Perempuan dan Anak-Anak serta Rasa Aman yang Mereka Butuhkan



Oleh. Liza Khairina



Salah satu kebutuhan pokok konsumsi jiwa manusia adalah adanya rasa aman. Terlindungi secara personal, keluarga, masyarakat dan negara. Terlebih bagi kaum lemah, aman bagi mereka adalah kekayaan paling berharga. Dalam hal ini perempuan dan anak-anak yang rentan menimpa keduanya berbagai peristiwa tidak mengenakkan. Bahkan adakalanya berujung hingga hilangnya nyawa demi mempertahankan kehormatan. Selain menjadi perhiasan yang menyenangkan, perempuan dan anak-anak juga tidak jarang menjadi objek kekerasan. Keduanya seringkali berada pada kondisi memprihatinkan. Kelemahan kodrati pada diri mereka, tidaklah cukup kuat ketika menghadapi persoalan sementara power pembelaan untuk mereka relatif minimal. Apa sebabnya demikian? Karena rasa aman yang diberikan penguasa terhadap dua entitas ini tidak didasarkan pada standar iman, begitu pula tidak menjadi spirit wajib dalam fungsi kepemimpinan. Kondisi aman sebatas dikenal dalam komunikasi lisan dan tulisan, juga dibahas panjang lebar tanpa kepastian mekanismenya untuk diterapkan.

Baru-baru ini, beberapa kejadian menimpa perempuan dan anak-anak dalam rentang waktu yang sangat berdekatan. Meskipun pada faktanya, di luar sana peristiwa-peristiwa buruk yang dialami perempuan dan anak-anak sudah bukan lagi kejadian langka. Akan tetapi, perbincangan dengan analisa yang jernih tetap dibutuhkan sebagai wujud kepedulian terhadap persoalan umat. Membawa opininya ke beranda dunia, dengan terus menggemakan seruan perlindungan yang cukup oleh para penguasa terhadap kaum lemah di antara rakyat mereka.

Di antara yang perlu kita berikan himmah (perhatian) dan kepedulian adalah peristiwa-peristiwa berikut.

Melansir berita awal tahun 2023. Polda Metro Jaya menyatakan: Wanita korban mutilasi di Bekasi bernama Angela Hindriati Wahyuningsi, diketahui merupakan mantan aktivis Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) yang dinyatakan hilang sejak juni 2019. Persoalan asmara diduga kuat melatarbelakangi pembunuhan Angela. Dan motif pembunuhan tersebut diperoleh dari pengakuan tersangka M Ecky Listianto (34) saat diperiksa polisi (beritasatu.com, 07 Januari 2023).

Sebelumnya, kepolisian juga berhasil menangkap pemulung yang menjadi pelaku penculikan anak perempuan di Jakarta Pusat, Iwan Sumarno (42) pada Senin (2/1), setelah sempat buron. Sumarno sendiri tercatat sebagai eks narapidana. Dia pernah dipenjara tujuh tahun akibat pencabulan anak di bawah umur oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan baru bebas sekitar 2021 lalu (cnnindonesia.com, 03 Januari 2023).

Di tempat lain, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspa Yoga mengunjungi Bunga (nama samaran), anak perempuan berusia 12 tahun yang tengah hamil 8 bulan diduga akibat kekerasan seksual yang dialaminya. Dalam kunjungan tersebut, Menteri PPPA mendorong Pemerintah Daerah untuk memberikan perlindungan terbaik bagi korban sesuai tugas dan fungsinya masing-masing. Berdasarkan kesepakatan bersama, beberapa waktu ke depan korban masih akan tinggal bersama pasangan suami istri yang membantu merawatnya. Pemilik kebun karet tempat orang tua korban bekerja yang kemudian berinisiatif membuat konten edukasi dari kasus ini di media sosial. "Sembari nanti akan dilakukan proses pendekatan oleh Pemerintah Daerah untuk kemudian korban dibawa ke rumah aman", terang Mentri PPPA. (kemenpppa.go.id, Jumat 06 Januari 2023).

