Anak Menjadi Pelaku Kejahatan, Potret Buram Kapitalisme

 



Oleh Riska Nurfaidah
(Aktivis pemerhati umat)

Tidak dimungkiri bahwa negeri ini memang dalam  kondisi darurat kasus kekerasan sekksual, tak terkecuali  anak-anak. Seringkali bahkan  yang menjadi pelaku kejahatan itu dilakukan oleh orang terdekat. Kekerasan seksual dari tahun ke tahun kasusnya terus meningkat, namun bagaimana jadi nya jika pelaku kekerasan tersebut di lakukan oleh anak-anak ?

Seperti di kutip dari detikjatim.com,  seorang siswi TK di kecamatan Dlangu, Kabupaten Mojokerto diduga menjadi korban tindakan asusila yang dilakukan tiga bocah laki-laki masih duduk di bangku SD, tragisnya pelaku baru berusia tujuh tahun tahun. Anak perempuan berusia enam tahun itu kini mengalami trauma berat karena sudah beberapa kali mengalami kejadian serupa.

Sungguh tidak masuk akal, bagaimana bisa anak usia SD sudah bisa menjadi pelaku tindak asusila.
Kasus semacam ini memang bukanlah hal yang baru namun bagaimana jadinya generasi penerus bangsa nanti bila sekelas anak SD sudah menjadi pelaku pemerkosaan. Ini menjadi bukti nyata bahwa sistem yang saat ini diterapkan tidak mampu melindungi generasi muda.

Fenomena ini semakin parah seiring dengan menjamurnya sarana-sarana hiburan di tengah masyarakat. Berbagai media internet, di sosial media banyak menyuguhkan konten-konten pornografi dan porno aksi. Lemahnya kontrol negara dalam pembatasan media, menyebabkan anak-anak bebas mengakses tontonan yang sarat dengan muatan yang berpotensi membangkitkan syahwat. Hal inilah salah satu faktor penyebab terjadinya tindak asusila.

Selain itu lemahnya kontrol dari orang tua dalam membatasi dan memonitor pengunaan gadget  turut menyumbang andil munculnya perilaku negatif pada anak. Tidak sedikit orang tua yang membiarkan anak-anaknya memegang gadget tanpa ada kontrol, entah itu dari tontonan yang tidak seharusnya dan juga dari  game yang membuat anak melenakan anak anak.

Kejadian ini kita tentu sangat menghawatirkan, jika dibiarkan berlarut bisa mengantarkan pada kerusakan yang besar di tengah-tengah masyarakat bahkan bisa mengundang Azabnya Allah.

Jika kita telisik lebih dalam, potret buram ini terjadi akibat penerapan sistem yang begitu mendewakan kebebasan.

Maka sudah seharusnya kita mencari solusi yang solutif agar kejadian sejenis tidak terulang kembali.
Untuk mengatasi masalah ini harus ada kerja sama yang baik dari berbagai pihak. Ada tiga aspek yang harus saling bersinergis.

Pertama, pentingnya kontrol orang tua entah itu dalam pendidikan anak ataupun monitoring orang tua dalam pemberian gadget terhadap anak.

Kedua, masyarakat yang peka terhadap sesama ataupun lingkungan sehingga menumbuhkan rasa menjaga dan memperhatikan satu sama lain. Tidak menjadi masyarakat yang individualis.

Ketiga, negara yang tegas dalam menyaring konten yang beredar di media. Negara seharusnya memberikan sanksi tegas bagi para pembuat konten yang akan membahayakan generasi.

Semua itu tidak akan terwujud kecuali sistem yang selama ini menjadi landasan diganti dengan sistem yang berasal dari Sang Pencipta. Sistem yang terbukti mampu menjaga generasi muda. Sistem yang menjadikan akidah Islam sebagai asas dalam setiap lini kehidupan. Sehingga semua akan terjaga, mulai pergaulan, pendidikan bahkan  tontonan yang disuguhkan kepada masyarakat.

Islam akan mengatur kurikulum pendidikan yang berbasis akidah Islam.
sehingga semua masyarakat mendapatkan bekal  tsaqafah Islam dmyahg cukup sebagai bekal menjalani kehidupan.

Islam memiliki aturan lengkap yang mampu mencegah dan menyelesaikan persoalan seperti ini. Namun semua   hanya bisa diterapkan jika Islam diterapkan secara sempurna dalam kehidupan.

Wallahu a'lam bishawwab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak