Oleh : Nita Karlina
(Relawan Opini)
Penistaan terhadap Al-Qur'an lagi-lagi terjadi. Umat islam kembali tersakiti dengan adanya pembakaran Al-Qur'an yang terjadi di Swedia dan Denmark. Seperti yang di lansir oleh CNN Indonesia,02/02/2023, Politikus ekstrem kanan Rasmus Paludan membakar Al Quran di Swedia dan Denmark dalam kurun waktu kurang dari sepekan. Pada 21 Januari, Paludan membakar Al Quran di depan Kedutaan Besar Turki di Stockholm. Enam hari kemudian, pendiri partai Stram Kurs (Garis Keras) itu melakukan aksi provokatif serupa di depan masjid di Copenhagen.
Tak hanya itu, Aksi Paludan membakar Al Quran di Copenhagen bahkan dijaga ketat kepolisian. Aparat berwenang terlihat memasang garis polisi di sekeliling Paludan yang membakar kitab suci umat Islam itu di seberang masjid, di mana para jemaah baru keluar usai melaksanakan salat ashar. Ia juga sempat berorasi yang isinya banyak menghina Nabi Muhammad SAW.
Kasus penistaan terhadap umat islam seakan tak dapat di hentikan, selalu terjadi dan terulang kembali. Jika kita analis semua ini merupakan akibat dari sistem kapitalis demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan. Salah satunya yaitu adanya kebebasan bertingkah laku
(freedom of behavior) dan kebebasan berpendapat
(freedom of speech). Lewat asas inilah mereka bebas bertingkah laku, hingga kitab suci umat islam pun di bakar. Bebas mengeluarkan pendapatnya, berbicara semaunya, tak melihat lagi norma, etika bahkan hukum dalam beragama.
Dalam sistem kapitalisme, mereka menganut akidah sekulerisme yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Pada prinsipnya agama tidak boleh ikut campur dalam urusan kehidupan manusia. Agama hanya boleh di terapkan dalam hal ibadah saja. Maka, inilah yang menjadikan para pelaku penistaan agama, seperti paludan dengan mudah melakukan aksi memprovokasi umat tertentu bukan hanya menghina bahkan sampai membakar kitab sucinya.
Selain itu, hukum yang ada hari ini pun tidak dapat memberikan efek jera bagi para pelaku penista agama. Bahkan pada aksi paludan ini aparat keamanan terlihat melindungi aksi tersebut dengan memasang garis polisi.
Jika kita melihat story dari paludan itu sendiri ternyata aksi kontroversial Paludan ini bukan kali pertama dilakukannya. Pada April 2019, pihak berwenang Denmark menjatuhkan hukuman percobaan 14 hari untuk dia karena rasisme. Satu tahun kemudian, Denmark menjatuhkan hukuman penjara tiga bulan terhadap Paludan karena didakwa melakukan tindakan rasisme, pencemaran nama baik, dan tuduhan lain.
Dari kasus tersebut, membuktikan betapa lemahnya hukum yang ada hari ini, tidak dapat menjadi pelindung bagi rakyatnya. Keadilan pun akan sangat susah di dapat, bahkan hukum yang ada hari ini seakan tajam ke bawah dan tumpul ke atas.
Sistem kapitalis ini telah sukses mencetak manusia - manusia munafik, taat kepada sebagian aturan Allah dan ingkar kepada sebagian lainnya. Tak hanya itu, Demokrasi juga sukses menciptakan
manusia-manusia yang tak lagi mengindahkan
masalah agama. Akibatnya, masalah agama tak lagi di pandang penting.
Selain karena demokrasi yang
menyebabkan marak penistaan agama, sistem yang ada pun tak
dapat menyelesaikan masalah ini karena tiga alasan: Pertama, karena rezim yang ada jelas tidak melihat agama sebagai sesuatu yang penting apalagi harus mempertaruhkan hidup atau mati.
