Oleh: Qonita
Pegiat Literasi
Baru baru ini beredar sebuah video pernyataan salah satu ketua umum parpol yang mengatakan bahwa ibu-ibu di Indonesia yang suka mengikuti pengajian lupa mengurus pekerjaan rumah dan anaknya. Pernyataan ini disampaikan ketika mengisi acara kick off Pancasila dalam tindakan gerakan semesta berencana mencegah stunting, kekerasan seksual pada anak dan perempuan, KDRT, dan bencana alam, oleh BPIP bersama BKKBN pada Kamis 16 Februari 2023 lalu. (REPUBLIKA[dot]CO[dot]ID,19/02/2023)
Pernyataan ini mendapat tanggapan dari beberapa pihak. Ketua majelis ulama Indonesia atau MUI bidang dakwah dan ukhuwah, kyai haji Muhammad Kholil Nafis misalnya, beliau mengatakan malah dengan ikut pengajian ibu-ibu jadi tahu dan peduli mengurus anak sebab tidak ada ceritanya ibu-ibu rajin pengajian menjadi bodoh dan tidak kreatif. Ngaji itu melatih hati dan pikiran. (tvonenews[dot]com, 20 Februari 2023)
Mengapa Alergi dengan Pengajian Ibu-ibu?
Pernyataan ketua umum BPIP dan ketua salah satu parpol tersebut dianggap tidak mencerminkan seorang negarawan serta tidak ada korelasi antara ibu-ibu yang gemar datang ke pengajian dengan aktivitas mengurus rumah. Karena kalau yang berbicara seorang negarawan itu pasti disertai data data yang akurat. Sampai-sampai badan pembinaan PDI perjuangan meluruskan pidato ketua umum mereka bahwa para ibu dapat seimbang dalam mengaji dan mengurus anak.
Pertanyaan berikutnya menurut netizen lalu apakah ibu yang suka datang ke pengajian sulit memiliki waktu mengurus anak? maka tidak ada korelasi antara emak emak yang suka datang ke pengajian dengan abainya mereka dalam memanajemen mengurus keluarga dan anak, yang terjadi malah sebaliknya, ibu-ibu yang gemar datang kepengajian semakin baik dalam memanajemen mengurus RT dan anak-anaknya.
Perempuan adalah makhluk multitasking yaitu mampu melakukan beberapa pekerjaan sekaligus. Bisa jadi dia sedang masak lalu anaknya ada yang nangis ada yang rewel maka masih sempat untuk balas chat tetangga, masih sempat untuk mengobrol dengan suami. Jadi kalaupun ikut pengajian maka sudah biasa mereka membawa anak-anak mereka. Bisa dikatakan momong anak sambil pengajian.
Pengajian membuat ibu-ibu mendapat pengetahuan bagaimana harus mendidik putra-putrinya. Cara mengelola atau memanajemen keuangan keluarga. Cara menata rumah sehingga rapi. Bagaimana dia harus memiliki takdim kepada suaminya. Sehingga rata-rata mereka yang ikut pengajian itu memiliki keluarga yang sejahtera, keluarga yang aman dan keluarga yang hangat. Maka bisa dipastikan anak-anak mereka akan jauh dari stunting dan dari kekerasan seksual.
Benarkah ini ada kaitannya dengan Islamophobia?
Bisa jadi hal ini dikaitkan dengan islamophobia, karena sebenarnya masalah yang dibahas pada waktu itu adalah berkaitan dengan stunting anak juga kekerasan seksual. Namun, yang disalahkan adalah karena banyaknya perempuan yang suka ikut pengajian, jadi seolah-olah bahwa permasalahan negeri ini diakibatkan karena ikut pengajian. Dan kita tahu pengajian itu identik dengan agama Islam.
Sejatinya problematika bangsa ini berkaitan dengan kebijakan penguasa yang tidak berpihak kepada rakyat. Kebijakan yang hanya berpijak pada oligarki dan kebijakan yang bersifat liberalisme dan sekulerisme. Maka, Ibu Megawati selaku ketua partai politik juga ketua Badan BPIP seharusnya memiliki communication politik kepada kader-kadernya dimana kader-kadernya perlu di-briefing agar fungsi dari partai juga fungsi sebagai anggota dewan itu bisa membuat formula undang-undang yang memiliki keberpihakkan kepada rakyat. Jika demikian maka akan meminimalisir persoalan-persoalan yang dialami oleh bangsa ini jadi bukan mencari kambing hitam kepada pengajian yang biasanya memang banyak diikuti oleh ibu-ibu
Umat Islam adalah Umat yang Gemar Ikut Pengajian
Umat Islam sesungguhnya sudah memaklumi bahwa pengajian adalah aktivitas menuntut ilmu agama yang hukumnya fardhu ain bagi setiap muslim termasuk muslimah. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda menuntut "ilmu itu wajib atas setiap muslim" hadis riwayat Ibnu Majah.
