Oleh : Eti Fairuzita
Fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi akhir-akhir ini menambah tugas pemerintah untuk mengurangi angka pengangguran serta kemiskinan. Salah satu upayanya melalui program Kartu Prakerja. Lantas, seberapa efektifnya program tersebut mengurangi angka pengangguran? Kepala Komunikasi Manajemen Kartu Prakerja William Sudhana mengatakan, pelaksanaan Kartu Prakerja diyakini mampu mengurangi masalah tersebut.
Namun, dirinya tidak bisa memperkirakan seberapa besar Prakerja mampu menekan jumlah pengangguran dan kemiskinan.
"Kalau kita berbicara seberapa efektivitas (mengurangi angka pengangguran) itu kan banyak faktor. Bisa dari ilmu, inter personal-nya, kemudian pro aktifnya. Kita mengisi dari ilmunya, bagaimana orang itu bisa percaya diri," katanya ditemui di Jakarta, Kamis (9/2/2023).
Sejatinya program Kartu Prakerja tidak berdampak banyak dalam mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran. Sebab, faktanya jumlah pengangguran dan kemiskinan terus meningkat, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah penduduk miskin pada September 2022 sebesar 26,36 juta orang. Meningkat 0,20 juta orang terhadap Maret 2022. Adapun tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia pada Agustus 2022 mencapai 5,8 persen atau mengalami kenaikan 0,03 persen dibanding TPT Februari 2022 sebesar 5,83 persen. Jumlahnya mencapai 8,42 juta orang.
Ada beberapa hal yang perlu dikritisi dari program Kartu Prakerja ini. Pertama, pada faktanya tak semua pencari kerja atau korban PHK merasakan pemberian saldo Kartu Prakerja ini. Dan yang kedua, Kartu Prakerja bukanlah gaji untuk pengangguran, tetapi hanya program peningkatan skill angkatan kerja. meningkatnya angka pengangguran tentu tidak lepas dari rendahnya pendidikan dan keterampilan yang dimiliki oleh masyarakat. Sementara biaya sekolah semakin sulit dijangkau. Di saat yang sama, negara gagal menyediakan lapangan kerja memadai bagi masyarakat. Faktanya, terjadi ketimpangan antara kebutuhan tenaga kerja dengan lapangan kerja. Jumlah lulusan banyak, namun lapangan kerja sedikit.
Semua ini tidak lepas dari penerapan sistem kapitalisme sekuler yang memposisikan penguasa hanya sebagai regulator yang memberikan ruang besar bagi para korporasi untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya atas potensi SDA di negeri ini. Negara abai terhadap urusan rakyat, padahal di saat yang sama banyak rakyat tidak memiliki pekerjaan. Kalaupun pengelolaan SDA oleh korporasi swasta atau asing mampu membuka lapangan pekerjaan, namun
rakyat seringkali hanya diangkat sebagai buruh yang digaji rendah, sedangkan pemilik usaha sebenarnya tetaplah kaum kapitalis.
Jaminan kesejahteraan sesungguhnya hanya akan didapatkan dalam sistem ekonomi Islam. Dengan berbagai mekanisme yang ada, Khilafah menjamin setiap laki-laki untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang cukup. Negara juga memastikan setiap individu terpenuhi kebutuhan pokoknya. Dalam mengatasi pengangguran, Khalifah (kepala negara) memberikan pemahaman kepada individu tentang wajibnya bekerja dan mulianya orang-orang yang bekerja di hadapan Allah ta'ala. Karena itu, ketika individu tidak bekerja baik karena malas, atau pun tidak memiliki keahlian, dan modal untuk bekerja, maka Khalifah akan memaksa individu tersebut bekerja serta menyediakan sarana dan prasarananya, termasuk di dalamnya adalah pendidikan.
Selain itu, Khalifah akan mendatangkan investasi halal untuk dikembangkan di sektor riil. Baik di sektor pertanian, kehutan, kelautan, dan pertambangan. Di sektor pertanian, negara akan melakukan intensifikasi dan eksentifikasi. Petani yang tidak memiliki lahan atau modal akan diberi oleh pemerintah. Sedangkan tanah yang ditelantarkan selama tiga tahun akan diambil dari pemiliknya. Khilafah juga mengembangkan industri penghasil mesin untuk mendorong pertumbuhan industri-industri lain.
Di sektor kelautan, kehutanan, dan pertambangan Khalifah akan mengelolanya sebagai hatra milik umum, dan tidak diserahkan pada swasta. Khilafah tidak akan membiarkan sektor non riil berkembang di masyarakat. Khalifah menciptakan iklim yang mendorong orang untuk membuka usaha melalui birokrasi yang sederhana dan penghapusan pajak serta melindungi industri dari persaingan yang tidak sehat.
Adapun perempuan Khalifah tak mewajibkan mereka untuk bekerja, karena fungsi utama perempuan adalah sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. demikianlah, mekanisme sistem Islam dalam mengatasi persoalan pengangguran, semua ini akan terwujud manakala sistem Islam diterapkan dalam institusi negara Khilafah Islamiyah.
Wallahu alam bish-sawab
Tags
Opini