Oleh : Nurul Hikmah, S.Pd
(Praktisi Pendidikan)
"Sudah tidak ada tempat yang aman bagi anak- anak kita selama kapitalisme memimpin",
Hal tersebut diungkapkan oleh Ustazah Ratu Erma dalam sebuah acara Refleksi Akhir Tahun lalu pada Ahad (31/12/2013). Pernyataan yang sangat mengena, pasalnya saat ini memang manusia sudah sedemikian gila. Sehingga pengibaratan bahwa tak ada lagi tempat yang aman bagi anak-anak dan para wanita saat ini, adalah benar adanya. Ketidak amanan tersebut bahkan hampir menjangkiti seluruh aspek kehidupan manusia, mulai dari pergaulan, pendidikan, interaksi dengan lingkungan sekitar, dan lain-lain.
Beberapa waktu yang lalu ada berita yang cukup menghebohkan jagat maya. Dimana dalam narasinya disebutkan bahwa ada seorang bocah Taman Kanak-kanak (TK) di Mojokerto yang diduga telah menjadi korban perkosaan tiga anak Sekolah Dasar (SD). Korban mendapat perlakuan tak senonoh secara bergiliran, dan yang lebih mengerikan lagi adalah bahwa hal tersebut telah dilakukan oleh para pelaku sebanyak 5 kali, dalam rentang waktu yang berbeda. Adapun kini dugaan kasus tersebut tengah ditangani oleh aparat kepolisian yang berwenang. (Liputan6.com, 20/1/2023)
“Kami turut prihatin dan sangat menyesalkan atas kasus kekerasan seksual yang terjadi di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Tidak hanya korban, tetapi ketiga pelaku juga masih berusia anak, yaitu 8 tahun. Kami mendapat laporan bahwa para pelaku sudah melakukannya sejak tahun 2022, dan hingga saat ini mereka telah melakukannya sekitar 5 kali."
"Kami masih terus memantau dengan dinas pengampu isu perempuan dan anak di daerah sekaligus mencari tahu latar belakang kejadian. Kami sangat menghargai pengasuh korban yang melaporkan keluhan korban, dan gerak cepat dari orang tua korban yang segera melaporkan kasus ini ke Polres Kabupaten Mojokerto dan P2TP2A Kabupaten Mojokerto,” ujar Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar di Jakarta (Jumat, 20/01/2023).
Kasus kejahatan yang menimpa anak semacam ini, banyak sekali merebak. Tak hanya satu melainkan puluhan bahkan ratusan anak telah menjadi korban, dengan detail kasus yang sangat mencengangkan dan tak masuk akal. Sebagaimana yang disampaikan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), bahwa sepanjang tahun 2022 ini telah ada 4.683 pengaduan yang masuk.
Nyaris dari lima ribu pengaduan itu bersumber dari pengaduan langsung, tidak langsung (surat dan email), daring dan media massa. Adapun pengaduan paling tinggi adalah klaster Perlindungan Khusus Anak (PKA), yakni sebanyak 2.133 kasus. Dan kasus tertingginya menjadikan anak sebagai korban kejahatan seksual dengan jumlah 834 kasus." (Republika.co.id, 22/01/2023)
Kembali dengan kasus di atas, dimana anak-anak jadi tersangka sekaligus korban dari kejahatan seksual. Kasus ini benar-benar diluar nalar manusia pada umumnya. Pasalnya, bagaimana bisa anak yang selalu dipersepsikan memiliki otak yang polos, melakukan hal sekeji itu. Namun itulah kenyataannya, dan hal itu merupakan buah dari bobroknya negara dalam mengurusi rakyat. Terjadi di berbagai lini kehidupan masyarakat, dalam hal ini khususnya pada sistem pendidikan, ekonomi dan pengaturan media.
Kita bisa melihat bagaimana sistem pendidikan hari ini yang justru menjadi bahan komersialisasi. Para murid dicetak sebagai mesin penghasil uang. Mereka belajar hanya untuk bekerja. Seakan-akan pekerjaan itulah yang menjadi tolak ukur hasil belajarnya. Para guru tak memandang perlu lagi untuk mengajarkan adab dan tata krama kepada anak murid nya.
Mereka pun tak diajarkan secara gamblang tentang agama nya. Bagaimana tidak, selain kapitalisasi mereka pun memegang prinsip sekulerisasi. Artinya agama akan diajar seperlunya, mereka hanya belajar tentang soalan ibadah saja. Mereka tidak akan mengajarkan tentang haramnya riba, ataupun minuman beralkohol. Mereka pun tidak diajarkan tentang bagaimana Islam mengatur tentang batas pergaulan antara pria dan wanita. Alhasil aktivitas seks pun mulai lagi menjadi aktivitas biasa di tengah masyarakat.