Kedua, Penguasa kaum muslim saat ini boneka dan antek penjajah. Karena itu, berharap kepada mereka untuk melindungi islam dan umatnya, jelas sulit!
Ketiga, Kalaupun mereka bertindak, faktor utamanya bukan karena pembelaan terhadap islam, tetapi karena kepentingan.
Dalam islam ada tindakan tegas bagi penista agama, yakni ketika pelaku penistaan adalah seorang muslim berarti dia telah keluar dari islam sedangkan orang diluar Islam mendapatkan sanksi hukum mati. Hukuman diatas adalah salah satu aturan dari Allah SWT yang harus diterapkan agar menjadi Rahmat bagi Alam semesta.
Adapun dalil larangan tentang penistaan terhadap agama Islam adalah Allah berfirman:
ﻭَﻟَﺌِﻦ ﺳَﺄَﻟْﺘَﻬُﻢْ ﻟَﻴَﻘُﻮﻟُﻦَّ ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻛُﻨَّﺎ ﻧَﺨُﻮﺽُ ﻭَﻧَﻠْﻌَﺐُ ۚ ﻗُﻞْ ﺃَﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺁﻳَﺎﺗِﻪِ ﻭَﺭَﺳُﻮﻟِﻪِ ﻛُﻨﺘُﻢْ ﺗَﺴْﺘَﻬْﺰِﺋُﻮﻥَ ﻟَﺎ ﺗَﻌْﺘَﺬِﺭُﻭﺍ ﻗَﺪْ ﻛَﻔَﺮْﺗُﻢ ﺑَﻌْﺪَ ﺇِﻳﻤَﺎﻧِﻜُﻢْ
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab: “Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman (At Taubah : 65-66).
Rasulullah Saw bersabda:
مَنْ لِكَعْبِ بْنِ الأَشْرَفِ، فَإِنَّهُ قَدْ آذَى اللَّهَ وَرَسُولَهُ، قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ مَسْلَمَةَ: أَتُحِبُّ أَنْ أَقْتُلَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: نَعَمْ
“Siapakah yang mau “membereskan” Ka’ab bin Asyraf? Sesungguhnya ia telah menyakiti Allah dan rasul-Nya.” Muhammad bin Maslamah bertanya, “Apakah Anda senang jika aku membunuhnya, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Ya”…” (HR. Bukhari
Kita lihat kembali bagaimana negara Islam telah mencontohkan, sebagaimana penanganan yang dilakukan oleh Sultan Hamid II. Bahwa beliau mengetahui ada drama komedi tentang kehidupan Baginda Nabi Muhammad Saw yang akan digelar di teater Inggris. Beliau mengultimatum kepada pemerintah Prancis, untuk segera diberhentikan drama tersebut.
Setelah menerima surat ultimatum dan membahas masalah tersebut, pemerintah Prancis tidak hanya mengakhiri drama tersebut, mereka bahkan juga mengasingkan banyak aktor drama tersebut ke Inggris untuk menenangkan hati Sultan.
Itulah hukum Islam, apabila ditegakkan dalam bingkai negara tak ada satupun yang berani untuk mengolok-olok yang berkaitan dengan simbol-simbol Islam. Hukumnya tegas dan memberikan efek jera bagi pelakunya. Segala bentuk kriminalitas, sampai pada penistaan akan teratasi dengan baik dan adil. Tak hanya umat Islam, bahkan agama lain pun dapat menikmati keadilan dan kesejahteraan yang di berikan atas hukum Islam.
Namun, hukum tersebut hanya dapat di tetapkan jika negara menjadikan Islam sebagai solusi atas segala permasalahan dan menerapkannya dalam kehidupan. Dan yang mampu menerapkan hukum hukum tersebut hanyalah Daulah Khilafah sebagai satu satunya institusi yang menerapkan islam secara kaffah. Wallahualam bishowwab
Tags
Opini