Begitu pula firman Allah ta'ala "... dan katakanlah wahai robku tambahkanlah kepadaku ilmu" Quran surah Thaha ayat 114. Ibnu Hajar Al asqalani rohimahullah dalam kitab fathulbari juz 1 halaman 92, menjelaskan firman Allah ta'ala yang artinya wahai robku tambahkanlah kepadaku ilmu. Mengandung dalil yang tegas tentang keutamaan ilmu karena sesungguhnya Allah ta'ala tidaklah memerintahkan nabinya shallallahu alaihi wasallam untuk meminta tambahan sesuatu kecuali tambahan ilmu.
Adapun yang dimaksud dengan kata ilmu di sini adalah ilmu syar'i yaitu ilmu yang akan menjadikan seorang mengetahui kewajibannya berupa masalah-masalah ibadah dan muamalah juga ilmu tentang Allah dan sifat-sifatNya. Hak apa saja yang harus ditunaikan dalam beribadah kepadaNya dan mensucikanNya dari berbagai kekurangan. Maka sosok muslimah yang menuntut ilmu Islam secara kaffah dan memahaminya tentu tidak akan melupakan aktivitas mengurus keluarga dan anaknya. Sebab kedua aktivitas tersebut merupakan bagian dari kewajiban seorang perempuan sebagai umm wa rabbatul bait. Pengajian saat ini juga menjadi tempat alternatif untuk memahami berbagai hukum Allah secara kaffah yang dibutuhkan dalam mengarungi kehidupan termasuk dalam mendidik anak dengan mengaji para ibu akan paham bagaimana menjalankan perannya agar selalu dalam Rida Allah ta'ala.
Sayangnya aktivitas yang sangat penting ini justru dikerdilkan dan tidak dianggap penting oleh kehidupan sekularisme liberal saat ini. Buktinya, kurikulum pendidikan sekuler hanya memberi waktu 2 jam per minggu untuk pendidikan ilmu agama dan bahkan diwacanakan untuk dihapus dari kurikulum. Hal tersebut terjadi sebab sekularisme adalah sistem yang memisahkan agama dari kehidupan sehingga membuat manusia melihat agama hanya sebatas norma sementara kehidupan manusia diatur sesuai keinginan manusia sendiri.
Ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya (al-ummu madrasatul al-ula). Kata-kata hikmah ini juga sudah lama kita dengar. Karena sejatinya seorang ibu bukan hanya “sekolah pertama”, tapi lebih dari itu, ibu juga teladan pertama bagi putra-putrinya.
Jika ada seseorang menjadi ulama, ilmuwan, tokoh ternama, atau pahlawan ksatria, maka lihatlah ibu mereka. Tentu karena ibu berperan besar dalam membentuk watak, karakter dan kepribadian. Siapa yang tidak mengenal sosok ulama besar sekelas Imam Safi'i yang terkenal sampai saat ini. Hal ini adalah buah keberhasilan seorang ibu yang tangguh, tabah, dan kuat dalam mendidik putranya. Sebagai contoh seorang Iman Safi'i dan sang penakluk konstantinopel Muhammad Al Fatih adalah generasi tangguh yang lahir dari seorang ibu yang luar biasa.
Tugas sebagai ibu rumah tangga memang bukan tugas ringan. Tugas ini adalah tugas yang sangat besar. Karena berkaitan erat dengan terbangunnya sebuah generasi khoiru ummah. "Seorang perempuan adalah pemelihara di rumah suaminya, ia akan dimintai pertanggungjawaban mengenai apa yang menjadi tanggung jawab pemeliharaannya.” (HR. Al-Bukhari).
Jadi kapan ibu-ibu berhenti ikut pengajian? Ketika sudah berada di liang lahat.
Wallahu A'lam