Oleh : Eti Fairuzita
(Menulis Asyik Cilacap)
Seorang bocah 11 tahun di Makassar, Sulawesi Selatan, diculik dan dibunuh dua remaja, karena mereka tergiur uang Rp1,2 miliar dari tawaran jual-beli ginjal di media sosial.
Kepolisian Indonesia mengatakan kasus ini tidak terkait jaringan jual-beli organ tubuh, tapi BBC News Indonesia menemukan penawaran dan permintaan ginjal dengan imbalan uang masih beredar di media sosial.
Seorang ahli kesehatan masyarakat menyebut, tawar menawar ginjal di media sosial bisa berpotensi menjadi pintu masuk sindikat perdagangan orang.
Sementara Ikatan Dokter Indonesia, mengatakan sanksi berlapis bagi tenaga kesehatan yang terlibat operasi transplantasi ilegal.
Pada Jumat (13/01), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengatakan telah memblokir sebanyak tujuh laman jual-beli organ tubuh menindaklanjuti permintaan Polri.
Laman itu diblokir dengan dasar UU nomor 19 tahun 2016 pasal 40 (2a) dan (2b) tentang Informasi dan Transaksi Elektronik memastikan ketiganya tidak lagi dapat diakses oleh masyarakat luas.
Penawaran jual-beli ginjal melalui platform digital sangat banyak bersliweran, seiring dengan transformasi digital di negeri ini yang kian masif dikembangkan. Namun sayangnya, literasi digital masyarakat masih sangat rendah, sementara kehidupan sekuler telah melemahkan iman masyarakat. Standar kebahagian di tengah-tengah masyarakat adalah materi dan kenikmatan jazadiyah. Semakin besar materi dan kenikmatan jasadiyah ini diperoleh, maka hidup akan semakin bahagia.
Dari kasus ini sangat nampak, anak usia remaja sudah berpikir untuk mendapatkan materi dalam jumlah besar dengan menghalalkan segala cara. Hal ini didukung dengan kondisi perekonomian rakyat yang semakin sulit akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme oleh negara.
Alhasil, mendapatkan materi dengan cara instan tanpa peduli lagi perkara halal-haram, memungkinkan dilakukan oleh sebagian masyarakat saat ini.
Sedangkan perkembangan transformasi digital tidak dibarengi sistem pengamanan yang kuat dari negara, akibatnya terjadilah penyalahgunaan yang membahayakan nyawa manusia.
Padahal, seharusnya digitalisasi dapat membawa banyak manfaat dan kebaikan, apabila negara memiliki visi yang lebih mulia.
Faktanya, digitalisasi di negeri ini digenjot untuk kepentingan ekonomi yang didukung oleh regulasi dari negara. Memang benar, tidak ada yang salah dengan kemajuan digitalisasi. Adanya digitalisasi telah memudahkan kerja manusia. Namun, digitalisasi yang dijalankan dengan paradigma kapitalisme tidak bisa dilepaskan dari tujuan yang ingin diraih yakni mendapatkan profit sebesar-besarnya.
Sementara variabel dampak penggunaan platform digital hingga efek negatif yang ditimbulkan sama-sekali tidak lagi menjadi pertimbangan. Inilah salah satu dampak kesalahan dalam menentukan visi negara sehingga nyawa manusia pun hilang sia-sia.
Berbeda sekali dengan teknologi di bawah naungan Khilafah Islam. Khilafah Islam merupakan satu-kesatuan institusi kaum muslimin yang menerapkan Islam secara kaffah atau menyeluruh dalam aspek kehidupan. Oleh karenanya, teknologi yang dihasilkan senantiasa fokus pada teknologi tepat guna untuk menyelesaikan problem yang ada di masyarakat.
Pada abad 9/10 M, Abu Bakr Ahmed Ibn Ali Ibn Qays al-Wahsyiah sekitar tahun 904 M menulis kitab al-Falaha al-Nabatiya, kitab ini mengandung delapan juz kelak merevolusi pertanian di dunia. Antara lain tentang teknik mencari sumber air, menggalinya, menaikkannya ke atas, hingga meningkatkan kualitasnya.
Karena itu Khilafah Islam akan menerapkan aturan secara rinci terkait bagaimana memanfaatkan digitalisasi dalam bingkai keimanan untuk meraih kebaikan sehingga aman dari konten berbahaya.
Islam memandang bahwa segala sesuatu harus dipergunakan dengan menghadirkan kesadaran akan hubungan manusia dengan Allah. Walhasil, digitalisasi akan dipandang sebagai karunia Allah swt untuk mengumpulkan amal demi meraih ridha-Nya. Pemanfaatannya pun akan senantiasa terikat dengan syariat-Nya.
Pandangan inilah yang ditanamkan oleh Khilafah kepada generasi muslim melalui penerapan sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Sistem pendidikan Islam akan memastikan bahwa arus digitalisasi berjalan tanpa merusak fitrah dan identitas generasi.
Negara juga akan hadir di tengah-tengah masyarakat sebagai junnah atau pelindung serta sekaligus menjauhkan mereka dari bahaya. Sebab, keamanan merupakan tanggung jawab negara secara penuh. Perkembangan transformasi digital dikontrol oleh negara, hingga negara memastikan tidak ada situs-situs berbahaya yang merusak pemahaman Islam masyarakat. Seperti situs yang menyebarkan pemikiran justru bertentangan dengan Islam, semisal sekulerisme, liberalisme, pluralisme, dan sebagainya.
Termasuk menjauhkan masyarakat dari akses transaksi ekonomi yang haram. Baik haram dari segi mekanismenya maupun barang yang ditransaksikan.
Di bawah departemen keamanan, Khilafah mengangkat pegawai yang siap mengontrol hal tersebut setiap saat. Penerapan aturan Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah benar-benar akan menjaga umat dari bahaya yang mengancam nyawa, serta membentuk mereka menjadi pengguna teknologi maupun platform digital dalam bingkai keamanan dan ketakwaan.
Wallahu alam bish-sawab
Tags
Opini