Oleh : Ummu Hadyan
Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) sekaligus mantan Wakil Presiden ke 10 dan 12 Jusuf Kalla (JK) mengatakan, bendera partai politik tidak boleh dibentangkan di masjid.
Pernyataan ini JK sampaikan guna menanggapi peristiwa pembentangan bendera oleh salah satu Partai politik, di Masjid Attaqwa Kota Cirebon, Jawa Barat beberapa waktu lalu.
JK mengatakan, kampanye di masjid tidak diperbolehkan. Pihak DMI tidak membolehkan aktivitas kampanye karena dilarang undang-undang. (Nasional.kompas.com 10/01/2023)
Satu tahun mendatang memang dirancang sebagai tahun pemilihan kembali penguasa negeri nomor satu atas negeri ini. Sebagaimana paslon paslon sebelumnya, mereka sudah mulai menggeliat mendulang suara massa melalui kampanye kampanye ilegal, sebab jika mereka tidak mendapatkan suara terbanyak mereka akan dalam kontestasi pemilihan. Untuk itu mereka melakukan berbagai upaya agar mendapat suara sebanyak banyaknya termasuk memanfaatkan masjid.
Umat Islam mestinya menyadari fungsi masjid yang sebenarnya sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Pada masa kepemimpinan beliau sebagai kepala negara Islam di Madinah, masjid Nabawi tidak hanya digunakan sebagai tempat shalat dan beribadah, namun juga mengurusi kepentingan kaum muslimin.
Dalam sirah tercatat setidaknya ada 10 fungsi masjid pada zaman Nabi SAW. Yaitu tempat ibadah ritual sebagaimana shalat, dzikir, tilawah Al Qur'an, tempat konsultasi dan komunikasi umat tentang berbagai persoalan kehidupan, tempat pendidikan, tempat pembagian zakat, ghanimah, sedekah dan lain lain, tempat Rasulullah SAW berdiskusi dengan para sahabat mengenai strategi perang dan bernegara, tempat latihan militer atau perang, tempat pengobatan dan perawatan para korban perang, tempat pengadilan sengketa, tempat penerima tamu, tempat menawan tawanan dan pusat penerangan Islam.
Saking penting nya fungsi masjid untuk eksistensi sebuah negara Islam, Rasulullah SAW meruntuhkan bangunan di Dzu awan, sebuah daerah satu jam perjalanan dari Madinah. Bangunan ini disebut kaum munafik sebagai masjid namun faktanya tidak difungsikan untuk membangun ketakwaan, menyebarkan kemunafikan ditengah tengah kaum muslimin.
Fungsi masjid seperti ini tidak berubah hingga kepemimpinan setelah Nabi Muhammad SAW wafat yang disebut Khilafah Islamiyah. Para Khalifah mendirikan masjid masjid diderah daerah yang tunduk kepada Islam. Fungsi masjid ini juga tidak banyak berbeda dengan fungsi masjid di Madinah. Aktivitas demikian merupakan definisi mengurusi kepentingan kaum muslimin yang di Fikih Islam disebut politik atau as siyasah.
Mujtahid hebat Al 'allamah syaikh Taqiyyuddin an Nabhani dalam kitabnya Siyasiyah Li Hizbit Tahrir halaman 1 menjelaskan bahwa dalam Islam politik atau as siyasah didefinisikan sebagai pengaturan urusan urusan masyarakat dalam dan luar negeri berdasarkan syariah Islam. Politik ini dilaksanakan secara langsung oleh negara Islam atau Khilafah serta diawasi oleh individu dan rakyat.
Makna politik ini diistinbath atau digali dari berbagai dalil, salah satu diantaranya dari sabda Nabi SAW " Dulu bani Israil diatur urusannya oleh para Nabi, setiap kali seorang Nabi wafat ia digantikan dengan Nabi yang lain. Sungguh tidak ada Nabi sesudahku, yang akan ada adalah para khalifah dan jumlah mereka banyak" (HR. Bukhari & Muslim).
Sayangnya kaum muslimin saat ini justru dikungkung oleh sistem Sekuler Demokrasi yakni sistem kepemimpinan yang bukan berasal dari Islam. Sekulerisme adalah paham yang memisahkan agama dari kehidupan, sehingga kaum muslimin hanya memposisikan fungsi masjid sebagai tempat beribadah, tidak ada lagi aktivitas mengurusi urusan umat sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Begitu pula sistem politiknya tidak menggunakan sistem politik Islam, melainkan politik Demokrasi. Sistem politik Demokrasi memperbolehkan manusia berdaulat atas hukum sehingga mereka bisa menjadikan kekuasaan mereka untuk menguasai yang lain dan memuluskan kepentingan mereka sendiri.
Sistem politik Demokrasi juga hanya melahirkan penguasa bermuka dua, mereka begitu manis ketika memanfaatkan momentum tertentu demi mendulang suara, namun saat menjabat mereka melalaikan dan melupakan semua janji janji kampanye, sebab legalitas kekuasaan dalam sistem Demokrasi dinilai dari suara mayoritas.
Karnanya wajar jika ada sebagian paslon yang memanfaatkan masjid untuk melancarkan tujuan tersebut. Maka publik akan mendapati politik saat itu begitu kotor dan penuh intrik, tidak sebagaimana politik dalam Islam yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Jika ada yang mengkhawatirkan terpecah belahnya masjid untuk kegiatan politik muncul, hal itu karna lemah nya pemahaman umat akan politik yang hanya membatasi dalam politik praktis, sebagaimana juga yang diamalkan parpol hari ini.
Ancaman terpecah belahnya umat sejatinya sudah muncul sejak partai Islam bukan lagi partai ideologis Islam. Umat hakikatnya sudah terpecah belah ketika parpol Islam mengejar kepentingan pribadi dan golongan dan bukan kepentingan umat secara keseluruhan. Kekhawatiran ini tidak akan muncul jika partai politik yang ada adalah partai ideologis Islam.
Syaikh Taqiyyuddin an Nabhani dalam kitab Takatul Hizbi menjelaskan bahwa fungsi partai politik memiliki peran strategis dalam perubahan umat yakni mereka bergerak dan terus bergerak membentuk kesadaran pemahaman yang benar. Politik yang bermakna mengurus urusan rakyat. Fungsi ini diwujudkan melalui pergerakan yang mereka lakukan.
Pergerakan kelompok ini tentu mengikuti metode Rasulullah SAW. Mereka membina umat hingga individu individu yang ada dalam binaannya memiliki kepribadian Islam dan siap berdakwah ke tengah tengah masyarakat. Dari dakwah ini masyarakat akan menyadari bahwa mereka hidup dalam sistem Sekulerisme Demokrasi yang batil dan buruk.
Mereka juga sadar bahwa seharusnya arah perjuangan ialah mengembalikan kehidupan Islam dalam naungan Khilafah, bukan terjebak dalam politik pragmatis Demokrasi. Sebab hanya dengan Khilafah, politik yang terwujud di tengah tengah masyarakat sesuai dengan syariah yakni mengurus urusan umat. Inilah partai politik yang seharusnya menjadi pilihan untuk menyatukan umat.
Wallahu a'lam bish shawab.
Tags
Opini