Oleh Sinta Nur Safitri Ramli
(Aktivis Dakwah Muslimah)
Ketika manusia telah jauh dari syiar-syiar Islam, maka kerusakan di atas bumi pasti terjadi. Begitupun ketika budaya rusak dilabeli dengan aromatisasi Islam yang begitu dipaksakan. Dimanakah letaknya kemuliaan syiar Islam?
Baru-baru ini viral di media sosial seorang qari’ah yang disawer oleh beberapa orang laki-laki saat dirinya sedang mengisi acara Maulid Nabi Muhammad saw.
Dilansir dari kompas.com, qariah Nadia Hawasy angkat bicara usai videonya disawer saat mengaji Al-Quran viral di media sosial. Nadia mengaku merasa tidak dihargai dengan aksi sawer tersebut. (6/1/2023).
Namun, dia tidak bisa marah saat itu karena posisinya sedang mengaji. Sehingga tidak mungkin langsung menegur, berhenti dan turun dari panggung karena itu termasuk adab dalam membaca Al-Quran.
Kasus disawernya seorang qariah tersebut sangat jelas merupakan tindakan pelecehan yang sangat bertentangan dengan adab saat mendengar Al-Qur'an. Pembacaan kitab suci telah disamakan dengan acara pesta musik yang penuh goyang senggol. Selain bentuk pelecehan juga tentu saja akan menodai kesakralan Al-Qur'an sebagai kalamullah. Aktifitas ini jelas merupakan bentuk desakralisasi dan penghinaan terhadap kitab suci Al-Qur'an.
Kasus seperti ini tentu sangat berbahaya karena umat akan semakin jauh dari Al-Qur'an. Mereka tidak akan menjadikannya sebagai sesuatu yang sakral yang berisi petunjuk hidup, hasilnya kaum Muslim akan hidup di dalam aturan yang bertentangan dengan Al-Qur'an bahkan bisa saja umat akan kembali ke sisi gelap jahiliah.
Kejadian menyawer qariah merupakan tindakan yang bertolak belakang dengan adab mendengarkan Al-Qur'an dan merupakan buah dari sistem sekularisme yang saat ini merambah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pemahaman sekularisme ini telah berhasil menjadikan umat tidak lagi mementingkan agamanya. Apalagi paham kapitalis yang menilai kebahagiaan berdasarkan materi dan uang, seperti yang dicontohkan oleh dua lelaki yang menyawer qariah, bisa saja mereka berfikir bahwa saweran tersebut dianggap sebagai penghormatan. Dua lelaki itu mengira bahwa sang qariah bahagia mendapat saweran sebagaimana para biduan.
Kehidupan sekuler perlahan secara pasti sudah mengupas habis keimanan. Karena sekularisme umat Islam tidak lagi peduli dengan agamanya.
Padahal kalau dibiarkan, perbuatan itu tentu akan dianggap biasa. Mereka akan menganggap bahwa kitab suci bukan lagi hal yang harus disakralkan, namun hanya sebatas buku biasa.
Al-Qur'an merupakan kalamullah yang harus dihormati dan dimuliakan. Islam sendiri telah mengajarkan bagaimana baiknya seorang Muslim bila mendengarkan bacaan Al-Qur'an, yaitu dengan cara diam dan mendengarkannya dengan seksama. Bahkan juga Islam menyuruh untuk mempelajari dan memahami isinya, serta mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Allah Swt. berfirman:
وَاِ ذَا قُرِئَ الْقُرْاٰ نُ فَا سْتَمِعُوْا لَهٗ وَاَ نْصِتُوْا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ
"Dan apabila dibacakan Al-Qur'an, maka dengarkanlah dan diamlah, agar kamu mendapat rahmat." (QS. Al-A'raf 7: Ayat 204)
Mirisnya, selama umat masuk berada di lingkungan sekularisme dan kapitalisme, kaum Muslim tidak akan bisa menghormati dan memuliakan Al-Qur'an dengan sempurna. Tetapi justru terus-terusan dipengaruhi pikiran barat yang terus menggerus keimanan.
Nabi Muhammad saw.
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ
Artinya: "Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya." (Hadits Shahih Lighairihi, H.R. Malik; al-Hakim, al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm. Dishahihkan oleh Syaikh Salim al-Hilali di dalam At Ta’zhim wal Minnah fil Intisharis Sunnah, hlm. 12-13).
Islam mengajarkan cara memuliakan Al-Qur'an
Sebagaimana Allah berfirman:
اِنَّ هٰذَا الْقُرْاٰ نَ يَهْدِيْ لِلَّتِيْ هِيَ اَقْوَمُ وَ يُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِيْنَ الَّذِيْنَ يَعْمَلُوْنَ الصّٰلِحٰتِ اَنَّ لَهُمْ اَجْرًا كَبِيْرًا
Artinya: "Sungguh, Al-Qur'an ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus dan memberi kabar gembira kepada orang mukmin yang mengerjakan kebajikan, bahwa mereka akan mendapat pahala yang besar," (QS. Al-Isra' 17: Ayat 9)
Ayat-ayat di atas merupakan petunjuk bagi umat manusia, bagaimana cara terbaik memperlakukan Al-Qur’an.
Selama umat ini masih berada pada lingkungan sekularisme dan kapitalisme, kaum Muslim tidak akan bisa mensakralkan Al-Qur’an dengan sempurna. Bahkan, mereka akan terus dipengaruhi oleh pemikiran Barat untuk merendahkan Al-Qur’an, hingga terwujud desakralisasi Al-Qur’an dengan harapan umat semakin jauh dari kitab sucinya.
Maka sudah seharusnya kita mencari sistem alternatif yang mampu memposisikan Al-Qur'an sebagai aturan dalam menjalani kehidupan.
Wallahu a'lam bishawwab