Menyorot Kepemimpinan Indonesia Dalam ASEAN



Oleh : Eti Fairuzita



Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) masih mempunyai peran penting bagi kawasan dan dunia di tengah-tengah kondisi berbagai krisis yang terjadi saat ini. Hal itu disampaikan Presiden saat berpidato dalam pembukaan kegiatan Kick Off Keketuaan ASEAN-Indonesia 2023, di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Minggu (29/1/2023).

"Krisis ekonomi, krisis energi, krisis pangan, semuanya, perang, semuanya sedang terjadi," kata Jokowi.  KTT ASEAN "Tetapi saya yakini bahwa ASEAN masih penting dan relevan bagi rakyat, bagi kawasan, dan bagi dunia," ujar Jokowi. https://nasional.kompas.com/read/2023/01/29/08222601/presiden-jokowi-sebut-asean-masih-relevan-di-tengah-krisis-dunia.

Pada faktanya, dunia memang sedang dilanda multi krisis. Mulai dari krisis ekonomi, krisis energi, krisis pangan, maupun krisis perang. Tentu sebuah negara membutuhkan kebijakan yang tepat untuk menghadapi permasalahan ini, termasuk kebijakan politik luar negerinya. Politik luar negeri adalah mercusuar suatu negara. Ketika negara itu kuat dan berdaulat atas negaranya, dia akan memiliki bargaining position dalam kancah internasional.

Negara-negara yang bekerja sama dengannya tidak akan sampai mendikte kedaulatan negara tersebut. Saat ini keberadaan organisasi negara-negara masih diyakini membawa manfaat termasuk Indonesia, padahal sejatinya organisasi tersebut hanyalah perpanjangan tangan negara kuat yang akan memperdaya negara lemah.

Konsep pasar bebas hanya menjadikan negara maju semakin untung, sedangkan negara berkembang jadi tempat jajahan produk-produk negara luar. Apalagi kebijakan polugri Indonesia yang bebas aktif dan kebijakan masing-masing negara, ASEAN sering kali tidak mampu mencapai kata sepakat atas persoalan tertentu dan ujung-ujungnya sebuah negara berjalan sendiri sesuai kapasitas pemimpinnya.

Apalagi faktanya, penguasa hari ini terjerat dalam sistem kapitalisme yang membuat mereka tunduk di bawah kekuasaan para negara pemilik modal. Sistem ekonomi kapitalisme membuat negara yang memiliki modal banyak bisa menekan kebijakan negara berkembang. Bahkan, ketika negara berkembang memiliki SDA yang melimpah, namun kondisinya tetap termiskinkan. 
Hal ini karena kapitalisme memperbolehkan para kapital menguasai kekayaan milik umum dan dimuluskan dengan undang-undan yang pro pemilik modal. Tentu jika konsep kerja sama luar negeri berjalan dengan cara seperti ini, kata sejahtera, kuat, berdaulat, dan mandiri tidak akan pernah terwujud. 

Islam mengharuskan negara kuat, mandiri, dan berdaulat. Kerja sama dengan negara-negara dibolehkan selama tidak membahayakan kepentingan negara. Karena itu, Islam telah mengatur dan menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam menjalin hubungan luar negeri.
Secara geopolitik Islam, sebuah wilayah hanya dibagi menjadi 2 wilayah. Yaitu Darul Islam (negara Islam) dan Darul kufur (negara kafir). 

Negara Islam adalah negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan bermasyarakat maupun bernegara. Secara hukum fikih, negara ini lazim disebut sebagai Khilafah Islamiyah.
Wilayah negara Islam adalah negeri-negeri Islam yang disatukan dengan kepemimpinan yang satu. Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab 'Nidzamul Islam' menyebutkan bahwa, sekalipun mayoritas penduduk sebuah wilayah itu non-muslim, jika sistem negara yang diterapkan adalah syariat Islam maka negara itu disebut negara Islam.

Sejarah telah mencatat, luas negara Islam selama 1300 tahun seluas 2/3 dunia.
Kebijakan dalam negeri Khilafah, seperti sistem ekonomi, politik, pendidikan, kesehatan, sosial, dan lainnya maupun luar negeri wilayah seluas itu didasari dengan hukum syariah. 
Sementara negara kufur adalah negara yang tidak menerapkan syariat Islam, sekalipun penduduknya mayoritas Islam. Maka, ketika Khilafah melakukan kerja sama luar negeri, Khilafah hanya berhadapan dengan darul kufur. 
Adapun darul kufur diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu kafir harbi hukman (musuh potensial) dan kafir harbi fi'lan, yakni musuh riil.

Negara kafir hukman ada kalanya terikat perjanjian dengan negara Khilafah. Sehingga disebut Daulah Mu'ahadah (negara yang terikat perjanjian). 
Namun ada kalanya negara kafir hukman yang tidak terikat perjanjian namun meminta perlindungan kepada negara Khilafah, maka negara ini disebut kafir Musta'man atau negara yang mendapat jaminan keamanan. Khilafah boleh melakukan kerja sama dengan negara kafir Mu'ahadah dengan syarat kerja sama ini tidak menimbulkan kerugian dan mengancam kedaulatan. Contoh negara ini seperti, Jepang, Korea, dan sejenisnya.

Khilafah sama sekali tidak boleh melakukan kerja sama dengan negara kafir harbi fi'lan, hubungan yang terjalin hanyalah hubungan perang. Sebab membuka hubungan dagang dengan kafir harbi fi'lan, sama saja membuka jalan bagi mereka untuk menguasai kaum muslimin. Negara kafir harbi fi'lan adalah mereka yang kerap menyiksa kaum muslimin. Dengan demikian, jika dilihat saat ini contoh negara ini adalah seperti Amerika, Rusia, Israel, Prancis, Inggris, Cina, dan Australia.
Kerja sama Khilafah dengan negara kafir selalu memperhatikan klasifikasi ini. Dengan ketentuan ini, maka negara Khilafah dapat berdaulat penuh atas negaranya dan mengurus rakyatnya.

Wallahu alam bish-sawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak