Oleh Ummu Syahamal
Hampir 1 juta orang muslim Rohingya telah tinggal di fasilitas yang penuh sesak di Bangladesh, akibat kekejaman junta militer Myanmar. Namun keadaan penampungan Rohingya di Bangladesh pun masih jauh dari kehidupan yang layak dan nyaman. Dan menurut perkiraan kelompok HAM jumlah Rohingya yang meninggalkan Bangladesh dengan perahu pada tahun 2022 melonjak lebih dari lima kali lipat dari tahun sebelumnya (Akurat.co, 26/12/2022).
Asia Tenggara khususnya Malaysia dan Indonesia termasuk negara yang dituju para pengungsi muslim ini. Baru- baru ini dilaporkan 185 pengungsi rohingya terdampar di Pantai Ujong Pie, Muara Tiga, Aceh. Sehari sebelumnya, 57 orang imigran Rohingya telah lebih dulu tiba di bibir pantai Kompleks Cagar Budaya Indrapatra, Gampong Ladong, Kecamatan Masjid Raya, Aceh Besar. Bahkan menurut UNHCR (Badan Pengungsi Perserikatan Bangsa-bangsa) hampir 500 orang warga muslim Rohingya telah mencapai Indonesia dalam enam minggu terakhir (Suarapalu.com, 27/12/2022).
Terkait kejadian ini, UNHCR mendesak negara-negara untuk turut membantu muslim Rohingya yang terdampar di laut setelah berminggu-minggu di Samudera Hindia yang menewaskan sedikitnya 20 orang tewas. Sikap PBB ini adalah sikap yang aneh. Karena PBB yang mengaku dirinya sebagai lembaga penjaga keamanan dunia ternyata tidak mampu memaksa Myanmar untuk bertanggung jawab terkait masalah Rohingya ini. Tetapi PBB justru meminta negara lain yang ikut bertanggung jawab. Termasuk permintaan langsung UNHCR agar Indonesia turut menanggung para pengungsi ini padahal Indonesia tidak memiliki kewajiban untuk menerima pengungsi yang masuk sebab hingga saat ini.
Indonesia belum meratifikasi Convention Relating to the Status of Refugees (Konvensi 1951) dan Protocol Relating to the Status of Refugees (Protocol 1976). Sikap PBB ini dapat dikatakan sikap hipokrit ketika yang menjadi korban adalah muslim dan PBB tidak punya solusi atas masalah Rohingya ini. Kalaupun dapat disebut solusi, yaitu menampung pengungsi Rohingya ini hanyalah solusi pragmatis. Dan akhirnya akan menimbulkan masalah baru lagi.
Akar masalah Muslim Rohingya ini adalah kezaliman genosida junta militer Myanmar yang melakukan penganiayaan, pemerkosaan, pembunuhan etnis Rohingya. Masalah ini tidak akan selesai dengan himbauan, ajakan, seruan atau ucapan keprihatinan saja. Masalah ini juga bukan masalah kemanusiaan semata. Tapi masalah ini menyangkut keselamatan jiwa kaum muslimin.
Islam adalah satu-satunya dien yang memberikan penghargaan amat tinggi pada darah dan jiwa manusia. Allah SWT menetapkan pembunuhan satu nyawa tak berdosa sama dengan menghilangkan nyawa seluruh umat manusia, "Siapa saja yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, seakan-akan dia telah membunuh seluruh manusia." (TQS al-Maidah [5]: 32).
Bahkan Allah SWT pun mengancam dengan ancaman sangat keras pada orang yang menghilangkan nyawa seorang Mukmin, "Siapa saja yang membunuh seorang Mukmin dengan sengaja, balasannya ialah Neraka Jahanam. Dia kekal di dalamnya. Allah murka kepada dia, mengutuk dia dan menyediakan bagi dia azab yang besar". (TQS an-Nisa`[4]:93).
