Oleh: Tri S, S.Si
Pemerintah akhirnya mencabut Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang selama ini telah diterapkan untuk menanggapi pandemi virus corona (Covid-19). Pencabutan ini resmi dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Jumat 30 Desember 2022. Sementara itu negara di kawasan Asia Timur seperti Jepang dan China kini tengah babak belur menghadapi Covid-19. Jepang mengkonfirmasi 215.964 kasus baru Covid-19 pada Rabu lalu, dengan jumlah harian naik sekitar 9.500 dari minggu sebelumnya dan melampaui 200.000 untuk hari kedua secara berturut-turut (Tribunnews, 30-12-2022).
Sebelumnya, China juga dilaporkan mengalami gelombang Covid-19 dengan ruang ICU di rumah sakit yang penuh. Karena alasan itu, sejumlah negara termasuk Amerika Serikat, Italia, Jepang, Malaysia, dan India menerapkan syarat ketat bagi kedatangan turis asal China. Di antaranya memperlihatkan hasil tes negatif Covid-19. Meskipun demikian, ahli kesehatan memperingatkan agar pemerintah memberi pantauan 14 hari terhadap pelancong dari China yang masuk ke Indonesia, sebagai langkah antisipasi (BBC,29 Desember 2022).
Dicabut PPKM tidak berarti masyarakat telah bebas dari bahaya covid. Ini hanya menunjukkan bahwa masyarakat telah bebas beraktivitas tanpa ada pembatasan. Berarti juga masyarakat diminta berjuang sendiri dan menjaga diri sendiri dari serangan virus. Pasalnya virus covid dan omicron belumlah beranjak pergi dari bumi Pertiwi. Selama PPKM memang wabah covid terkendali sebagaimana disebutkan pemerintah. Akan tetapi dengan dicabut PPKM bukan tidak mungkin terjadi lonjakan kasus sebagaimana yang dialami Jepang dan Cina. Apalagi Indonesia sendiri tidak membatasi pelancong dan TKA dari Cina.
Akhirnya meski PPKM Dicabut akan tetapi rakyat tetap diminta terus waspada dan tetap menggunakan masker. Sungguh ini merupakan kebijakan yang mempertaruhkan nyawa rakyat hanya demi kepentingan ekonomi. Padahal seharusnya penyelamatan nyawa harus menjadi prioritas utama. Karena pembangunan ekonomi hanya bisa diraih jika rakyat terselamatkan nyawanya.
Pencabutan PPKM dengan alasan covid sudah terkendali hanyalah alasan klise semata. Tidak kita pungkiri bahwa pandemi telah memberikan dampak luas dan kerugian terhadap perekonomian Indonesia, terutama di bidang investasi. Sehingga wajar pencabutan PPKM justru akan mengorbankan nyawa rakyat demi kepentingan korporasi dan investasi. Padahal negeri ini telah merasakan sakitnya terdampak pandemi covid sejak tahun 2019. Betapa banyak nyawa melayang bahkan tenaga kesehatan yang menjadi ujung tombak penanganan covid pun banyak yang meninggal dalam menjalankan tugas. Sungguh pengalaman pahit selama pandemi harusnya cukup menjadi pelajaran.
Sistem Islam merupakan sistem yang sempurna berasal dari zat maha sempurna. Islam menjadikan penjagaan terhadap jiwa dan nyawa manusia menjadi salah satu tujuan dari penerapan aturan. Sehingga tidak akan muncul aturan yang justru mengorbankan nyawa rakyat. Dalam Islam pemimpin adalah adalah pelayan rakyat. Wujud pelayanan ini diantaranya dengan melindungi masyarakat dari bahaya wabah serta melakukan penanganan yang tepat dan gratis disaat wabah melanda.
Khalifah tidak boleh mengorbankan nyawa rakyat dengan alasan kepentingan ekonomi. Rasulullah Saw bersabda: Seorang imam (pemimpin) adalah ra’in (penggembala) dan dia bertanggung jawab atas gembalaannya (rakyatnya).” (HR. al-Bukhari). Dan di hadist :
“Siapa saja yang dijadikan Allah mengurusi suatu urusan kaum muslimin lalu ia tidak peduli akan kebutuhan, keperluan, dan kemiskinan mereka, maka Allah tidak peduli akan kebutuhan, keperluan, dan kemiskinannya.” (HR. al-Bukhari).
Apapun alasannya, seharusnya pemerintah lebih jeli ketika mengambil kebijakan. Tidak selayaknya nyawa rakyat dikorbankan hanya karena kebijakan yang asal-asalan.
“Sungguh hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan disahihkan al-Albani).
Hanya dengan sistem Islam rakyat akan terlindungi. Semoga Islam segera segera tegak kembali di bumi Pertiwi. Menjadi junnah dan pelindung umat yang hakiki.