Selain dalam bidang pendidikan, sistem ekonomi dan sosial kemasyarakatan hari ini pun telah rusak adanya. Demi cuan yang melimpah, mereka rela melakukan apapun. Termasuk memperdagangkan serta memberi tontonan menjijikan kepada masyarakat. Nahasnya, tayangan-tayangan yang mengarah ke seksualitas, sinetron dan film-film dewasa yang medewakan hawa nafsu mudah untuk di akses oleh siapa aja. Tak ada pelarangan, penyaringan ataupun pembatasan yang serius dari pihak manapun agar tontonan tersebut tidak sampai ke masyarakat, khususnya anak-anak kecil di bawah umur.
Inilah yang terjadi hari ini, negara betul-betul abai dalam pengaturan rakyatnya. Alih-alih memperhatikan dan sedikit membuat aturan terkait kegilaan yang terjadi, mereka justru membuat masyarakat gila dengan berbagai tuduhan terorisme yang tak berdasar sama sekali. Aturan yang ada hanya membidik para pengemban dakwah Islam kaffah dan para pengkritik kebijakan saja.
Sangat kontradiktif dengan Islam, dimana Islam mengatur bagaimana pendidikan yang harusnya di enyam oleh seluruh generasi. Para pelajar akan ditanamkan tentang akidah sejak dini, bagaimana mereka mengEsakan Tuhan sehingga mereka paham bahwa diri mereka berasal dari Allah dan segala sesuatu yang mereka perbuat akan dipertanggungjawabkan kepada Allah.
Selain itu, sistem pendidikan Islam memiliki tujuan untuk menciptakan pribadi-pribadi yang bersyakhsiyyah Islamiyah atau kepribadian Islam. Yakni anak-anak yang memiliki pola pikir dan sikap yang Islami. Mereka tidak akan berani melakukan hal yang dilarang dalam Islam, termasuk dalam urusan pergaulan. Islam sangat membatasi pergaulan laki-laki dan perempuan, kecuali dalam beberapa hal yang menyangkut jual beli, belajar mengajar dan pengobatan.
Berbagai tayangan di media sosial juga tidak akan luput dari perhatian Islam. Konten dan penayangannya akan sangat diperhatikan dan dibatasi. Berbagai kontennya berfokus pada upaya meningkatkan iman serta ketakwaan masyarakat. Selain itu, berbagai tayangan edukasi pun bisa ditampilkan, dengan catatan bahwa di dalam tayangan tersebut tidak ada konten-konten merusak ataupun tidak sesuai dengan hukum syara'.
Adapun tayangan-tayangan tidak berfaedah, apalagi yang hanya menggiring pada pemenuhan hawa nafsu, maka negara akan dengan sangat mudah menonaktifkan bahkan memberikan sanksi yang setimpal sesuai dengan hukum syara yang berlaku.
Islam dengan aturan sempurna, akan mengatur bagaimana cara pengolahan dan pengelolaan sumber daya alam secara efektif. Dilakukan sebaik mungkin tanpa melanggar ketentuan-ketentuan yang ada dalam Al-quran dan hadis. Dan hasilnya akan digunakan secara maksimal untuk mengisi lumbung-lumbung baitul maal, yang nantinya akan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Salah satunya dalam urusan yang terkait dengan pendidikan.
Dalam sistem Islam, pendidikan yang merupakan tonggak dasar pembentukan tsaqofah dan keimanan masyarakat, tergolong sebagai salah satu kebutuhan dasar yang wajib ditanggung oleh negara. Semua masyarakat berhak dan bisa mengakses pelayanan pendidikan dengan mudah. Segala fasilitas terkait dengannya pun akan dimudahkan, baik menyangkut siswa didik maupun para pendidiknya.
Alhasil, terciptanya generasi beriman dan berakhlak mulia akan tampak secara nyata. Mereka tidak akan berani melanggar perintah dan larangan Allah. Alih-alih menghasilkan generasi rusak, Islam justru akan menghadirkan para pemuda cemerlang, yang akan menjadi para pemimpin di masa mendatang. Salah satu sejarah emas yang pernah terjadi pada saat Islam diterapkan adalah kisah Sultan Muhammad Alfatih. Ia telah berhasil menaklukkan Konstatinopel saat berusia 21 tahun dan saat itu beliau mampu menguasai berbagai bahasa.
Semua hal di atas, hanya bisa dan hanya akan bisa terjadi jika Islam diterapkan dalam kehidupan. Yang mana semua hal tersebut tidak akan bisa terwujud kecuali dalam Daulah Khilafah Islamiyyah.
Wallahu A'lam bis Shawwab
Tags
Opini