Oleh : Nurfillah Rahayu
( Forum Literasi Muslimah Bogor)
Naik Haji merupakan salah satu rukun Islam yang kelima dan banyak di cita-citakan oleh sebagian besar kaum Muslim di berbagai belahan dunia tanpa terkecuali di Indonesia.
Namun faktanya terjadi kenaikan yang signifikan dalam biaya perjalanan ibadah haji.
Seperti dilansir dari cnnindonesia.com (20 Januari 2023), Pemerintah melalui Kementerian Agama mengusulkan kenaikan biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) yang harus dibayarkan oleh calon jemaah haji jadi sebesar Rp69 juta.
Jumlah ini adalah 70 persen dari usulan rata-rata Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang mencapai Rp98.893.909,11. Sementara, 30 persen sisanya ditanggung oleh dana nilai manfaat sebesar Rp29,7 juta.
Lonjakan biaya itu akibat pemerintah Saudi menerapkan sistem paket akomodasi yang nilainya jauh lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya.
Kenaikan ini berdampak pada biaya haji khusus maupun haji reguler.
Biaya penyelenggaraan ibadah haji 2023 diusulkan naik menjadi Rp 69 juta rupiah demi keadilan dan keberlangsungan manfaat dana haji.
Namun, pada saat yang sama Arab Saudi justru menurunkan biaya asuransi umrah dan haji tahun 2023 ini sebesar 73%.
Kenaikan biaya ini tentu menimbulkan pertanyaan akan komitmen negara memudahkan ibadah rakyatnya yang mayoritas muslim.
Di tengah kesulitan ekonomi, negara seharusnya memfasilitasi rakyat agar lebih mudah beribadah.
Kenaikan biaya justru menimbulkan dugaan adanya kapitalisasi ibadah, di mana negara mencari keuntungan dari dana haji rakyat.
Sungguh berbeda pengaturan ibadah haji di bawah naungan Khilafah. Negara akan mempermudah rakyat dalam menjalankan ibadah haji dan memberikan fasilitas terbaik untuk para tamu Allah.
Karena kewajiban inilah, Allah memberikan amanah besar pengurusan kepada pemimpin kaum Muslim yakni Khalifah.
Seperti pada Hadits berikut ini :
“Imam (khalifah) adalah pengurus urusan rakyat dan ia bertangggung jawab atas rakyat yang dia urus.” (HR. Bukhari).
Sejarah mencatat betapa besarnya perhatian yang diberikan oleh khalifah dalam melayani para tamu Allah Swt. Khalifah menunjuk Muslim yang amanah untuk bertanggung jawab dalam mengelola urusan haji baik dari sisi ketersediaan fasilitas dan transportasi untuk menjamu para tamu Allah, mengatur kuota haji dan umrah sehingga yang akan didahulukan kewajiban seorang Muslim berhaji dan umrah satu kali, jika masih ada ketersediaan kuota maka diperbolehkan bagi yang berhaji/umrah lebih dari satu kali, kemudian tidak ada sistem visa karena kaum Muslim berada dalam satu kesatuan wilayah. Semua aktivitas Khilafah dalam pengurusan haji itu dilakukan dengan prinsip riayah (pelayanan), bukan bersifat komersil atau mengambil keuntungan dari jemaah.
Wallahu’alam Bishowab