Menilik fakta-fakta di atas, pasti yang tergambar dalam benak kita sebagai manusia berperasaan adalah perilaku sadis. Perempuan dan anak-anak selalu menjadi tumbal rusaknya tatanan masa kini yang kapitalistik. Peristiwa-peristiwa yang menjadikan perempuan dan anak-anak sebagai korbannya, oleh cara pandang kapitalisme justeru diangkat menjadi topik perbincangan yang seksi dan menarik. Media-media komersial mengekspose-nya sebagai peristiwa terkini.

Fenomena ini pula yang menjadikan alasan banyak aktivis membawa persoalan perempuan dan anak-anak ke forum-forum keummatan dan program perundang-undangan. Ada yang membahasnya dengan kacamata perasaan belaka. Ada pula menggunakan pemikiran dengan asas praduga tak bersalah, kemudian membuat analisa yang dirasa cukup untuk melahirkan kesimpulan dan kecenderungan. Dan ada pula sebagian yang memanfaatkannya sebagai sarana menguatkan dukungan atas proyek global turunan kapitalisme, yakni gerakan feminisme. Perempuan dan anak-anak menjadi ladang bisnis menggiurkan, ditelanjangi tanpa ampun kemudian dibungkus dalam kemasan ikonik bernama moderasi beragama.

Kapitalisme tidak sedikitpun memberi ruang aman pada perempuan dan anak-anak. Walau dalam ranah pribadi dan lingkungan keluarga. Sebab regulasi yang berasaskan pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme) begitu mengakar dan meluruh masuk ke setiap sendi kehidupan. Pendidikan, sosial, ekonomi, kesehatan, budaya, politik, termasuk teknologi. Tidak ada ruang ideologis yang mengenakan kostum mutiara Islam membentuk kepribadian kuat dan unggul. Agama disempitkan pada urusan pribadi, hubungan dengan Tuhan semata. Seluasnya adalah milik manusia, yang merasa berhak membuat dan mengatur urusan kehidupan dengan akal terbatasnya. Akibatnya, kondisi fatal menyasar setiap person dan komunal. Terkhusus perempuan dan anak-anak yang rentan dengan ketidakberdayaan.

Kasus mutilasi, kekerasan seksual, penculikan anak adalah bagian kecil dari derita panjang perempuan dan anak-anak di negeri yang katanya "berbudaya" dan pemeluk agama Islam terbesar di dunia. Pada faktanya, tidak ada jaminan aman oleh penguasa dan undang-undang yang ada. Perjalanan hidup seperti hukum rimba. Yang kuat dan kuasa akan sanggup bertahan, sedang yang lemah dan tak kuasa terinjak hilang dalam percaturan. Hukum pidana tidak sedikitpun memberi efek jera, bahkan semakin berani dengan dukungan media dan tontonan-tontonan niragama . Sebagian dari kita hanya menonton dengan perasaan iba, sebagian yang lain sibuk dengan kepentingannya emoh peduli sesama. Para pelayan umat terlihat berupaya menyelesaikan persoalan sebatas karena viralnya kasus dan terdesak menyelamatkan citra pemerintahan. Sementara biografi perempuan dan anak-anak disajikan di tengah-tengah kita dengan warna warni kehidupan yang semakin kapitalistik.

Tentu sangat disayangkan, kita umat Islam yang memiliki karakter paling waras bin waratsah (pewaris peradaban gemilang) bertahan dengan sistem rusak dan merusak. Padahal kita punya fikrah kulliyah (Islam kaffah) yang sudah pernah memimpin bangsa-bangsa dan memuliakan perempuan, juga anak-anak hingga lanjut usia. Islam dengan ideologi sahihnya telah dan sedang berdiri berjaga memberi solusi dengan kesempurnaannya yang menyeluruh bagi persoalan dunia, lebih-lebih perempuan dan anak-anak. Memberi rasa aman dengan standart iman dalam keluarga, masyarakat dan negara, Qiyadah fikriyah Islamiyah terus memancar ke pelosok negeri-negeri membawa misi langit demi menyelamatkan bumi.

