Oleh : Afid
Potret generasi muda sekarang sangat miris mereka hidup tanpa kejelasan visi, pemuda sekarang sibuk mengejar eksistensi harga diri dan hanya mengejar materi sebab nilai-nilai agama sudah tipis di kalangan pemuda sementara arus sekuler semakin deras dikampanyekan.
Sebagaimana berita dari Bogor, seorang remaja tewas usai menghentikan paksa satu unit truk yang melaju dari exit tol Gunung Putri, Kecamatan Bogor pada selasa 14 januari 2023(https://www.republika.co.id). Pemuda tersebut rela melakukan hal-hal yang membahayakan diri demi konten. Tak hanya itu, kasus tawuran remaja di Indonesia juga silih berganti tampil di laman berita. Salah satunya di Palembang, tanggal 15 januari 2023 terjadi tawuran remaja yang menewaskan 1 orang pemuda (https://sumsel.inews.id/ ).
Dikabarkan juga dari Medan- aksi remaja tawuran yang mengakibatkan terdapat korban tertusuk anak panah sehingga harus menjalani operasi bedah toraks di Rumah Sakit Adam Malik (https://medan.tribunnews.com/). Bahkan data UNICEF tahun 2016 menunjukkan bahwa kekerasan kepada sesama remaja di Indonesia diperkirakan naik mencapai 50 persen. Hal-hal tersebut menunjukkan pemuda saat ini mengalami krisis moral yang parah (https://tangerangnews.com). Seperti kekerasan geng motor, bullying, tawuran sesama remaja yang mendominasi perilaku pelajar saat ini.
Peristiwa itu tidak lain adalah potret bobroknya generasi produk sistem sekularisme liberal yang memisahkan agama dari kehidupan. Agama tidak lagi dijadikan petunjuk dalam berfikir dan bertingkah laku. Para pemuda berjalan menurut hawa nafsu mereka sendiri dengan menyibukkan diri untuk mengejar eksistensi, popularitas, memburu kesenangan fisik, hiburan, dan nilai-nilai materialistik.
Hal ini juga diperparah karena negara tidak punya penyelamat visi generasi. Negara kapitalisme yang menjunjung tinggi nilai kebebasan berlepas tangan dari tanggung jawabnya menjaga generasi atas nama HAM. Negara kapitalis hanya mencukupkan diri dengan upaya-upaya pragmatis seperti himbauan, penangkapan pelaku tawuran dan sejenisnya. Sehingga generasi mengikuti arus dan abai terhadap bahaya yang mengancam.
Sangat berbeda dengan sistem Islam dalam menjaga generasi. Islam memandang kualitas pemuda sangat penting dalam eksistensi peradaban Islam. Musuh-musuh Islam berusaha merintangi jalan pemuda muslim, mengubah pandangan hidup mereka baik dengan memisahkan dari agama, menciptakan jurang antara pemuda dengan ulama dan menjauhkan dari norma-norma yang baik di masyarakat.
Musuh-musuh Islam memberi label buruk terhadap ulama sehingga para pemuda menjauh, menggambarkan para ulama dengan sifat dan karakter yang buruk, menjatuhkan reputasi para ulama yang dicintai masyarakat, atau memprovokasi penguasa untuk berseberangan dengan ulama.
Islam memerintahkan agar semua pihak bertanggung jawab dalam mendidik para pemuda agar mereka menjadi sosok yang berkualitas untuk kemuliaan Islam dan bermanfaat bagi umat. Dari lingkungan keluarga, sejak kecil orang tua mendidik anak dengan menanamkan ajaran agama Islam sehingga para generasi memiliki bekal untuk berfikir dan berperilaku sesuai syariat Islam.
Dengan penanaman akidah akan menggiring generasi sadar dan paham potensi mereka. Jiwa-jiwa mereka terpupuk kerinduan menyerahkan dirinya untuk kemuliaan islam. Ketika generasi keluar rumahnya, mereka akan berbaur dengan masyarakat yang khas. Masyarakat dalam Khilafah memiliki budaya amar maruf nahi munkar. Mereka tidak akan membiarkan kemaksiatan terjadi dalam entitasnya. Karena itu para generasi mendapat tempat untuk belajar dan mempratikkan pemahaman Islam mereka dalam kehidupan.
Khilafah menjaga generasi Islam sehingga akan melahirkan generasi yang memiliki syakhsyiah Islam, yakni mereka memiliki pola pikir dan pola sikap yang islami. Mereka juga akan dibekali dengan ilmu-ilmu duniawi agar bertahan dalam kehidupan. Pendidikan seperti ini akan menguatkan pendidikan akidah yang sudah generasi dapatkan dari generasi mereka. Para generasi tersibukkan dalam aktivitas-aktivitas untuk kemuliaan Islam.
Selain sistem pendidikan, output generasi juga didukung oleh sistem pergaulan Islam dan media dalam Islam. Jikalau ada remaja yang melakukan tawuran, Khilafah akan memberi sanksi kepada remaja tersebut. Jika ada yang berbuat onar akan ditakzir. Jika mereka melakukan penganiayaan atau pembunuhan akan mendapat qishas. Sanksi yang diberikan Islam akan memberikan efek jera dan penebus dosa bagi pelaku sekaligus efek pencegah sehingga tidak ada celah untuk melakukan tindak kekerasan, kejahatan, dan maksiat lainnya. Seperti inilah Khilafah menjaga generasi dengan mekanisme yang sangat komprehensif dan melahirkan generasi berkualitas emas. Wallaahu A’lam
Tags
Opini