Kekerasan seksual yang terjadi di kampus, masih menjadi persoalan yang belum bisa dituntaskan di negeri ini. Kasus ini jelas menodai dunia pendidikan, sebuah tempat yang diharapkan terjadi pembentukan karakter dan jati diri bangsa, tetapi kini perguruan tinggi menempati urutan pertama untuk kekerasan seksual di lingkungan pendidikan, dengan 35 kasus, pada tahun 2015 hingga 2021. (Voaindonesia, 12/4/2022)
Berbagai upaya telah dilakukan, salah satunya dengan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS). Tugas Satgas PPKS adalah sosialisasi, serta membentuk layanan bagi mahasiswa dan staf yang ingin menyampaikan permasalahan terkait pelecehan seksual, kemudian melakukan penanganan serta pendampingan bagi para korban.
Saat ini 125 Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Indonesia, yaitu 76 PTN Akademik, 20 PTS dan 49 PTN Vokasi, telah membentuk Satgas. Sedangkan 109 Perguruan Tinggi Swasta (PTS) sedang dalam proses pembentukannya. Keberadaan Satgas PPKS merupakan amanat Peraturan Mendikbudristek No. 30/2021. Keanggotaannya terdiri atas unsur pendidik, tenaga kependidikan, dan mahasiswa. Dengan jumlah anggota yang ditetapkan harus gasal paling sedikit lima orang.
Satgas melakukan pendataan dan survey, sosialisasi program, koordinasi dengan instansi terkait sebagai upaya tindak lanjut penanganan kekerasan seksual. Bahkan seluruh sivitas akademika terlibat untuk menciptakan ruang yang nyaman dari kekerasan seksual.
Namun sayangnya, di luar lingkungan kampus, masih belum tersentuh. Padahal dari sanalah mereka berasal, dengan lingkungan dan latar belakang yang beragam. Maka perlu upaya sistemik dan komprehensif mencegah dari akar masalah, agar seluruh kerusakan ini dapat diperbaiki dengan solusi sahih.
Seperti kita ketahui bahwa kekerasan seksual masih erat kaitannya dengan kehidupan saat ini yang hedonis dan serba permisif. Hedonisme adalah gaya hidup yang menjadikan seseorang selalu fokus mencari kesenangan. Sedangkan permisif adalah sikap terbukanya seseorang pada hal-hal yang dianggap baik.
Keduanya menjadi berbahaya sebab tegak di atas pondasi sekularisme, yang menegasikan peran Allah dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa kendali agama, maka seseorang akan terus mengejar kepuasannya sekalipun bertentangan dengan nilai agama. Termasuk di antaranya pemenuhan dorongan naluri berkasih sayang yang ditempuh dengan cara-cara kekerasan.
Maka wajar jika beragam kejahatan muncul, termasuk di antaranya kejahatan seksual, yang membuat potret kehidupan masyarakat, semakin buram. Lemahnya penegakan hukum atau sistem persanksian pun tak ayal menjadi faktor pendukung. Sebagaimana disampaikan oleh Menteri PPPA Bintang Puspayoga, bahwa banyak kasus kekerasan seksual yang tidak terselesaikan atau bahkan berujung damai.
Beragam regulasi termasuk UU Perlindungan Anak dan revisinya, UU PKDRT, bahkan UU TPKS, telah dikeluarkan, pun belum mampu menyelesaikan persoalan kekerasan seksual di negeri ini. Maka satu-satunya harapan adalah kembali kepada pengaturan Allah subhanaahu wa ta'ala, Sang Empunya langit dan bumi. Dengan cara mengembalikan peran Allah sebagai al-Mudabbir (Sang Pengatur) di dalam kehidupan sehari-hari.
Perlu membangun kesadaran seluruh warga bahwa Allah adalah satu-satunya zat yang wajib disembah. Konsekuensinya adalah, taat pada seluruh perintah Allah dan menjauhi larangannya. Dengan menancapnya keimanan, akan menjadikan seluruh komponen masyarakat berhati-hati dan menyandarkan aktivitasnya hanya untuk mendapat ridho Allah.
Melalui penerapan Islam kafah, masyarakat terjaga untuk beraktivitas produktif. Negara juga membatasi tayangan dan tampilan pornografi pornoaksi, sehingga tidak mengalihkan perhatian masyarakat untuk menjauhi kemaksiatan serta fokus membangun peradaban. Negara menjadi pemeran utama dalam menciptakan suasana keimanan di tengah masyarakat.
Penjagaan interaksi pria dan wanita pun perlu pengaturan yang benar, sesuai syariat. Berbagai bentuk ketaatan yang diakomodir oleh negara, menjadikan upaya prefentif yang bersifat menyeluruh untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual. Begitu pula halnya dengan penegakan persanksian, tujuannya agar tidak muncul kasus serupa di kemudian hari.
Inilah sebaik-baik negara yang yang memberi rasa aman dari berbagai macam ketakutan, yakni negara yang menerapkan Islam kafah. Allahuma ahyanaa bil Islam.
Tags
Opini