Islam memuliakan perempuan dan menjaganya. Dalam QS an-Nisa' : 19 Allah Swt berfirman tentang bagaimana seharusnya memperlakukan perempuan.

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَحِلُّ لَـكُمْ اَنْ تَرِثُوا النِّسَآءَ كَرْهًا ۗ وَلَا تَعْضُلُوْهُنَّ لِتَذْهَبُوْا بِبَعْضِ مَاۤ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اِلَّاۤ اَنْ يَّأْتِيْنَ بِفَا حِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ ۚ وَعَا شِرُوْهُنَّ بِا لْمَعْرُوْفِ ۚ فَاِ نْ كَرِهْتُمُوْهُنَّ فَعَسٰۤى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـئًـا وَّيَجْعَلَ اللّٰهُ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا

Hai orang orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, maka (bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.

Rasulullah Saw juga sering mengingatkan dengan sabda-sabdanya agar umat Islam menghargai dan memuliakan kaum perempuan. Di antaranya: "Aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baik kepada para wanita." (HR. Muslim).

Juga sabda Beliau yang lain: "Sebaik-baik kalian adalah yang berbuat baik terhadap istrinya." (HR. Tirmidzi).

Begitu juga dengan anak-anak, Islam sejatinya memposisikan anak sebagai amanah. Harus senantiasa dijaga dan dilindungi dari segala marabahaya dengan memperlakukan mereka lemah lembut dan membentuknya sebagai pribadi-pribadi yang kuat. Sebagaimana dalam QS at-Taghabun : 15 Allah Swt berfirman:

اِنَّمَاۤ اَمْوَا لُـكُمْ وَاَ وْلَا دُكُمْ فِتْنَةٌ  ۗ وَا للّٰهُ عِنْدَهٗۤ اَجْرٌ عَظِيْمٌ

"Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah pahala yang besar."

Kemampuan sistem Islam dalam melindungi perempuan dan anak-anak bisa kita lihat dalam rekam jejak sejarah peradaban Islam. Khalifah Al Mu'tashim Billah menyambut seruan seorang budak muslimah yang berbelanja di pasar dan berteriak meminta pertolongan karena dilecehkan oleh orang Romawi. Pasukan besar kaum Muslimin yang dipimpin sendiri oleh Khalifah Al Mu'tashim Billah akhirnya berhasil menaklukkan kota Ankara.

Begitu juga perlakuan lembut atas anak-anak, telah diberikan Islam terhadap mereka. Ketika Rasulullah Saw memerintahkan pengasuhan anak dengan konsep Islam, hak-hak mereka untuk mendapat perlakuan lembut tetap harus diberikan sepanjang masa pendidikan. Kisah sahabiyah Rubayyi binti Mu'awidz r.ha, dia berkata: "Ketika Rasulullah Saw memerintahkan kami agar berpuasa tanggal 10 Muharram, maka sejak saat itu kami selalu berpuasa dan menyuruh anak-anak berpuasa bersama kami. Apabila mereka menangis karena lapar, maka kami menghibur mereka dengan mainan agar mereka diam hingga waktu berbuka."

Betapa sempurna ajaran islam sebagai sistem kehidupan yang menjamin keamanan dunia, melindungi kehormatan dan hak-hak dasar perempuan dan anak-anak. Alhasil, hanya dengan Syariat Islam yang diterapkan secara menyeluruh oleh negara khilafah yang akan mampu menghapus bentuk kekerasan dan pelecehan yang seringkali menimpa mereka. "Para khalifah telah memberikan keamanan kpd manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan usaha keras mereka. Para khalifah telah mempersiapkan berbagai kesempatan bagi siapapun yg memerlukannya dan meratakan kesejahteraan selama berabad-abad dalam luasan wilayah yang belum pernah tercatatkan lagi fenomena seperti itu setelah masa mereka," simpul Will Durant dalam tulisan sejarahnnya, "The Story of Civillization".

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak