Oleh : Ummu Nida Syaadah
(Aktivis dakwah)
TEMPO.CO, Jakarta - Belakangan ini viral di media sosial isu penculikan anak di sejumlah daerah di Indonesia. Pada awal Januari lalu, bocah 11 tahun diculik dan dibunuh oleh dua remaja di Makassar. Motivasi mereka menculik anak-anak karena tergiur besaran uang jual-beli ginjal. Belakangan, muncul video seorang anak yang dimasukan ke dalam karung oleh lelaki tak dikenal. Namun, polisi menyatakan video tersebut hoaks.
Data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) pada 2022, angka kasus penculikan anak mencapai 28 kejadian sepanjang tahun tersebut. Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya yang berjumlah 15 kejadian. Merespon kasus ini, Sekretaris Pusat Studi Gender dan Anak Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Putri Aisyiyah Rachma Dewi mengatakan ada banyak faktor mengapa anak sering menjadi korban penculikan.
Isu penculikan anak. Bahkan, semangkin menyebar di sejumlah wilayah. Berita viral terkait penculikan anak membuat resah masyarakat terutama orangtua. Anak - anak yang diculik sekitaran umur 11 tahun, motif penculikan anak ini lagi - lagi ekonomi, dengan bayaran mahal 1,2 miliyar itu dengan tawaran jual beli ginjal dalam 1 anak, bagaimana pelaku tidak tergiur dengan harga yang pantastis. Apa lagi dimasa yang sangat sulit ini, kemiskinan, sulitnya ekonomi, apa lagi sulitnya mencari lapangan pekerjaan, maka pelaku tidak berpikir panjang lagi untuk melakukan kriminal.
Kalau ditelusuri, penyebabnya adalah buah dari sistem sekulerisme yakni pemisahan agama dari kehidupan. Agama hanya dipakai saat ibadah saja, agama tidak dibawa dalam kehidupan. Lalu manusia memposisikan dirinya sebagai pembuat aturan. Dan aturan yang dibuat syarat dengan kebebasan dalam tingkah laku, dan bebas dalam perbuatan.
Dalam tingkah laku mereka tidak perduli dengan orang yang dirugikan atas perbuatannya seperti kehilangan anaknya. Begitu juga dengan bebas dalam berbuat, pelaku juga bebas melakukan kriminal seperti penculikan dan pembunuhan. Inilah faktor yang membuat pelaku mudah melakukan kriminal.
Jika saja mereka mempunyai keimanan kepada Allah SWT, meyakini rizky minallah yakni semua datangnya dari Allah. Maka mereka akan takut melakukan kejahatan dan tindak kiriminal tersebut.
Seharusnya Negaralah yang memberikan solusi untuk masalah ini. Namun, malah negara memicu terjadinya tindak kejahatan secara tidak langsung. Sebab negara membuat kebijakan yang tidak sesuai. Seperti membuat UU Omnibuslow, PHK dan membayar murah para pekerja, dengan 2 kebijakan ini sudah merugikan rakyat kecil, bukankah ini menambah kemiskinan. Akibat kemiskinan suburlah tindak kriminal termasuk penculikan anak.
Bagaimana islam menyikapi hal ini?
Di dalam sistem Islam yang melakukan tindakan kriminal akan di beri sanksi yang tegas. Bagi pelaku penculik anak akan di beri hukuman takzir oleh Khalifah. Begitu pula bagi yang membunuh diberi hukuman qishos. Bukan hanya menegakkan hukuman, namun memberi perlidungan. Bahkan negara menyediakan lapangan pekerjaan bagi laki-laki dan menjamin seluruh kebutuhan pokok rakyatnya seperti sandang, pangan, dan papan serta kesehatan, keamanan dan pendidikan semua dijamin oleh negara. Maka tidak ada lagi penculikan anak dan kriminal lainnya.
Wa'allahualam bi shawab.