Oleh: Hamnah B. Lin
Makin rusaknya kehidupan hari ini, sudah seharusnya menjadi renungan bagi setiap orang yang berakal, kenapa dan apa penyebab makin rusaknya tatanan kehidupan ini. Kesulitan ekonomi kian mencekik, kesejahteraan hanya janji bohong yang ditebar, kebutuhan sehari-hari seakan tak terkejar, hingga jatuh dalam lubang hutang ribawi. Baik masyarakat dan negara telah terperangkap hutang riba, bak mengundang bencana dari Allah Yang Maha Kuasa.
Hal ini diperparah dengan keimanan masyarakat dan penguasa yang makin menipis, kebebasan diberi ruang yang luar biasa dengan alasan bahwa agama adalah hak individu, berujung pada munculnya para penganut agnostik. Mereka memang percaya pada adanya Tuhan, tetapi tidak mengakui agama. Kasus orang yang murtad bukan saja hanya keluar dari Islam dan berpindah menjadi penganut agama lain, melainkan ada juga yang meninggalkan semua agama. Bahkan, tidak sedikit yang masih mengaku muslim, tetapi enggan terikat dengan syariat Islam alias menjadi sekuler tulen.
Dalam hubungan sosial, kasus seks bebas, kehamilan tidak diinginkan, hingga aborsi, L687, perselingkuhan, dan KDRT yang berujung perceraian, terus bertambah saja. Narkoba, depresi, hingga bunuh diri, putus sekolah, dan peningkatan pengangguran kasus kriminalitas, makin memperparah gambaran kerusakan yang tengah terjadi.
Berbagai kerusakan, penderitaan, dan kezaliman akan terus terjadi dan bisa mengantarkan umat manusia pada jurang kehancuran jika tidak terjadi perbaikan. Oleh karenanya, umat harus memahami bahwa akar masalahnya bukan sekadar kerusakan orang-orang yang menduduki jabatan pemangku kebijakan sehingga akan berubah manakala terjadi penggantian penguasa.
Semua terjadi akibat dari tidak diterapkannya aturan Allah SWT, yakni aturan islam. Inilah akar masalah yang perlu kita selesaikan bersama. Tugas kita bersama bahu membahu memahamkan akar masalah ini untuk kemudian menerapkan aturan yang berasal dari Allah SWT.
Umat Islam juga harus menyadari bahwa kehancuran akan makin cepat terjadi jika tidak ada langkah perubahan dari sistem kapitalisme sekularisme (yang rusak dan merusak) menuju sistem yang menyejahterakan yakni islam. Perubahan adalah suatu keniscayaan untuk melakukan perbaikan. Allah Swt. berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sampai mereka mengubah diri mereka sendiri.” (TQS Ar-Ra’du: 11).
Dan perubahan ini harus dikawal agar tidak ada salah langkah dalam setiap tahapnya, karena banyaknya perangkap palsu di fase perubahan ini.
Pertama, umat harus sadar bahwa penyebab utama penderitaan, kezaliman, serta berbagai krisis yang terus mengimpit adalah karena sistem kehidupan yang salah. Sekularisme kapitalismelah yang melahirkan semua kerusakan tersebut. Kesadaran yang benar tentang akar masalah ini akan mendorong umat menuntut perubahan sistem, bukan sekadar meminta bergantinya orang yang berkuasa.
Kedua, umat harus memahami sistem seperti apa yang akan menyelamatkan mereka dari penderitaan di dunia dan mengantarkan pada keselamatan di akhirat kelak. Jangan sampai umat salah menentukan pilihan solusi yang akhirnya bukan membebaskan mereka dari kezaliman, tetapi malah menjerumuskan mereka pada penderitaan lain, pelakunya saka yang berganti. Sistem alternatif itu hanya satu, yakni sistem kehidupan yang berasal dari Sang Pencipta manusia, dalam istilah fikih Islam disebut “Khilafah Islamiah”. Khilafah ialah kepemimpinan umum atas seluruh kaum muslim di dunia untuk menegakkan hukum atau syariat Islam dan mengemban dakwah ke seluruh dunia. (Abdul Qadim Zallum, Nizham al-Hukmi fi al-Islam, 2002 : 34).
Ketiga, umat harus memahami metode perjuangan untuk menegakkan Khilafah. Perjuangan tidak boleh ditempuh dengan metode yang salah, tetapi wajib mencontoh jalan perjuangan yang sudah dilewati baginda Rasulullah saw., yakni dakwah pemikiran. Pemikiran yang benar akan menuntun pada perubahan yang tepat; sebaliknya, pemikiran yang salah akan berujung pada kegagalan dan kesesatan.
Keempat, umat harus memahami bahwa menegakkan Khilafah adalah kewajiban semua muslim sebagaimana firman Allah Swt. dalam QS Ali Imran: 104. Kewajiban ini akan senantiasa ada selama institusi Khilafah belum hadir. Siapa pun yang melalaikan kewajiban ini akan terkena dosanya. Cara untuk melepaskan diri dari dosanya adalah berupaya terlibat aktif dalam perjuangannya, bukan mencukupkan diri sebagai penonton saja.
Setelah itu kita juga harus peka, pada saat seperti apa umat ini siap menyongsong perubahan, agar kita bisa menyatu dengan umat.
Pertama, umat menerima Islam dan menjadikannya sebagai ideologi, bukan sekadar agama ruhiah. Islam menjadi tuntunan berpikir dan berbuat. Mereka memahami bahwa jika kehidupan yang diatur dengan selain hukum Allah akan mendapat murka-Nya dan kesengsaraan hidup di dunia.
Kedua, umat sepakat akan mengambil bentuk pemerintahan Islam (Khilafah) dan siap mengangkat seorang khalifah yang mengatur urusan rakyat berdasar pada Al-Qur’an dan Sunah.
Ketiga, umat paham bahwa orang kafir memusuhi Islam ideologis. Umat juga mengetahui upaya musuh untuk menyesatkan pemikiran Islam untuk mencegah terwujudnya Islam politik.
Keempat, umat sadar bahwa penguasa adalah antek kaum kuffar dan menerapkan sistem kufur. Mereka sadar bahwa selama rezim dan sistem demokrasi masih berkuasa, selamanya umat tidak bisa terbebas dari pelanggaran terhadap hukum Allah Taala.
Kelima, umat menerima kepemimpinan partai Islam ideologis. Umat merasakan ketulusan aktivis partai yang berjuang untuk membebaskan umat dan kesiapannya memimpin perubahan. Umat pun siap berjalan bersama partai tersebut dalam dakwah untuk mencapai tujuan tegaknya Khilafah.
Dan proyek besar ini akan menggelora tatkala pemuda dengan ideologi islamnya memimpin di garda terdepan. Dengan kekuatan fisik dan pemikirannya, memimpin umat untuk meminta diterapkannya aturan islam dalam tataran global atau dunia, hingga islam mampu menyelimuti seluruh alam. Dan pemuda ideologis ini lahir dari pembinaan partai ideologis islam.
Wallahu a'lam.