Oleh Siti Komariah
(Freelance Writer)
Menjelang bulan Ramadan harga sembako mulai dari harga telur hingga minyak goreng kembali mengalami kenaikan. Hal ini terjadi secara merata salah satunya sejumlah pasar di Kendari, Sulawesi Tenggara.
Dilansir dari zonasultra (16/02/2023),
Salah seorang pedagang sembako di Pasar Mandonga Kendari, Bima (30) saat ini menjual telur 1 rak seharga Rp. 50.000 ukuran sedang menjadi Rp. 55.000 Kemudian ukuran besar Rp 60.000 menjadi Rp. 65.000.
Selain itu, pedagang di Pasar Panjang Kendari, Ilham (32) saat ini berprofesi sebagi penjual, dia juga menjual sembako dengan harga yang sudah naik. Menurut dia, kenaikan harga sembako dipicu dari kenaikan BBM yang dilakukan oleh pemerintah. Ia menyebut beras 5 kg mengalami kenaikan dari Rp. 50.000 menjadi Rp. 55.000, bahkan ada yang mencapai Rp. 65.000, sedangkan ukuran 10kg dulu dibandrol dengan Rp.105.000, kini menjadi Rp.120.000.
Jamak diketahui jika menjelang Ramadan bahan pokok seringkali mengalami kenaikan, hal tersebut seakan menjadi ritual tahunan. Dalam sistem ekonomi kapitalis sejatinya berlaku hukum permintaan dan penawaran yang sifatnya saling bertolak belakang. Di mana, ketika permintaan barang langka di pasaran, maka sebagian orang akan berupaya untuk mendapatkan barang tersebut dengan menawarkan barangnya dengan harga yang tinggi. Akibatnya, harga di pasaran melonjak naik.
Begitu pula yang terjadi saat ini, besarnya permintaan menjelang bulan suci ramadhan tentu mendorong adanya gejolak harga di pasar. Sehingga, pemerintah pun mengambil langkah stabilisasi untuk mengantisipasi terjadinya tren kenaikan harga tersebut. Selain itu juga, untuk mengintervensi laju kenaikan harga barang pemerintah juga melakukan sidak sebagai salah satu langkah antisipasi kenaikan harga dan untuk memastikan stok sembako di pasaran terbilang aman untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Namun sayangnya, langkah antisipasi tersebut seakan sekadar angin lalu saja. Sebab langkah yang dilakukan penguasa hingga saat ini tidak kunjung mampu membendung tren laju kenaikan harga bahan pokok di pasaran. Justru yang terjadi akibat intervensi tersebut banyak terjadi kasus-kasus nakal, seperti praktik penimbunan barang, monopoli harga, hingga praktik-praktik haram di tengah-tengah masyarakat.
Tidak dimungkiri jika penguasa memang memastikan adanya ketersediaan stok untuk memenuhi kebutuhan bahan pokok bagi masyarakat. Namun ketersediaan stok tersebut tidak dibarengi dengan adanya distribusi yang sehat dan jelas. Alhasil, permainan kembali dilakukan oleh para oligarki atau pemilik modal lagi, sehingga rakyat kembali menjadi korban terhadap tingginya harga jual di pasaran. Inilah permainan dalam sistem ekonomi kapitalisme, siapa yang bermodal maka mereka lah yang berkuasa.
Sedangkan penguasa seakan tak berkutik dihadapan mereka. Hal tersebut semakin terlihat dimana para penimbun barang serta pemain harga di pasaran seakan sukar untuk ditangkap. Sehingga mengakibatkan praktik-praktik terlarang akan senantiasa terjadi di dalam sistem kapitalisme.
Hal ini berbeda ketika sistem ekonomi Islam yang diterapkan. Dalam Islam pemenuhan hajat hidup orang banyak merupakan tangung jawab penguasa, di mana negara wajib menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar setiap individu rakyatnya secara pasti dengan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya. Jika dalam satu rumah tidak ada yang mampu bekerja, maka pemenuhan kebutuhan jatuh kepada wali, namun jika wali tidak ada, maka negara wajib menjamin pemenuhan kebutuhan rakyat tersebut.
Hal ini sebagai bentuk tangung jawab penguasa kepada rakyatnya. Sebagaimana sabda Rasulullah: " Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari). Kemudian, negara juga memastikan bahwa rakyat akan mampu menjangkau kebutuhan-kebutuhan sekunder dan tersier.
Selain itu, negara juga memastikan terciptanya persaingan dunia industri yang sehat, sedangkan di dalam pasar negara akan memastikan bahwa tidak ada prallmonopoli, penimbunan barang, serta praktik-praktik lainnya yang dapat merugikan rakyat. Negara juga memastikan bahwa stok bahan pangan dapat memenuhi kebutuhan rakyat di seluruh daerah. Jika di suatu daerah terjadi kelangkaan, maka seorang khalifah akan meminta kepada gubernur daerah lain untuk mengirimkan stok pangan ke daerah tersebut.
Sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khaththab pada musim paceklik kala terjadi kelaparan di Hijaz akibat kelangkaan makanan. Khalifah Umar mengirim surat kepada gubernur dibeberapa wilayah kekuasaan daulah khilafah, seperti Amr bin Ash di Mesir, Muawiyah bin Abi Sufyan di Syam, Sa'ad bin Abi Waqqash di Irak. Para Gubernur pun segera mendatangkan makanan dan pakaian ke Hijaz supaya kebutuhan makanan masyarakat Hijaz bisa terpenuhi.
Selain itu juga, negara menyediakan sanksi bagi siapa pun yang melakukan pelanggaran di dalam pasar secara tegas dan keras. Ini sebagai bentuk penjagaan seorang khalifah kepada rakyatnya. Dengan berbagai mekanisme tersebut, maka penguasa akan bisa mengantisipasi lonjakan harga bahan pokok yang begitu fantastis, sehingga rakyat dapat menjangkau kebutuhan mereka sehari-hari tanpa rasa khawatir.
Wallahu a'lam bishawwab