Bahkan Allah SWT mengancam akan mengazab semua penghuni dan langit seandainya bersekutu dalam membunuh seorang Muslim. Sebagaimana Rasul saw. bersabda," Andai penduduk langit dan penduduk bumi berkumpul membunuh seorang Muslim, sungguh Allah akan membanting wajah mereka dan melemparkan mereka ke dalam neraka." (HR ath-Thabrani).
Hari ini PBB maupun pemimpin negeri-negeri Muslim tak mampu menyelesaikan masalah Muslim Rohingya. Masalah Rohingya ini hanya dapat terselesaikan tuntas ketika umat Islam memiliki perisainya, junnahnya, pelindungnya yaitu Khilafah. Dari Abu Hurairah –radhiyallahuanhu- bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda,”Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll).
Andai Khilafah itu ada, maka ia tidak akan sekedar berkata-kata atau bertindak pragmatis seperti yang dilakukan PBB maupun negeri muslim lainnya. Khilafah akan melakukan kerja nyata. Dengan power yang dimilikinya, Khilafah akan memberikan sanksi tegas kepada Myanmar yang telah menzalimi umat Islam di wilayahnya. Khilafah akan mengirim pasukan untuk membebaskan Muslim Rohingya dari kezaliman Myanmar. Seperti yang pernah dilakukan Rasulullah memerangi Yahudi Bani Qainuqo yang berawal dari persekusi dan pelecehan seorang muslimah di pasar yang berbuntut pembunuhan seorang pria Muslim yang membelanya. Seperti juga yang dilakukan khalifah Mu'tasim Billah mengirim pasukan tentara Khilafah menyerang pasukan byzantium karena ada seorang wanita yang dilecehkan kehormatannya.
Andai Khilafah telah menaklukkan Myanmar, maka penaklukan ini insyaallah juga akan menjadi jalan masuknya agama Islam dan syariatnya di wilayah Myanmar yang mayoritas masih non Muslim. Semua ini dilakukan semata untuk memberikan jaminan keamanan atas harta, nyawa dan keamanan muslimin Rohingya.
Karena umat Islam dimanapun berada adalah saudara. Yang haram darah dan hartanya tertumpah sia-sia. Kalaupun rakyat Myanmar nantinya tetap ingin memeluk agama dan keyakinan nya maka Khilafah tidak akan memaksanya masuk ke agama Islam. Tapi sesuai hukum syariat, mereka dikenai jizyah ketika wilayah Myanmar kelak dibebaskan.
Jizyah adalah sejumlah harta yang dipungut dari kafir dzimmi sebagai bukti takluknya mereka kepada daulah dan kompensasinya mereka pun dilindungi harta dan nyawanya oleh daulah. Jizyah ini jumlahnya tidak memberatkan dan kalangan non muslim yang lemah dalam daulah pun dibebaskan dari jizyah, diantaranya yaitu lki-laki yang sudah tua, yang miskin, perempuan dan anak-anak.
Yang terpenting dari penaklukan ini bukan jizyahnya, melainkan terbebasnya Rohingya dari rezim zalim dan masuknya syariat Islam ke negeri yang mayoritas penduduknya belum mengenal syariat mulia ini.
Maka dari itu, penting kaum muslimin hari ini sungguh- sungguh berjuang menegakkan sistem Islam yang mulia ini. Seruan penegakan khilafah sudah jelas dalilnya, bisyarahnya (kabar gembira dari Nabi atas tuntunan wahyu) pun jelas, juga telah ada survei-survei yang menunjukkan bahwa umat Islam dari berbagai belahan dunia menginginkan penerapan syariat Islam kaffah, bahkan sejumlah penelitian pakar politik Barat pun turut memperkuat akan prediksi tegaknya khilafah.
Hidup ini pilihan. Memilih bangkit memperjuangkan tegaknya kembali sistem Islam yang mulia ini hingga Allah mendatangkan pertolonganNya atau memilih diam saja hingga dosa jariyah menumpuk karena kezaliman dan kemaksiatan makin merajalela. Wallahua'lam bisshowab