Oleh : Eti Fairuzita
Minyak goreng besutan pemerintah yang diluncurkan tahun lalu, MinyaKita, mendadak langka di sejumlah daerah. Kalaupun ada, harga jual dari pedagang melonjak hingga Rp 20.000 per liter. Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 49 Tahun 2022, minyak goreng rakyat terdiri atas minyak curah dan MinyaKita yang diatur oleh pemerintah dengan harga eceran tertinggi (HET) sebesar Rp 14.000 per liter. Namun kini barangnya pun susah didapat alias langka.
Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan memastikan suplai MinyaKita sebanyak 450.000 ton hanya akan tersedia di pasar tradisional. "MinyaKita kita cek lagi, enggak boleh dijual online. Kita suruh jual di pasar. Tapi nanti akan ada masalah lagi, Kok di supermarket enggak ada, ya memang ini untuk pasar, online juga enggak boleh," ujar Zulkifli dilansir dari Antara, Jumat (3/2/2023).
Kelangkaan minyak kembali terjadi, justru pada produk yang diadakan untuk menekan harga minyak. Hal ini menggambarkan adanya kesalahan pengelolaan pemenuhan salah satu kebutuhan rakyat. Meski telah dibuat berbagai kebijakan, namun selama kapitalisme masih menjadi asas, maka kebijakan tersebut tak akan mungkin memecahkan persoalan. Terlebih, semua pengusaha menjadikan keuntungan sebagai tujuan, karena itu tak mungkin mereka ‘bersedia’ memenuhi kebutuhan rakyat dengan harga yang terjangkau dan murah.
Menyerahkan segala kepengurusan rakyat kepada swasta memang sudah menjadi ciri khas negara yang ménerapkan sistem kapitalisme yang melegalkan sektor apapun untuk dikomersialisasikan termasuk kebutuhan pangan. Negara tidak lebih dari sekedar regulator yang hanya mengotak-atik kebijakan, sebab dalam sistem kapitalisme negara tidak boleh berperan sebagamana fungsinya karena bisa menghambat kebebasan individu (kapital).
Alhasil kebijakan pemerintah seputar minyak goreng hanya berputar pada otak-atik pola peraturan distribusi.
Hal itu pun diarahkan pada swasta tanpa menyentuh
aspek mendasar soal pemenuhan kebutuhan dasar rakyat. Oleh karena itu, kebijakan DMO sebenarnya tidak akan menyelesaikan masalah selain hanya meredam gejolak sosial sesaat. Ataupun dengan intervensi harga eceran tertinggi bahkan pembatasan pembelian pun tidak mampu membuat masalah minyak goreng ini kunjung selesai.
Sangat berbeda ketika kebutuhan pangan diatur oleh sistem Islam yang disebut Khilafah. Khilafah merupakan institusi yang menerapkan hukum-hukum syariat dalam setiap lini kehidupan akan memastikan di setiap kebijakanya tidak akan menyusahkan rakyat. Maka untuk menyelesaikan polemik minyak goreng, ada beberapa langkah yang akan dilakukan oleh Khilafah. Pertama, Khilafah akan bertanggung jawab memetakan kebutuhan pangan seluruh warga negaranya, pemetaan ini berkaitan dengan pola distribusi, sehingga bisa dipastikan setiap wilayah tidak akan mengalami kekurangan stok minyak.
Khilafah juga akan mengkaji wilayah mana saja yang menjadi penopang kebutuhan, kemudian Khilafah menyediakan bibit, pupuk, hingga bantuan modal dan sarana pertanian yang memudahkan para petani dalam memenuhi kebutuhan mereka.
Hadirnya peran negara dalam produksi, penyediaan sarana produksi, dan distribusi akan menjamin stok minyak mencukupi untuk kebutuhan domestik.
Kedua, Khilafah menerapkan pembagian kepemilikan umum. Di dalam Islam, perkebunan kelapa sawit termasuk ke dalam kekayaan milik umum yang bisa dimanfaatkan secara langsung oleh rakyat. Maksudnya rakyat bisa mengelola perkebunan kelapa sawit sesuai dengan batasan-batasan syariat. Oleh karenanya, Khilafah berperan mengendalikan produksi dan distribusinya agar kemaslahatannya dapat dirasakan oleh seluruh rakyat. Konsep ini tidak akan memberi kesempatan pada swasta sebagaimana dalam sistem kapitalisme saat ini.
Ketiga, Khilafah melakukan pengawasan, menjaga mekanisme pasar, serta menerapkan sanksi bagi kejahatan ekonomi. Sistem ekonomi dalam Islam, mendorong perdagangan sesuai syariat dan mencegah terjadinya liberalisasi perdagangan maka aktivitas kartel, penimbunan, monopoli, penipuan, curang dan spekulasi merupakan perbuatan haram. Apabila ada yang melanggar, maka hukuman ta'zir akan dikenakan kepadanya.
Selain itu, khilafah akan memerintahkan qadhi hisbah untuk mengawasi, menjaga mekanisme pasar, mereka akan mengontrol pasar untuk memastikan ketersediaan kebutuhan pokok, menindak jika ada penimbunan atau spekulatif termasuk menindak perilaku curang dalam ukuran dan penimbangan. Khilafah juga tidak akan campur tangan dalam masalah harga, karena penetapan harga akan mengacaukan mekanisme pasar dan lebih dari itu, kebijakan penetapan harga dilarang oleh Rasulullah Saw.
"Siapa saja yang melakukan intervensi pada sesuatu dari harga-harga kaum muslim untuk menaikan harga atas mereka, maka adalah hak bagi Allah untuk mendudukannya dengan tempat duduk dari api pada hari kiamat kelak,"(HR. Ahmad, Al-Hakim, dan Al-Baihaqi).
Wallahu alam bish-sawab
Tags
Opini