Oleh : Hasriani, S.Sos.
(Relawan Opini)
Seorang remaja berinisial M dikabarkan tewas usai menghentikan paksa satu unit truk yang tengah melaju dari Exit Tol Gunung Putri, Desa Gunung Putri, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor. Padahal dalam konfirmasi Pemerintah Desa Gunung Putri telah melakukan pengawasan agar tidak ada kejadian penghentian paksa truk oleh remaja dan anak-anak.
Kades Gunung Putri, Daman Huri, mengakui selama beberapa bulan terakhir pihaknya melakukan pengawasan melalui CCTV Exit Tol pada malam hari. Namun, peristiwa tertabraknya M pada hari Sabtu (Republika.co.id,14/1/2023).
Berita lain juga datangnya dari Medan, seorang remaja tertusuk panah di bagian dada kiri setelah ikut tawuran di Kecamatan Medan Belawan. Dan kini, remaja tersebut menjalani operasi bedah toraks di RSUP H Adam Malik (detik.com, 10/01/2023).
Miris melihat perilaku generasi saat ini yang krisis moral, akhlak, dan sibuk mengejar dunia. Yang nampak justru hanya potret betapa bobrok dan rusaknya generasi hari ini. Kerusakan di dunia remaja begitu mudah kita temukan, mulai dari kasus tawuran, pergaulan bebas, narkoba, LGBT dan sederet kasus-kasus lainnya yang begitu memprihatinkan.
Hal ini tentu membuat para orang tua merasa khawatir ketika putra-putri mereka berinteraksi dan bersosialisasi di lingkungan luar. Dan kondisi ini makin parah ketika negara sebagai junnah atau pelindung umat juga tak punya visi sebagai penyelamat generasi. Jadilah generasi yang kehilangan arah, tidak memiliki pijakan yang kuat serta tidak peduli dengan bahaya yang mengancam. Padahal pemuda adalah ujung tombak perubahan. Mereka adalah aset dan masa depan bangsa.
Sistem Kapitalis Sekuler Biang Kerusakan
Jika kita cermati sesungguhnya segala pangkal kemaksiatan ini terjadi karena penerapan sistem sekuler kapitalis yang mencetak generasi remaja yang hedonis, terbuai dalam arus kapitalisme-liberalisme, dan individualisme, serta semakin jauh dari nilai-nilai Islam. Dalam pendidikan sekuler mereka hanya dibekali ilmu pengetahuan dan teknologi namun kering dari nilai-nilai agama.
Nilai-nilai kebaikan dalam sistem kapitalisme dipandang ketika hanya membawa manfaat duniawi semata tidak dikaitkan dengan perintah dan larangan Allah. Karakter baik hanya dikaitkan dengan nilai manfaat saja. Ketika kebaikan dianggap tidak memberikan nilai manfaat maka ditinggalkan.
Sistem kapitalis-sekuler ini telah menjauhkan generasi bangsa dari akhlak mulia dan berpotensi melakukan kerusakan di tengah masyarakat. Sehingga sistem Kapitalisme tidak layak untuk terus dipertahankan dan diperjuangkan karena telah terbukti tidak mampu mencetak generasi yang berkualitas. Mereka hanya di arahkan pada kehidupan dunia dengan sebatas meraup pundi-pundi harta, mengejar jabatan, dan kesenangan dunia yang fana. Mereka tidak memahami bahwa setiap aktivitas manusia di dunia ini akan dimintai pertanggungjawaban di yaumul akhir nanti.
Islam Penyelamat Generasi
Negara Islam memiliki visi mulia atas pemuda, juga memiliki metode untuk menyelamatkan generasi. Sepanjang sejarah dan kegemilangan Islam telah membuktikan bahwa peradaban Islam yang mulia diusung oleh para pemuda. Siroh Rasulullah SAW telah mencatat bahwa Tholabun nushroh ditangan pemuda yaitu Mush'ab bin Umair dan Sa'ad bin Muadz. Khilafah memberikan perhatian besar pada generasi muda ini. Di masa Islam, pemuda memainkan peranan penting dalam menegakkan fondasi peradaban Islam yang luhur.
Ada sosok Usamah bin Zaid yang diberikan amanah oleh Rasulullah SAW dalam perang menghadapi pasukan Romawi padahal kala itu usianya masih 18 tahun. Ia memimpin pasukan yang di dalamnya ada sahabat-sahabat senior seperti Abu Bakar dan Umar bin Khaththab. Hingga pasukannya berhasil dengan meraih kemenangan yang gemilang.
Di masa Kekhilafahan Islam juga banyak melahirkan generasi hebat yang tidak hanya menguasai berbagai ilmu pengetahuan. Tetapi juga hafal Al-Qur’an di usia belia. Mereka bisa menghafal Alquran di usia enam atau tujuh tahun, mereka pun mulai menghafal kitab-kitab hadits. Saat usia sepuluh tahun, mereka menguasai Alquran, hadits, juga kitab-kitab bahasa Arab yang berat, sekelas Alfiyah Ibn Malik. Karena itu, di era khilafah bermunculan pemuda yang sudah mampu memberikan fatwa. Iyash bin Mu’awiyah, Muhammad bin Idris as-Syafii, misalnya, sudah bisa memberikan fatwa saat usianya belum genap 15 tahun.
Para pemuda muslim kala itu Sibuk dalam Ketaatan. Ada ungkapan bijak, “Jika seseorang tidak menyibukkan diri dalam kebenaran, pasti sibuk dalam kebatilan". Agar masyarakat, khususnya generasi muda tidak terperosok dalam kesia-siaan, maka mereka harus disibukkan dengan ketaatan. Baik membaca, mendengar atau menghafal Alquran, hadits, kitab-kitab tsaqafah para ulama’, atau berdakwah di tengah-tengah umat dengan mengajar di masjid, kantor, tempat keramaian, dan sebagainya. Mereka juga bisa menyibukkan diri dengan melakukan perjalanan mencari ilmu, berjihad, atau yang lain.
Dengan cara seperti itu, mereka tidak akan sibuk melakukan maksiat. Dengan menyibukkan diri dalam ketaatan, waktu, umur, ilmu, harta dan apapun yang mereka miliki menjadi berkah. Sehingga dalam sistem Islam dalam usia 20 tahunan, Imam an-Nawawi, misalnya., bisa menghasilkan berjilid-jilid kitab. Bahkan, Imam Ahmad, bisa mengumpulkan dan hafal lebih dari satu juta hadits. Imam Bukhari juga begitu.
Semua kegemilangan ini tentu membutuhkan peran negara dengan sistemnya yang luar biasa. Karena Sejarah keemasan seperti ini hanya pernah terjadi dalam sistem khilafah, bukan yang lain. Peradaban demokrasi kapitalis sudah terbukti gagal. Saatnya Islam tampil membawa perubahan yang nyata dimulai dari bangkitnya generasi muda yang akan menjadi pionir perubahan dan kebangkitan. Sehingga potret buram generasi hanya bisa tuntas dengan sistem Islam dalam naungan Khilafah.
Wallahua’lam Bish-shawab.
Tags
Opini