Kronisnya Kebencian Atas Alquran




Sumber gambar: Liputan6.com


Oleh: R. Munica

Geram, tidak terima, begitulah yang dirasakan tatkala mendengar aksi pembakaran Alquran kembali terjadi. Sangat lazim bila kekecewaan serupa juga ditunjukkan oleh umat IsIam dari berbagai penjuru dunia yang merespon aksi tersebut.

Namun sayangnya, berbagai protes yang dilayangkan, termasuk dari berbagai negara sekalipun tak membuat pelecehan terhadap Alquran terhenti total. Berulang ulangnya kasus sejenis adalah bukti bahwa kebencian pada IsIam, termasuk pada simbol keislaman itu nyata dan begitu mengakar.

Rupanya ada something yang membuat kebencian mereka mewaris, menjadi penyakit kronis yang tak kunjung hilang. Bila IsIam kuat, mereka ingin melemahkannya, bila Islam lemah mereka semakin semena-mena, bila Islam ingin kembali bangkit maka mereka tak menghendakinya. Lensa keruh pada pandangan mereka terhadap Islam akhirnya menyembunyikan sumbangsih peradaban Islam atas kemajuan Barat saat ini.

Mereka bisa jadi kurang paham sejarah akan kegemilangan Islam. Literasi tentang sumbangsih peradaban Islam bagi dunia, termasuk Barat bisa jadi luput dari bacaan. Sehingga mudah bagi mereka yang awam terprovokasi oleh narasi Islamophobia yang terus menerus disuarakan oleh mereka yang kebenciannya akut. Akibatnya mereka beranggapan keren bila bisa melukai Islam dan simbol-simbolnya.

Kondisi ini dikarenakan Barat saat ini masih berjaya. Masih leluasa memasang aturan yang diberlakukan di sana. Atas nama kebebasan berekspresi, berpendapat, dll, mereka mendapatkan payung hukum untuk mau berbuat apa saja terhadap yang lain. Termasuk jika itu harus menyenggol Islam ataupun Alquran.

Dengan anggapan bahwa muslim di Barat jumlahnya minoritas, sentilan atas simbol keislaman tak akan memberikan dampak besar. Mereka jumawa karena jumlah dan dasar kebebasan yang dipunya, sehingga sesukanya memainkan Islam dan pemeluknya. Anehnya pembenci Islam juga menjajal melemparkan kebencian mereka pada wilayah yang dihuni mayoritas muslim, namun dengan cara yang berbeda.

Langkah yang mereka pasarkan dengan paksa di negeri berpenduduk mayoritas muslim adalah dengan menancapkan sekulerisme liberal. Membuat cinta dunia, cinta harta dan tahta sebagai sesuatu yang lebih dikejar daripada aspek spiritualitas. Tujuannya agar muslim tak lagi mengindahkan aturan agamanya, atau bahkan sedikit mengenalnya. Sehingga bila ada upaya melecehkan Islam di belahan negeri minoritas, yang di negeri-negeri mayoritas tidak bisa bergerak leluasa menyelesaikan.

Hal seperti itu mungkin tidak akan terjadi ketika umat Islam yang banyak dan tersebar di berbagai negara tersebut disatukan dalam komando kepemimpinan yang tersentral. Satu kepemimpinan Islam untuk seluruh umat muslim. Satu kepemimpinan yang akan menggerakkan pembelaan pada Islam, termasuk Alquran secara riil. Bukan lagi kecaman yang oleh pelaku pelecehan Islam bisa saja dianggap tidak memiliki taji, tidak selalu mampu membuat pelaku mendekam dibalik jeruji besi.

Kekuatan umat ini nyata diperlukan, sebab hanya dengan adanya kekuatan yang sebanding lah yang akan membuat pelaku pelecehan Islam gentar. Oleh karena menjadi PR besar agar umat Islam, apapun sukunya, dari mana pun negeri nya mau menyadari pentingnya persatuan untuk mengangkat Islam dari kondisinya saat ini. Dengan adanya kesadaran  umat akan kondisi sebenarnya juga bagaimana muslihat pembenci Islam, maka umat akan menginginkan adanya perubahan.

Umat yang menginginkan perubahan inilah yang kemudian akan sampai pada kebutuhan pentingnya kesatuan. Niscaya jika Islam kembali bersatu, raksasa besar yang tertidur akan kembali bangun. Berdiri dengan sadar, bergerak menghabisi apapun yang mencederainya. Tegap melindungi diri dengan menangkis setiap keburukan yang dilemparkan oleh musuh-musuhnya. Dan atas izin Allah semuanya akan terjadi. Dan bila itu tiba masanya, maka pembenci kronis pada Islam dan Alquran tak akan lagi ditemukan. []


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak