Kapitalisme, Membuat Hukum Jadi Salah Arah

 



Oleh : Wida Widiawati


Terjadi lagi, sikap ketidakprofesionalan aparat dalam menghukumi suatu kasus. Kali ini menimpa seorang mahasiswa FISIP Universitas Indonesia (UI) bernama lengkap Muhammad Hasya Atallah Saputra yang tertabrak saat sedang mengendarai motor dengan posisi dirinya terlindas oleh seorang mantan Kapolsek Cilincing AKBP (Purn.) Eko Setio Budi Wahono yang juga mengendarai sebuah mobil SUV dari arah yang berlawanan hingga tewas(Republika.co.id 29/1/23). 


Bukannya bertanggung jawab yang menabrak malah mengelak, bagi Hasya sebagai korban hal ini bukan lagi sudah jatuh tertimpa tangga, tapi sudah jatuh tertimpa tangga berkali-kali, sudahlah tertabrak, kemudian meninggal dan menjadi korban, dan korban masih saja dijadikan sebagai tersangka. 


Aneh, sungguh aneh memang, namun inilah kenyataan hukum di negeri ini, dimana seorang korban masih bisa dijadikan sebagai tersangka, pertanyaannya siapa yang akan dikenai hukuman kalau yang dijadikan tersangka saja sudah meninggal ? Masa iya menghukum yang sudah meninggal ? Hukum di negeri ini nyata sekali sungguh menyayat hati, apalagi sebagai rakyat kecil yang tidak bisa banyak berbuat apa-apa, terlebih kalau tanpa ada materi. Hukum di negeri ini begitu mudah untuk dibeli, sehingga nyata bahwa dalam suatu kasus begitu mudahnya memutarbalikan fakta yang ada, agar bisa terbebas dari jeratan hukum. 


Tentu dari fakta di atas profesionalisme seorang aparat patut dipertanyakan. Apalagi setelah kasus Sambo yang begitu menyita perhatian publik, semakin memperlihatkan bagaimana kinerja para aparat yang sebenarnya. Lantas dimana pula peran aparat kepolisian yang seharusnya memberikan rasa aman dan perlindungan terhadap masyarakat, kalau kenyataannya seperti ini. 


Inilah kenyataan pahit yang harus dirasakan masyarakat, karena telah menerapkan aturan selain aturan Islam. Tidak ada keadilan bagi rakyat atau masyarakat kecil, yang ada penindasan berupa hukum yang dipaksakan kepada orang yang tidak tepat atau tidak bersalah sekalipun. Sedangkan orang-orang yang nyata-nyata melakukan pelanggaran, dan kasus-kasus besar, mereka biarkan bebas melenggang begitu saja. Maka wajar saja kalau kasus kejahatan, korupsi yang terus menjamur, kriminalitas merajalela dan semakin tumbuh subur, itu semakin marak terjadi, karena tidak ada hukum atau sanksi yang tegas yang mampu memutus rantai kasus demi kasus, apalagi aparat sebagai penegak hukumnya pun tebang pilih dalam menempatkan hukuman.


Berbeda dengan Islam, Islam akan menghukum siapapun yang bertindak kriminal tanpa memandang status sosial atau jabatannya. Justru yang dicontohkan oleh Rasul saw, Rasul saw pun akan memotong tangan anaknya seandainya melakukan pencurian. Sabda beliau, “Sungguh yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah tatkala ada orang yang terhormat mencuri, mereka biarkan. Sedangkan jika orang lemah yang mencuri, mereka menegakkan had atas dirinya. Demi Zat Yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya akan aku potong tangannya.” (HR Bukhari).


Inilah bukti Islam adil dalam penerapan hukum, maka hanya dalam Islam sajalah hukum dan berbagai kasus serupa bisa diselesaikan secara adil dan tuntas.Wallahu a'lam bish shawwab.

Goresan Pena Dakwah

ibu rumah tangga yang ingin melejitkan potensi menulis, berbagi jariyah aksara demi kemuliaan diri dan kejayaan Islam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak