendak Allah SWT. Disamping itu kita juga harus meyakini bahwa dalam setiap bencana atau musibah dan apa saja yang terjadi itu merupakan takdir ilahi yang mempunyai maksud dan tujuan tertentu, sebab tidak ada kejadian di muka bumi ini terjadi dengan sia-sia tanpa kebaikan dan tujuan tertentu. Demikian pula dengan setiap bencana alam yang terjadi, baik itu gempa, banjir, dan lain sebagainya, semua itu terjadi bukan sekedar kejadian alam semata-mata. Dapat kita katakan bahwa bagi orang yang bermaksiat, maka bencana alam itu merupakan peringatan dari Allah SWT, sedangkan bagi orang yang ta’at, maka bencana itu merupakan ampunan dosa dan peluang pahala.
Dan bagi mereka yang berbuat maksiat dan kedzaliman, tetapi Tuhan biarkan dan tidak diberi peringatan, sampai suatu saat terakhir nanti Allaah SWT berikan balasannya secara langsung di akhirat, Allaah SWT hanya menunda azabNYA. Sedang bagi orang yang melakukan kemaksiatan dan diberi peringatan dengan musibah dan bencana, berarti Allah masih sayang kepada mereka, masih mengajak mereka agar kembali kepadaNya dan memberikan kesempatan untuk bertobat dan kembali ke jalan syari’at.
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوفْ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الأَمَوَالِ وَالأنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُواْ إِنَّا لِلّهِ وَإِنَّـا إِلَيْهِ رَاجِعونَ
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang yang berkata : Sesungguhnya kami ini adalah milik Allah dan kembali kepadaNya “Inna lillahi wa inna ilahi rajiun. “ (QS. al Baqarah : 155-156).
Maka saat ini yang harus dilakukan adalah muhasabah lalu pembenahan, baik pembenahan secara lahir maupun batin. Korban bencana adalah saudara kita juga ,maka bantulah dengan kesanggupan yang kita punya. Di sinilah kesabaran dari ujian itu terlihat. Di balik bencana ada peringatan moral, termasuk maksiat yang masih terpelihara. Itulah mengapa Kahlifah Umar bin Abdul Aziz ketika terjadi gempa langsung menyurati para gubernurnya agar bertaubat dan banyak bersedekah di jalan Allah.
Ada pesan disetiap bencana yang ada, sentilan rasa kemanusiaan di balik bencana adalah persatuan dalam kepedulian nasib sesama. Tak peduli ormas dan pilihan politik, ataupun tersekat beda negara, siapa pun berhak membantu dan siapa pun wajib dibantu karena umat Islam adalah satu tubuh. Sedangkan pesan bagi umat seluruhnya adalah bahwa kita adalah umat yang lemah dan tak berdaya, tak pantas sombong dengan menolak apa yang telah diperintahkan-Nya. Penting dalam setiap ujian tidak hanya alasan kedatangannya, juga sikap kita menghadapi ujian apakah disikapi makin mendekat dengan ketaatan atau makin menjadi bersama kemaksiatan.
Wallahu’alam bishowab