Tren Bunuh Diri, Alarm Rapuhnya Generasi




 Oleh : Elvita Rosalina, S.Pd.
 (Aktivis dakwa lubuklinggau)


Saat ini trend bunuh di indonesia mengalami penguatan, Misalkan:
Pemuda berinisial TSR (18), mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM), mengakhiri hidupnya dengan melompat dari lantai 11 Hotel Porta, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. tempo.com, (13/10/22)
Seorang mahasiswa Lubuklinggau berinisial DK 23 tahun, ditemukan tewas gantung diri di dalam kamar rumahnya . Klikbuklinggau.com, (17/12/2022)

Sejoli ditemukan tewas terbaring berpegangan tangan di kamar apartemen di Ciputat, Tangerang Selatan. Diduga bunuh diri dengan meminum racun jenis potas, Kedua korban, RA dan TPN,  diketahui berstatus sebagai mahasiswa. Serta berwasiat kematian mereka tidak perlu diusut. detik.com, (7/1/2023).
Seorang pemuda berinisial MK (18) tewas setelah melompat dari jembatan di kawasan Jalan Raya Pasar Minggu, Pancoran, Jakarta Selatan. Korban tewas dengan luka di bagian kepala. detikcom, (11/1/2023).

Sementara itu, berdasarkan dari data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2019, Indonesia memiliki rasio bunuh diri sebesar 2,4 per 100 ribu penduduk. Angka ini menunjukkan bahwa ada dua orang di Indonesia yang melakukan bunuh diri dari 100 ribu jiwa di tahun itu. Dengan asumsi jumlah penduduk sebanyak 270 juta jiwa, maka kasus bunuh diri pada tahun tersebut diperkirakan sebanyak 6.480 kasus.

Begitu juga data Litbangkes menunjukkan bahwa 47,7% pelaku bunuh diri di Indonesia adalah kalangan muda (10—39 tahun). (liputan6.com, 11/10/2021).
Fenomena bunuh diri laksana gunung es, faktanya bisa diakses diberbagai media lokal maupun nasional. Kenapa bunuh diri  bisa terjadi di negeri ini padahal penduduknya mayoritas muslim,  banyak pesantren, hafidz Qur an, ulama, ustadz, komunitas islam dan konten tausiyah disosmed berseliwiran. Mestinya potensi ini mampu berkorelasi untuk menjaga ketaqwaan individu masyarakat (generasi).

Akan tetapi realitasnya banyak orang menghadapi beban hidup yang semakin sulit atau banyak orang mengalami depresi, hingga berujung bunuh diri. Fakta ini menunjukan bahwa ada masalah serius pada generasi yang tersistemik maka pasti ada peran sistem yang berlaku serta ada hubungannya dengan sistem pendidikan dan sosial yang diterapkan.
Perlu kita pahami bersama bahwa negeri kita menerapkan paham kapitalime sekulerisme yaitu tolak ukur berpikir tunduk pada akal semata, standar kebahagian hanya dilihat dari berlimpahnya materi (harta). Alaminya perbuatan individu masyarakat (generasi) senantiasa akan terhubung dengan lingkungan sosial kehidupannya. Maka dari itu negara punya andil besar atas pola pendidikan rakyatnya.

Jika dikaitkan dengan faktor yang berkontribusi terjadinya bunuh diri berawal dari lingkungan sosial dan pemicu utamanya adalah konsep pendidikan dimana pola hubungan pendidikan saat ini menyesuaikan dengan proses industrialisasi. Pendidikan selalu diarahkan pada kepentingan dagang atau politik. Budaya belajar bergeser menjadi budaya ekonomis, yaitu upaya mempersiapkan tenaga produktif untuk dijual dalam bursa kerja. Karakter generasi yang dibangun adalah hedonis, materialis, individualis, pragmatis dan sekuleris (pemisahan agama dari kehidupan).
Maka ketika generasi mengalami masalah mudah depresi atau putus asah dan berpikir dengan sumbuh pendek kemudian memgambil solusi yang pragmatis.

