Sampai Kapan Kaum Pelangi Dibiarkan Tumbuh Subur di Negeri Ini?

 

Oleh Yuli Juharini
(Pegiat Literasi)

Bagaikan jamur yang tumbuh di musim hujan, begitu pula dengan keberadaan kaum pelangi di negeri ini. Negeri dengan jumlah kaum Muslim terbesar di dunia, namun kaum pelangi bisa tetap tumbuh subur dan merajalela. Ironis sekali. Padahal Islam melarang keras akan hal itu karena sudah menyalahi fitrah sebagai seorang manusia.

Mengapa hal seperti itu bisa terjadi? Ada apakah gerangan dengan negeri ini?
Tidak adakah Undang-undang yang melarang semua kegiatan kaum pelangi di negeri ini?

Lembaga Bantuan Hukum Pelita Umat menyayangkan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) baru tidak tegas melarang kaum pelangi. KUHP baru yang disahkan oleh DPR pada tanggal 6 Desember 2022 itu memang tidak secara khusus mengatur ancaman pidana terhadap orientasi seksual sesama jenis.

Hanya satu pasal saja yang mengatur tindak pidana perilaku seksual sesama jenis, yaitu pasal 414 tentang pencabulan. Di antara isi pasal tersebut adalah, setiap orang yang melakukan tindakan cabul terhadap orang lain yang berbeda atau sejenis di depan umum dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan. Bila dilakukan secara paksa dengan kekerasan, serta dipublikasikan sebagai muatan pornografi, maka dapat dipidana penjara paling lama sembilan tahun.

Dilansir dari Republik.com (22/1/2013), Menurut Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pelita Umat, Chandra Purna Irawan, KUHP yang baru tidak memberikan ancaman pidana terhadap kaum pelangi jika dilakukan secara sukarela tanpa adanya pemaksaan. Hal itu lah yang sangat disayangkan oleh beliau. Chandra Purna Irawan mengusulkan agar pengaturan terkait larangan kaum pelangi muncul di Undang-undang. Perlu adanya Undang-undang yang secara tegas melarang kegiatan kaum pelangi, baik secara sukarela maupun pemaksaan.

Sistem yang saat ini diadopsi meniscayakan kaum pelangi tumbuh subur dan berkembang. Karena belum ada undang-undang yang tegas untuk melarangnya. Dengan alasan HAM, mereka tetap eksis melakukan aktivitas, bahkan ada yang secara terang-terangan memproklamirkan diri mereka sebagai bagian dari kaum pelangi. Tanpa rasa malu, mereka kadang bergandengan tangan di muka umum. Sama sekali tidak menyadari bahwa hal itu merupakan perbuatan yang menjijikkan.
Tidak punya rasa takut akibat melakukan hubungan terlarang tersebut. Padahal akibat yang ditimbulkan dari perbuatan kaum pelangi itu adalah munculnya berbagai macam penyakit yang sangat berbahaya seperti kanker serviks, sifilis, kerusakan otak, HIV-AIDS, dan lain-lain yang berujung pada kematian.

Bila korban sudah banyak berjatuhan akibat tindakan kaum pelangi itu, lalu kita bisa apa? Sementara pemegang kebijakan sama sekali tidak melakukan tindakan yang nyata, walaupun hanya sekadar pencegahan. Mereka seolah-olah abai mengurusi rakyatnya terutama jika menyangkut kaum pelangi. Karena dalam sistem sekuler kapitalis yang dipentingkan hanya untung rugi bukan kebaikan rakyatnya. Sungguh miris.

Keadaan akan jauh berbeda jika negara diatur oleh syariat Islam. Dalam Islam sangat jelas bahwa perbuatan kaum pelangi itu haram hukumnya. Para ulama sepakat akan hal itu. Hukuman yang dijatuhkan pada kaum pelangi pun tidak main-main, yaitu dibunuh. Hal itu sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh At-Thirmidzi, Rasulullah saw. bersabda, "Siapa di antara kalian yang menemukan orang yang melakukan perbuatan kaum Nabi Luth, maka bunuhlah pelaku dan pasangannya.”

Mengapa Islam begitu tegas dalam menghukum perbuatan kaum pelangi itu? Tidak lain agar menimbulkan efek jera bagi pelakunya. Mereka akan berfikir ulang sebelum melakukan perbuatan terkutuk itu. Sebuah perbuatan yang bisa mendatangkan azab dan murka Allah Swt. Sampai-sampai Rasulullah saw. pun merasa khawatir terhadap umat-Nya. Dari Jabir r.a. Rasulullah saw. bersabda, "Perkara yang paling aku khawatirkan pada umatku adalah munculnya perilaku kaum Luth.” (HR. At-Thirmidzi)

Islam sungguh sempurna, mengatur berbagai macam problematika umat. Tidak ada perbedaan perlakuan di dalam Islam. Semua sama, baik muslim maupun nonmuslim. Begitu pula jika terkait dengan kaum pelangi, mereka akan mendapatkan perlakuan yang sama tanpa dibeda-bedakan. Hingga orang-orang yang hidup di negara yang menerapkan syariat Islam akan merasakan keadilan yang sebenarnya.

Bila sudah seperti itu, masihkah kita akan mempertahankan sistem yang terbukti tidak mampu memberantas keberadaan kaum pelangi? Sistem  yang tidak menjadikan halal haram bukan lagi menjadi tolok ukur dalam membuat kebijakan. Yang dipentingkan adalah bagaimana menangguk untung dari setiap kebijakan yang diambil.

Sudah saatnya umat Islam bangun dari tidur panjangnya, berjuang agar syariat Islam bisa diterapkan dalam kehidupan. Untuk menerapkan syariat Islam, tidak cukup hanya perorangan saja. Perlu adanya institusi negara untuk menjalankannya. Sebuah negara  yang akan melindungi rakyatnya dari gempuran kaum pelangi yang makin hari makin subur perkembangannya. Semoga hal itu dapat segera terwujud, aamiin.

Wallahu a'lam bishawwab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak