Oleh : Eti Fairuzita
(Menulis Asyik Cilacap)
Belakangan ini, isu kasus penculikan anak semakin masif di sejumlah daerah. Bahkan dinyatakan darurat. Anak yang diculik dipaksa ngemis, menjadi korban hasrat seksual, hingga organ tubuhnya dijual.
Sejumlah pemerintah daerah (pemda) seperti di Semarang, Blora, hingga Mojokerto pun sampai mengeluarkan surat soal isu pencegahan penculikan anak beberapa waktu terakhir. Namun alih-alih menangani, polisi di sejumlah daerah justru menyatakan kasus penculikan anak itu hoaks.
Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jasra Putra mengatakan, meski polisi menyatakan hal tersebut hoaks, alangkah baiknya masyarakat agar tetap mawas diri. Para orang tua untuk memfilter informasi yang hoaks, di samping tetap memastikan lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak.
Sungguh miris nasib anak dalam sistem kapitalis. Anak yang rentan menjadi korban kejahatan tidak mendapatkan tempat yang menjamin perlindungan dan keamanannya. Padahal, upaya untuk mewujudkan 'Idonesia Layak Anak' telah dimulai dengan pengesahan undang-undang nomor 23 tahun 2022 tentang perlindungan anak yang berorientasi pada pemenuhan hak-hak anak. Bahkan dilanjut dengan diterbitkannya Perpres nomor 25 tahun 2021 tentang kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA). Namun upaya-upaya tersebut nyatanya belum membuahkan hasil.
Belum juga tuntas kasus kekerasan verbal, fisik, maupun seksual pada anak, kini muncul kasus penculikan terhadap anak.
Merespon kejadian ini, Nahar, Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementrian PPPA, meminta kepada orang tua dan keluarga untuk memperkuat pengasuhan terhadap anak, sehingga anak tidak mencari perhatian di luar atau bukan orang tuanya. Untuk menghindarkan anak dari penculikan, penjualan, dan perdagangan, Kementerian PPPA menghimbau untuk meningkatkan ketahanan keluarga.
Sejatinya ada banyak faktor yang menjadi penyebab maraknya kasus penculikan anak. Selain lemahnya pengawasan orang tua termasuk rendahnya jaminan keamanan di negeri ini, faktor ekonomi juga berpengaruh besar. Bagaimana tidak, himpitan ekonomi dan lemahnya keimanan para individu masyarakat meniscayakan seseorang melakukan segala hal untuk mendapatkan materi dan keuntungan sebesar-besarnya tanpa mempertimbangkan halal haram. Inilah gambaran masyarakat yang dibentuk oleh sistem kapitalisme sekuler.
Ditambah lagi, penerapan sistem ekonomi kapitalisme juga menjadikan negara gagal menciptakan lapangan pekerjaan yang luas bagi rakyatnya. Akibatnya, banyak kepala keluarga yakni laki-laki yang menganggur. Perempuan (ibu) pun akhirnya ikut bekerja membantu memenuhi nafkah keluarga. Dalam kondisi seperti ini, anaklah yang menjadi korban, sebab para ibu yang seharusnya berperan dalam mendidik, mengasuh, dan mengawasi anak melalaikan tanggung jawab tersebut.
dari sini nampak jelas bahwa keamanan yang merupakan kebutuhan komunal yang wajib diwujudkan negara masih belum menjadi prioritas.
Abainya negara atas keselamatan rakyatnya adalah salah satu bukti lemahnya negara sebagai junnah atau pelindung rakyat. Bahkan keamanan kini menjadi salah satu objek kapitalisasi, sehingga tidak semua rakyat mendapat jaminan keamanan dan perlindungan. Inilah konsekuensi penerapan sistem kapitalisme sekuler di negeri ini.
Berbeda dengan sistem Islam yang hanya bisa diwujudkan di bawah naungan Khilafah Islamiyah. Islam menjadikan keamanan sebagai kebutuhan komunal yang wajib dijamin oleh negara. Oleh karena itu, Islam menjadikan keselamatan semua individu termasuk anak sebagai hal utama yang harus diwujudkan oleh negara.
Dalam Islam, terdapat tiga pihak yang wajib menjaga dan menjamin kebutuhan anak-anak.
Pertama, keluarga sebagai madrasah pertama dan utama, ayah dan ibu harus bersinergi mendidik, mengasuh, dan mencukupi gizi anak, dan menjaga anak-anak mereka dengan basis keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt. Orang tua wajib memberikan perlindungan dan keamanan, berupa perlindungan dari berbagai macam ancaman, kekerasan, baik fisik maupun psikis, serta hal-hal lain yang dapat membahayakan anak.
Kedua, Lingkungan. Dalam hal ini masyarakat berperan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi tumbuh kembang anak. Masyarakat adalah penengontrol perilaku anak dari kejahatan dan kemaksiatan, termasuk pengontrol pelaku individu masyarakat dari kejahatan terhadap anak. Dengan penerapan sistem sosial Islam, maka masyarakat akan terbiasa melakukan amar ma'ruf nahi munkar kepada siapapun.
Ketiga, Negara berperan sebagai periayah utama. Dalam hal ini, fungsi negara adalah memberikan pemenuhan kebutuhan berupa sandang, pangan, dan papan, pendidikan, kesahatan, dan keamanan setiap anak. Pelaksanaan syariat Islam yang sempurna termasuk ketegasan penerapan sanksi hukum bagi pelaku kriminalitas terhadap anak, akan menjamin keamanan dan keselamatan anak. Melalui penerapan sistem ekonomi Islam, negara menciptakan lapangan kerja yang luas bagi seluruh rakyat, terutama laki-laki. Sehingga, peran perempuan sebagai ummu wa rabbatul bayt yakni sebagai ibu dan pengurus rumah tangga dapat berjalan secara optimal. Begitulah, sistem Islam kaffah dalam kepemimpinan Khilafah memenuhi kebutuhan anak dan melindungi mereka.
Wallahu alam bish-sawab
Tags
Opini