Wawasan Kebangsaan, Benarkah Menghantarkan Perdamaian?



Oleh : Ummu Hanif, Pemerhati Sosial Dan Keluarga

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI) tengah gencar mensosialisasikan ide Wawasan Kebangsaan. Program dengan konsep penta helix ini akan dilanjutkan, khususnya di bawah payung program sinergisitas kementerian/lembaga dengan membuka dan menyelenggarakan Wadah Akur Rukun Usaha Nurani Gelorakan NKRI (Warung NKRI).

Alasan yang selalu dikedepankan terkait program kebangsaan ini adalah mengenai wacana kedamaian. Terlebih menjelang tahun 2024, yakni tahun pemilu. Diharapkan tahun politik berjalan lancar, jauh dari aksi radikalisme dan terorisme. Sekadar menyegarkan memori, salah satu polemik yang pernah mewarnai tahun politik adalah soal kotak suara berbahan kardus yang digembok. Tidak kalah ironis adalah tragedi wafatnya ratusan petugas TPS seluruh Indonesia secara massal dalam waktu hampir bersamaan di tengah masa penghitungan suara. Belum lagi soal dugaan korupsi di lingkaran komisioner KPU. Juga rusuhnya dunia maya akibat perang opini “cebong” versus “kampret”.

Dari semua itu, adakah hubungan antara polemik pesta demokrasi yang pernah ada dan aktivitas radikalisme ataupun terorisme? Apakah harus memosisikan umat Islam sebagai sasaran sehingga “damai” yang dimaksud tadi bisa terwujud? Mengapa harus lembaga penanggulangan teror yang harus turun tangan? 

Tentu saja sumber kekacauan politik bukanlah umat Islam, melainkan berbagai pihak yang mencari keuntungan untuk dirinya dan partainya. Mereka tega menghalalkan segala cara demi tercapai tujuannya termasuk kursi dalam Pemilu 2024. Lalu kenapa selalu umat Islam yang mendapat getahnya?

Sudah rahasia umum bahwa arah politik praktis saat ini tidak akan jauh dari keberpihakan penguasa pada kepentingan pengusaha (swasta nasional dan internasional) dan oligarki. Di negeri ini, semua aspek sosial, kemasyarakatan, hukum, politik, serta ekonomi, telah tersandera oleh kepentingan kapitalisasi. 

Sayangnya, pemilu demi pemilu tidak kunjung menunaikan harapan masyarakat menuju kehidupan yang lebih baik. Kampanye demi kampanye sekadar menjadi panggung mengumbar janji tetapi absen dari solusi. Tidak heran, rakyat makin lama makin jenuh sehingga pada akhirnya rindu perubahan hakiki. Sehingga tidak berlebihan jika dikatakan bahwa wawasan kebangsaan tidak akan pernah mampu menghasilkan perdamaian. Karena sumber kekacauan adalah ketidakadilan dari sistem kapitalis yang diterapkan. Selama kapitalis masih dijalankan, selama itu pula tercipta ketidakadilan yang memicu kekacauan.

Demikianlah, pada akhirnya semua paham, bahwa semua program atas nama kedamaian hanyalah kedok belaka. Pada dasarnya, penguasa sedang mencari cara untuk membungkap islam politik, musuh kapitalis sesungguhnya. Wawasan kebangsaan menjadi alasan untuk menjalan program lamanya, yakni islamophobia. Wallahu a;lam bi ash showab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak