Putri Ratu Evina
(Aktivitas Dakwah Kampus)
Pemenuhan asupan gizi seimbang yang diberikan kepada anak sejak 1000 hari pertama kehidupannya sangat berpengaruh dan tidak dapat tergantikan dampaknya bagi tumbuh kembang anak tersebut kedepannya. Namun sayangnya persoalan pemenuhan gizi ini masih menjadi masalah besar yang belum mampu diselesaikan negeri ini. Salah satu dampak utamanya yaitu tingginya angka prevalensi stunting, atau terhambatnya perkembangan otak dan tumbuh kembang anak.
Menurut hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementrian Kesehatan Republik Indonesia pada Rapat Kerja Nasional BKKBN, prevalensi balita stunting di Indonesia sebesar 21,6% pada tahun 2022. Angka ini menggambarkan 1 dari 5 balita Indonesia mengalami stunting. Jumlah ini masih diatas nilai standar WHO yang seharusnya di bawah 20%. Kemiskinan, rendahnya pendidikan orang tua, minimnya layanan kesehatan, ketahanan pangan yang lemah, dan harga bahan pangan yang mahal, adalah beberapa faktor utama penyebab tingginya prevalensi stunting ini.
Permasalahn gizi yang terjadi saat ini bukan hanya perihal gizi kurang tapi juga gizi lebih. Di Indonesia sendiri terdapat tiga beban utama permasalahan gizi (triple burden) yaitu stunting, wasting dan obesitas, serta kekurangan zat gizi mikro. Bahkan dalam kasus gizi lebih, menurut Ketua Unit Kerja Koordinasi Endokrinologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Muhammad Faizi, Sp.A (K) prevalensi diabetes pada anak meningkat 70 kali lipat pada Januari 2023 jika dibandingkan dengan jumlah kasus diabetes pada anak tahun 2010. Fenomena ini berkaitan erat dengan pola makan tidak sehat masyarakat saat ini. Dalam rangka menanggulangi stunting ini, Ketua Pengurus Pusat IDAI dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A (K) menyarankan agar anak-anak diberikan asupan protein hewani ditambah sayuran hijau, yang akan membuat anak kenyang lebih lama sehingga mengurangi konsumsi makanan serta camilan yang tidak sehat.
Tentunya orang tua mana pun, bukanya sengaja tidak ingin memberikan anaknya makanan yang bergizi, tetapi dengan kemampuan ekonomi yang tidak memadai karena kemiskinan dan kesenjangan sosial yang begitu tinggi menjadikan banyak keluarga kesulitan memenuhi gizi seimbang sang buah hati. Sungguh miris hal ini bisa terjadi di indonesia yang memiliki sumber daya alam yang amat melimpah.
Indonesia dengan ketersediaan sumber daya energi yang melimpah, baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui. Belum lagi kekayaan laut serta hutannya. Namun kini semua ketersediaan ini tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat karena telah di privatisasi. Bahkan, tak sedikit sumber daya alam yang deserahkan pengelolaannya oleh negara kepada swasta. Akibatnya, terjadilah kesenjangan sosial karena kekayaan hanya berputar pada segelintir orang yang memiliki modal saja.
Pada akhirnya negara tidak dapat menjamin kesejahteraan masyarakat, termasuk terpenuhinya jaminan kesehatan. Karena distribusi kekayaan yang tidak merata tersebut, masyarakat menengah kebawah semakin sulit memenuhi kebutuhan hidupnya. Jangankan untuk memperoleh makanan yang bergizi, bahkan untuk kebutuhan makan tiga kali sehari pun belum tentu bisa mereka cukupi. Harapan kesehatan serta jaminan pemenuhan gizi seimbang sampai saat ini memang masih menjadi masalah yang begitu besar.
Harapan kesehatan serta jaminan pemenuhan gizi seimbang memang masih menjadi masalah yang begitu besar, dan gagalnya negara menjamin kesejahteraan memang adalah hal yang jelas terjadi. Kesejahteraan yang dimaksud di sini adalah terpenuhinya kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan masyarakat.
Islam dengan seperangkat aturannya yang sempurna dan paripurna telah terbukti mampu memberikan standar kelayakan hidup kepada masyarakat. Sistem Ekonomi Islam telah menjamin tercapainya pemenuhan seluruh kebutuhan pokok (primer) setiap warga negara Islam secara menyeluruh baik kebutuhan yang berupa barang maupun jasa. Islam mewajibkan Khalifah atau penguasa menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok rakayatnya dengan menerapkan seluruh syariat Islam secara kaaffah. Sebagaimana dalam sebuah hadits Nabi SAW bersabda, “setiap dari diri kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab untuk orang- orang yang dipimpin, jadi penguasa adalah pemimpin dan bertanggungjawab atas rakyatnya” (HR. Bukhari dan Muslim).
Teladan kepemimpinan Islam yang telah membuktikan peran penguasa dan sistem Islam dalam menjamin kebutuhan rakyat. Hal ini ditunjukkan dalam salah satu kisa di masa kepemimpinan Khalifah Umar Bin Abdul Aziz. Pada era itu, Khalifah Umar bin Abdul Aziz telah mengentaskan rakyatnya dari kemiskinan. Semua rakyatnya hidup berkecukupan. Kemakmuran umat, ketika itu tak ada yang termasuk dalam golongan yang berhak menerima zakat, bahkan tak hanya terjadi di satu wilayah Afrika, tetapi juga merata di seluruh penjuru wilayah kekuasaan Islam, seperti Irak dan Basrah.
MasyaAllah, berapa rindu kita dengan masa kepemimpinan dibawah naungan Sistem Islam yang mampu mensejahterakan umat manusia. Dengan seperangkat sistem kehidupan di dalam Islam menjadikan kebutuhan akan hajat primer masyarakat terjamin pemenuhannya. Wallahu'alam bishowab.