Oleh: Ummu Hanif, Pemerhati Sosial Dan Keluarga
Kasus perselingkuhan menantu dengan mertua, sempat ramai menghiasai media. Kasus ini viral bermula dari unggahan sang istri di tik – tok, yang isisnya mengenai perselingkuhan suami dengan ibu kandungnya. Kasus penyimpangan interaksi dalam keluarga, telah terungkap berkali – kali. Menjadi kasus yang terus berulang tanpa menemukan solusi.
Penerapan sistem sekuler kapitalisme—yang menjadikan manfaat sebagai asas dan kebebasan berperilaku di atas segalanya—adalah biang keladi munculnya berbagai macam pemikiran dan tingkah laku menyimpang. Prinsip kebebasan tanpa batas, telah menggerus akhlak sampai ke hati nurani.
Kondisi ini diperparah dengan lemahnya pemahaman umat terhadap ajaran Islam kafah. Dengan minimnya pemahaman Islam, tidak sedikit individu muslim yang mengalami disorientasi hidup, mudah menyerah pada keadaan, bahkan terjerumus dalam kemaksiatan.
Wajar jika akhirnya perilaku-perilaku di luar batas kewajaran dalam interaksi keluarga pun terjadi. Garizah nau’ (naluri melestarikan keturunan)—yang darinya lahir sikap sayang orang tua kepada anak dan keturunannya, juga rasa sayang anak kepada orang tuanya—seolah pupus begitu saja. Sebaliknya, seorang ibu atau istri bisa tega menyakiti anaknya demi memenuhi nafsunya berselingkuh dengan menantunya, suami dari anaknya sendiri sekaligus mengkhianati suaminya. Na’udzubllahi min dzalik!
Sedemikian dahsyatnya sistem sekuler kapitalisme merusak manusia! Bahkan, naluri sekalipun, potensi hidup yang telah Allah berikan pada manusia, sejak lahir dirusak hingga berkeping-keping. Manusia sebagai makhluk paling mulia yang Allah ciptakan pun bisa berperilaku layaknya binatang.
Tampak nyata bahwa aturan buatan manusia yang lahir dari sistem sekuler kapitalisme tidak mampu membentengi manusia dari kerusakan, apalagi menjadi solusi. Masihkah kita berharap pada sistem rusak ini? Saatnya umat Islam kembali kepada aturan Islam, aturan yang datang dari sang maha pencipta.
Wallahu a’lam bi ash showab.