Walhasil siapapun yang berpegang erat dengan paham kapitalisme sekulerisme maka sama halnya bergantung pada akar yang rapuh karena Orientasi hidup hanya sebatas duniawi (materi) belaka sehingga berdampak melahirkan generasi yang rapuh jiwanya dari nilai spritual.

Memperkuat daya tahan dengan syariah Islam

Tindakan bunuh diri dengan cara apapun merupakan hal yang dilarang dalam Islam. 
Allah SWT berfirman
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An Nisa' : 29)

Dan dari al-A’masy dari Abu Shalih dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda: 
Siapa yang membunuh dirinya sendiri dengan pisau niscaya dia datang pada Hari Kiamat dan pisaunya ada di tangannya yang dia tusukkan di perutnya di neraka Jahannam, dia kekal selamanya di dalamnya. Dan siapa yang membunuh dirinya sendiri dengan racun maka racunnya ada di tangannya yang dia hirup di neraka Jahannam, dia kekal di dalamnya selamanya” (HR at-Tirmidzi).

Berdasarkan ayat dan hadist di atas bahwasanya Islam melarang perbuatan bunuh diri. Tidak hanya itu, selain dilarang, orang yang membunuh dirinya sendiri dengan menggunakan suatu benda atau cara, kelak di hari kiamat akan dihukum dengan benda atau cara tersebut di dalam neraka dan termasuk perbuatan dosa besar.
Bunuh diri dengan banyak faktor yang mempengaruhinya. Oleh sebab itu, solusi untuk mengatasinya harus tepat dan komprehensif, tidak bersifat parsial. Artinya, diperlukan peran sinergis antara individu, keluarga, masyarakat dan negara. 

Individu menjalankan perannya mengikuti pembinaan islam secara kontinu baik di rumah-rumah maupun di tempat-tempat umum sehingga tertancap pandangan hidup yang sahih dan lurus, yakni pandangan hidup Islam yang didasarkan pada aqidah Islam, menanamkan bahwa kebahagiaan hidup adalah diperolehnya ridha Allah, bukan dicapainya hal-hal yang bersifat duniawi dan material, karena semua itu bersifat sementara. 

Keluarga menjalankan peran dalam penjagaan akal dengan memberikan makanan yang halal lagi toyib, dan menjadi gerbang pendidikan utama yang menghantarkan keimanan dan keshalihan generasi. Maka dari itu orang tua mesti menshalihkan dirinya agar mampu menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warahmah. 

Sebaliknya, masyarakat yang menumbuh suburkan kebaikan akan mewujudkan masyarakat yang juga baik. Oleh sebab itu, agar masyarakat memiliki daya tahan dalam menghadapi depresi/stress sosial harus ada upaya untuk menumbuhkan solidaritas dan kepedulian sosial, menciptakan atmosfir keimanan serta mengembangkan dakwah dan amar makruf nahi mungkar. 

Selain itu, negara wajib membina masyarakat dengan akidah Islam melalui sistem pendidikan Islam, mengatur media massa hingga tidak menyebarkan budaya hedonistik dan materialistik yang bersumber dari kapitalisme serta menerapkan hukum-hukum Islam secara total serta mencampakkan akidah dan sistem kehidupan yang materialis dan sekuler. 
Dalam perkara mencetak generasi adalah tangung jawab bagi negara, maka dari itu umat hari ini membutuhkan negera yang menerapkan islam secara kaffah, negara dengan seperangkat aturan kehidupannya, hanya negara islam akan memberikan pendidikan bernafas syari’at islam sebagai landasan berpikir dan perbuatan, hingga melahirkan generasi yang unggul dan berkepribadian islam. 

ketika generasi dihadapkan masalah dalam kehidupan tidak mudah depresi akan tetapi menilai semua itu sebagai ujian dari Allah Swt. Generasi islam selalu menjadikan syari’at islam (Al qur an dan as sunah) sebagai pedoman kehidupan.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak