Ditulis oleh: Sri Wahyu Anggraini, S.Pd
( Aktivis Muslimah Lubuklinggau)
Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) resmi dicabut pada Jumat (30-12-2022) oleh Presiden Jokowi. Namun, meskipun PPKM telah dicabut, Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa saat ini Indonesia masih berstatus pandemi Covid-19. Hal ini sesuai dengan pernyataan Badan Kesehatan Dunia (WHO) bahwa saat ini baru tanda-tanda awal berakhirnya pandemi.
Presiden RI Joko Widodo resmi mencabut pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di seluruh wilayah Indonesia pada Jumat. “Indonesia termasuk negara yang berhasil mengendalikan pandemi COVID-19 dengan baik dan sekaligus bisa menjaga stabilitas ekonomi nya,” ujar Presiden Jokowi. Dalam beberapa bulan terakhir pandemi COVID-19 semakin terkendali di Indonesia. Pada 27 Desember 2022 kasus COVID-19 harian mencapai 1,7 kasus per 1000.000 penduduk, positivity rate mingguan mencapai 3,35%, tingkat perawatan rumah sakit berada di angka 4,79%, dan angka kematian di angka 2,39%. Ini semua berada di bawah standar dari WHO, seluruh kabupaten/kota di Indonesia saat ini berstatus PPKM level 1 dimana pembatasan kerumunan dan pergerakan orang di tingkat rendah. “Setelah mengkaji dan mempertimbangkan perkembangan tersebut kurang lebih selama 10 bulan maka pada hari ini pemerintah memutuskan untuk mencabut PPKM yang tertuang dalam instruksi Mendagri nomor 50 dan 51 Tahun 2022,” ucap presiden. (sehatnegeriku.kemekeskes.go.id/30/12/2023)
Pandemi Covid-19 tidak akan pernah berhasil diselesaikan apabilan pemerintah abai dan tidak fokus pada keselamatan manusia, Dan inilah yang terjadi pada sistem kapitalisme di mana kepentingan ekonomi diletakkan di atas kepentingan nyawa manusia dalam menyelesaikan pandemi. Kesehatan merupakan kebutuhan dasar yang harus terpenuhi demi menjaga nyawa manusia. Di dalam Islam, penjagaan kesehatan termasuk dalam salah satu maqashid syariah sebagaimana dikemukakan Imam Asy-Syatibi, yaitu hifdzu an-nafs (menjaga diri)
Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa di antara kamu masuk pada waktu pagi dalam keadaan sehat badannya, aman pada keluarganya, dia memiliki makanan pokoknya pada hari itu, maka seolah-olah seluruh dunia dikumpulkan untuknya.” (HR Ibnu Majah, no. 4141)
Setiap individu wajib menjaga kesehatan dirinya. Namun, penjagaan kesehatan individu terhadap dirinya tentu terbatas karena sumber daya yang juga terbatas. Alat-alat kesehatan yang harganya mahal tidak akan bisa dimiliki individu. Oleh karena itu, selain adanya ikhtiar individu untuk menjaga kesehatan, dibutuhkan juga jaminan dari negara. Namun faktanya pemerintah justru lepas tangan atas masuk rakyatnya, tak heran usia pandemi makin panjang dan kerusakannya semakin membesar. Dimana fokus ideologi kapitalisme hanya pada kepentingan korporasi bahkan tidak aneh jika vaksin terus-menerus menjadi bisnis negara-negara maju, sementara negara-negara berkembang dan miskin yang tidak mampu untuk memproduksi vaksin harus rela diperas dan dijadikan sebagai objek pasar,
Negara miskin yang tak mampu membeli vaksin tidak dapat keluar dari infeksi virus, padahal dunia membutuhkan kondisi steril dari virus di setiap tempat, agar virus tidak terus-menerus berkembang dan bermutasi. ditambah lagi sistem kapitalisme yang senantiasa menjerat negara miskin untuk menggantungkan keuangan negaranya pada utang dan pajak sementara pada saat yang sama sumber daya alam dan kekayaannya lainnya dikeruk habis oleh korporasi asing sehingga mengakibatkan penyelesaian kasus pandemi yang membutuhkan dana besar menjadi tersendat.
Negara harus mengandalkan sektor pariwisata yang pemasukannya tidak begitu banyak lagi keuangan negara justru memicu lonjakan meningkatnya kasus covid 19. Sebagaimana yang terjadi di Jepang pada tahun lalu pandemi yang berlarut-larut menegaskan kegagalan WHO dalam menyelesaikan pandemi dengan perspektif kapitalisme, WHO nampak lebih mengakomodasi kepentingan korporasinya yang mendapatkan kerugian yang besar secara materi selama kasus pandemi daripada menyelesaikan akar masalah pandemi
Berbeda dengan sistem Islam yang berasal dari sang Al-Khalik pencipta manusia dan alam semesta penyelesaian pandemi dilakukan dengan menempatkan upaya penyelamatan nyawa manusia di atas segalanya termasuk kepentingan ekonomi. Pengambilan keputusan diambil berdasarkan syariat Islam dengan tetap mempertimbangkan pendapat para pakar, sebab kebangkitan ekonomi masyarakat akan terwujud dengan selamatnya nyawa manusia dan salah satu tujuan penerapan syariat Islam adalah untuk menjaga nyawa manusia atau Hifdzun Nafs, Nyawa manusia sangat dihargai dan Negara berkewajiban penuh atas kesehatan rakyatnya. Rasulullahu Alaihi wassalam. bersabda;
الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR Bukhari)
Kebijakan khalifah akan konsisten berfokus pada penyelamatan nyawa pada saat terjadi wabah dan pejabat lainnya merupakan orang-orang yang paham dalam pengurusan umat dan menerapkan syariat Islam dengan sempurna. Oleh karena itulah tugas utama mereka setelah dibaiat sebagai pemimpin masyarakat Khilafah dengan ideologi Islamnya menjadi roll model dalam penanganan wabah pandemi Khilafah. Dimana dalam sistem islam tidak akan melakukan pelonggaran-pelonggaran hanya karena faktor ekonomi. Hal ini didukung oleh keuangan Khilafah dari Baitul Mal, dimana Daulah akan melakukan lockdown dengan menutup tempat-tempat bersarangnya virus sehingga tidak terjadi penyebaran virus hingga keluar daerah.
Dengan demikian daerah-daerah yang tidak terpapar virus tetap bisa melakukan aktivitas seperti biasa, termasuk kegiatan ekonomi dan kekuatan keuangan Khilafah juga dapat memenuhi kebutuhan selama masa karantina dan berupaya menemukan vaksin dan memproduksinya secara massal dan masif. Kemudian mendistribusikannya ke seluruh dunia secara gratis. Kebijakan Khilafah dalam menyelesaikan permasalahan pandemi ini pendukung berdasarkan sistem kepemilikan yakni berdasarkan syariat Islam sehingga haram bagi swasta atau asing untuk menguasai kepemilikan umum, Sehingga menjadikan sumber keuangan negara melimpah ruah. inilah gambaran sistem Khilafah dalam menyelesaikan setiap permasalahan.
Dan sungguh tidak akan pernah ditemukan dalam sistem kapitalisme yang sedang memimpin dunia saat ini. Demikianlah, Khilafah tidak akan berlepas tangan terhadap penanganan pandemi, bahkan akan bertanggung jawab penuh terhadapnya. Meski jumlah kasus sudah melandai, kemungkinan terburuk tetap harus diantisipasi. Penyediaan layanan kesehatan yang terbaik oleh negara, didukung dengan sikap rakyat yang kooperatif, akan mempercepat penyelesaian pandemi.
Wallahu A'lam Bishawab
Tags
Opini