Oleh: Hamnah B. Lin
Belum selesai maraknya isu persoalan childfree yang dipilih Gita Savitri hingga membuat namanya selalu menjadi sorotan jika berbicara tentang anak dan awet muda. Hebohnya isu tersebut rupanya juga menyeret nama artis cantik Cinta Laura Kiehl. Dalam prinsip menganut childfree, Cinta Laura yang turut terseret pun mengungkapkan perihal dirinya tidak ingin melahirkan seorang anak. Baginya jika suatu saat nanti dia menikah, dia tidak ingin melahirkan anak atau memiliki anak. Hal tersebut mengingat kondisi saat ini di berbagai belahan dunia, banyak anak-anak tidak memiliki dan tidak mendapatkan kasih sayang dari orang tua. Di mana anak-anak di berbagai belahan dunia ini merasakan kekurangan kasih sayang dari orang tuanya (viva.co.id, 14/2/2023).
Derasnya arus ideologi Barat yang melahirkan ide-ide turunannya—feminisme dan kesetaraan gender, childfree, hedonisme yang menjunjung gaya hidup terpenuhinya kepuasan 3F (food, fun, and fashion), hingga disibukkan dengan obsesi para muslimah muda terhadap K-pop—telah membajak kontribusi muslimah muda yang sejatinya diharapkan dapat selaras dengan kodrat dan fitrahnya sebagai perempuan.
Dengan sukarela atau terpaksa, tanpa para muslimah sadari, mereka telah masuk dalam perangkap pemikiran yang menyesatkan, yang bukan dari pemikiran Islam. Ide sekuler Barat tidak akan mampu menyelesaikan persoalan sedari akarnya. Alih-alih menyelesaikan problematik perempuan, produk hukum yang ada malah makin menjauhkan perempuan dari kodratnya dan memperparah penyakit sosial di tengah umat.
Adalah pemikiran kapitalis sekuler, yang memisahkan agama dari kehidupan sehari-hari, menjadikan seseorang bertingkah laku jauh dari aturan atau syariat Islam, padahal mereka muslim. Seperti Ide childfree, misalnya, jelas dapat mengancam keberlangsungan kelahiran generasi, yang ini jelas menyimpang dengan syariat Islam dimana setiap manusia memiliki naluri nau', dimana naluri ini tidak akan bisa selamanya dibendung atau dihapus.
Selanjutnya adalah jebakan kesetaraan gender atas nama pemberdayaan ekonomi dan kebebasan dalam hak reproduksi. Inilah yang memperdaya muslimah muda sehingga lebih memilih mengejar dunia yang jauh dari syariat. Atas nama kebebasan, mereka melupakan kemuliaan syariat menikah untuk menyempurnakan agamanya serta menjadi ummu wa rabbatul bait dan ummu ajyal.
Dr. Tri Rejeki Andayani, S.Psi., M.Si. selaku Psikolog Sosial dari Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, menuturkan beberapa alasan yang melatarbelakangi keputusan tersebut. Di antaranya, masalah personal, finansial, latar belakang keluarga, kekhawatiran akan tumbuh kembang anak, isu atau permasalahan lingkungan, hingga terkait emosional atau maternal instinct.
Hal ini akan sangat jauh terjadi manakala syariat Islam dipahami dengan baik oleh para muslimah utamanya. Kekuatan aqidah Islam akan menjaga mereka dari seluruh pemikiran yang merusak. Maka menguatkan iman dengan jalan belajar agama Islam secara menyeluruh adalah solusi pertama dalam individu tiap muslimah. Karena hakikatnya fenomena childfree sesungguhnya menunjukkan lemahnya iman dan kurangnya pemahaman syariat Islam para muslimah muda zaman sekarang. Allah Taala Sang Pencipta manusia dan bumi beserta isinya sudah pasti akan mencukupkan kebutuhan makhluk-Nya dengan baik. Setiap jiwa sudah dijamin rezekinya dan manusia hanya harus berusaha untuk menjemput rezeki tersebut.
Allah Swt. berfirman, “Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya; sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.” (QS Al-Isra [17]: 30)
Dalam peradaban Islam (Khilafah), muslimah akan dididik sebagaimana kodratnya sebagai rahim kehidupan. Dari rahim merekalah lahir generasi pemimpin orang-orang yang bertakwa. Dalam tiap kepayahan selama proses mengandung dan melahirkan, serta proses hadanah generasi, terdapat ganjaran terbaik dari Allah Taala. Maasyaallah. Apakah hal ini tidak cukup membuat para muslimah bertakwa termotivasi menjadi seorang ibu yang bisa melahirkan generasi-generasi tangguh?
Seorang ibu sampai disebut sebagai manusia nomor satu yang harus dimuliakan oleh anaknya, tiga kali lipat dibanding ayahnya. Tersebab kemuliaan peran inilah, para muslimah perlu mendapat penyiapan untuk tugas utamanya. Sudah seharusnya negara (Islam) hadir untuk memberi pendidikan terbaik dan terstruktur dalam menyiapkan seorang muslimah muda menjadi ibu.
Negara juga harus menghilangkan berbagai hambatan yang akan mengurangi optimalisasi peran kaum muslimah sebagai ibu, misalnya menjamin kesejahteraan. Selain itu, negara akan memudahkan akses lapangan pekerjaan bagi laki-laki sehingga perempuan tidak dipaksa oleh kondisi beratnya hidup harus turut menopang problem ekonomi keluarga. Agar para ibu bisa maksimal dalam menjalankan kewajiban utamanya sebagai ibu dan pengatur rumah tangganya.
Maka ide chilfree ini sesunguhnya ide tersistem dari barat, guna merusak para muslimah agar keluar dari fitrahnya menuju kerusakan pemikiran maupun sikapnya. Maka ide tersistem ini juga harus kita lawan dengan ide tandingan yang seimbang yakni dengan ide Islam kaffah, yakni berupaya menegakkan aturan Islam dalam payung negara khilafah islamiyah yang akan menerapkan syariat Islam dalam seluruh Undang-Undangnya, yakni.sumber hukumnya berasal dari Alquran dan Assunnah. Dimana aturan ini akan membawa keadilan bagi muslim maupun non muslim yang menjadi warga negara Islam, tak ada kelas-kelas, tak ada perbedaan perlakuan dihadapan sanksi atau hukum, semua diperlakukan sama.
Mari ulurkan tangan untuk perjuangan menegakkan syariat Islam, agar setiap manusia dan khususnya kaum muslimah jauh dari pemikiran yang sesat buah dari kapitalis sekuler saat ini menuju syaksiyah Islamiyah, yakni memiliki pola pikir dan pola sikap Islam dengan tegaknya syariat Islam dalam tataran negara, masyarakat dan setiap individu.
Wallahu a'lam.