Oleh: Tri S, S.Si
Akhir-akhir ini banyak sekali kasus yang mengajukan dispensasi nikah. Dan rata-rata mereka masih dalam status pelajar. Seperti yang terjadi di Ponorogo Jawa Timur, terdapat 7 pelajar SMP yang ketahuan hamil pada minggu pertama di bulan Januari 2023, bahkan ada yang sudah melahirkan. Insiden ini sontak membuat heboh media sosial. Pasalnya, pelajar tersebut masih di bawah umur dan terpaksa maried by accident (menikah karena kecelakaan). Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang perkawinan, bahwa usia minimal menikah adalah 19 tahun dan jika masih di bawah 19 tahun harus mengajukan dispensasi nikah ke pengadilan Agama. Humas pengadilan Agama Ponorogo, Ruhana Faried menjabarkan jumlah kasus yang mengajukan dispensasi nikah ke pengadilan Agama ponorogo pada tahun 2021 ada 266 pemohon dan tahun 2022 ada 191 pemohon. Bahkan, di minggu pertama bulan Januari 2023, terdapat 7 orang pemohon dispensasi nikah yakni, siswa kelas 2 SMP dan SMA (okezone.com, 03/01/2023).
Mirisnya, pelajar yang diharapkan sebagai generasi penerus bangsa dan agama malah melakukan perbuatan tercela secara massal. Sekolah yang bertujuan untuk membentuk karakter dan menimba ilmu, malah disalahgunakan oleh pelajar dengan berpacaran tanpa tahu batasan. Menteri PPPA menegaskan, pernikahan anak di bawah umur memiliki dampak negatif yang sangat banyak. Di satu sisi merusak masa depan anak itu sendiri dan akan menggerus cita-cita bangsa untuk menciptakan sumber daya manusia unggul dan memiliki daya saing.
Pernikahan dini memicu tingginya angka putus sekolah dan dari sisi kesehatan rentan terjadinya kematian ibu melahirkan, anemia, ketidaksiapan mental dan juga terjadi nya malnutrisi. Gempuran budaya seks bebas dan tontonan yang mengumbar aurat dan syahwat senantiasa bergeliat di layar kaca dan di media sosial, abainya negara terhadap perlindungan terhadap generasi terhadap budaya Barat semakin memperparah kerusakan generasi, maka generasi membutuhkan benteng yang kuat yaitu iman untuk menghindari godaan-godaan yang selalu menghampiri.
Dari sistem ekonomi, membuat tingkat kemiskinan ekstrem akan berlanjut, belum lagi ketidaksiapan fisik dan mental, merentankan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Langkah lebih lanjut, Dinsos PPPA ponorogo akan melakukan kerja sama atau membuat MoU dengan pengadilan agama terkait rekomendasi, pelaksanaan pembinaan, dan edukasi calon pemohon dispensasi nikah.
Butuh sistem Islam yang harus diterapkan oleh negara untuk menyelesaikan masalah ini. Menikah merupakan ketentuan yang dianjurkan oleh Rasulullah saw. dan termasuk dari sunnahnNya. Dalam Islam, tujuan pernikahan adalah untuk mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah. Sebagaimana tertuang dalam surah Ar-Rum ayat 21. Tujuan lain dari pernikahan adalah menghindari zina, karena Islam melarang perbuatan zina. Islam itu punya mekanisme untuk membentuk kepribadian Islam pada generasi dan menjaga generasi dari pergaulan bebas, yaitu dengan menerapkan sistem pendidikan Islam dan sistem pergaulan Islam.
Adapun sistem pendidikan Islam berbasis akidah Islam dan kurikulum sekolah dari sejak dini sampai masa balig. Di mana mereka sudah siap menerima beban hukum syari’at dan siap menanggung amanah-amanah besar, menjadi orang tua, dan berbagai tanggung jawab lainnya. Sehingga, anak-anak kaum muslim itu memiliki visi menyebarkan risalah Islam.
Di dalam sistem yang menerapkan syari’ah Islam secara kaffah, terjadi penjagaan interaksi dengan yang bukan mahrom dan negara akan menjaga celah-celah menuju pergaulan bebas pun ditutup. Tempat-tempat yang memungkinkan ikhtilat dan khalwat tidak diizinkan dibuka. Jadi, negara yang akan memberhentikan pergaulan bebas, bukan memberhentikan pernikahan dini.
Negara akan menjaga generasi dari tayangan yang membangkitkan naluri seksual dengan mengontrol media, supaya media hanya menyajikan konten-konten yang mampu mengedukasi dan menguatkan ketakwaan dan akan memberikan sanksi tegas sesuai dengan hukum dan syari’at Islam bagi yang melanggar. Dengan begitu, sistem pendidikan dalam Islam yang menerapkan kurikulum berbasis akidah Islam sejak dini terbukti sudah menghasilkan output yang siap menjalankan seluruh syari’at Islam, termasuk pernikahan.
Hanya sistem pendidikan Islam yang mampu memanusiakan manusia, memahamkan hakikat hidupnya, mempersiapkan kesiapan hidup untuk menggapai bekal masuk ke syurga. Peserta didik dibekali aqidah, syariah dan fiqh. Outputnya adalah menciptakan manusia berkepribadian Islam. Kalau calon pengantin sudah paham hal-hal begini, mungkinkah terjadi perceraian akibat nikah dini? Tersebab menikah bagi seorang hamba adalah menggenapi separuh agama, bukan memenuhi syahwat semata.
Sejatinya, sistem sosial dan media hari inilah yang menjadi biang kerok para pemuda "dewasa sebelum waktunya". Tontonan yang mengandung syahwat didukung. Interaksi laki-perempuan bebas tiada terbendung. Tentu berbeda dengan sistem Islam. Negara berusaha menjaga konten media agar sesuai dengan syariat Islam. Tidak ada konten memuat tsaqofah asing seperti pacaran dan umbar aurat. Interaksi laki-perempuan diatur dan dibatasi. Ditambah lagi, sanksi bagi pelaku zina dihukum rajam agar jera.
Islam mengatur pernikahan dalam sistem pergaulannya. Anak boleh menikah ketika telah baligh. Baligh itu dihitung dari awal mula laki-laki mengalami mimpi basah dan perempuan pertama haid. Sedangkan sistem pendidikan Islam baik yang dilakukan oleh keluarga sebagai madrasatul ula dan sekolah sebagai tempat pendidikan formal akan membuat anak berfikir dewasa dan siap menjalankan kewajibannya sebagai seorang muslim di kala baligh. Lingkungan Islami, yang menyandarkan halal dan haram, baik dan buruk serta cinta dan benci hanya pada Islam akan membantu anak terbentuk kepribadian Islam. Dengan adanya kontrol masyarakat, anak terjaga pergaulannya. Selain itu juga dapat terhindar dari perbuatan maksiat. Wallahu alam bishowab