Penulis: Gitaanissaf
Baru-baru ini jagat media dihebohkan dengan pemberitaan seorang ustazah yang menjadi Qariah Qur’an mendapatkan perlakukan kurang menyenangkan, yakni disawer oleh dua jemaah laki-laki yang naik ke atas panggung, dengan cara menyebarkan serta menyelipkan uang di kerudung Qariah pada saat membacakan ayat suci Al-Qur’an pada peringatan Maulid Nabi Muhammad saw 20 Oktober 2022 di Masjid Jami Al-Ikhlas, Banten. (01/23).
Tentu saja hal ini sangat disayangkan, sebab sawer terhadap Qari merupakan hal yang kelewatan. Seperti yang kita ketahui bahwa Al-Qur’an merupakan kalamullah yang mulia dan dijadikan pedoman untuk umat manusia. Terlebih Al-Qur’an merupakan kitab suci umat Islam. Hal ini menunjukkan sudah hilangnya adab terhadap kitab suci yang seharusnya dijunjung tinggi. Padahal, Islam telah mengajarkan sejumlah adab ketika ada orang yang membaca serta mendengarkan al-Qur’an. Dan tentunya, perilaku semacam ini sangatlah tidak mencerminkan adab tersebut.
Peristiwa ini juga menimbulkan beragam tanggapan, termasuk dari Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Cholil Nafis, yang geram melihat rekaman video viral tersebut. Menurutnya saweran uang kepada Qari atau Qariah merupakan cara yang salah dan tak menghormati majelis.
"Ini cara yang salah dan tak menghormati majelis. Perbuatan haram dan melanggar nilai-nilai kesopanan," kata Cholil yang dicuitkan melalui akun Twitternya @cholilnafis. (detikNews, 05/01/2023).
Kyai dari Muhammadiyah, Fahmi Salim juga mengatakan hal senada, saweran yang langsung diberikan saat qori membaca Al-Quran adalah perbuatan tidak beradab dan tidak beretika.
"Sama saja dengan mengotori Al-Quran dan aktivitas membaca Al-Quran," kata Fahmi saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (6/1).
Selain itu, yang bersangkutan Qoriah Nadia Hawasy juga angkat bicara usai videonya disawer saat mengaji Al Quran viral di media sosial. Nadia mengaku merasa tidak dihargai dengan aksi sawer tersebut.
"Saya merasa tidak dihargai," ujar Nadia.
Namun, dia tidak bisa marah saat itu karena posisinya sedang mengaji. (Kompas.com, 06/01/2023).
Memang memberi uang kepada pembaca Al-Quran tidak dilarang, akan tetapi bila dikemas dengan cara menyawer sama halnya menjatuhkan kehormatan pembaca al-Quran. Bagaimana tidak, Al-Quran dibacakan untuk para penonton supaya didengar, disimak dan diresapi kandungannya, bukan supaya disawer atau diberi uang di atas panggung. Tindakan semacam ini merupakan bentuk pelecehan dan desakralisasi terhadap kitab suci Al Qur’an. Mereka menyamakan membaca al-Quran layaknya pentas hiburan dan saweran merupakan bentuk penghargaan. Padahal perilaku seperti ini sangat bertentangan dengan adab terhadap al-Quran. Dan lagi-lagi menunjukkan, bahwa umat Islam sudah sangat jauh dari syariat, dalam kasus ini adalah hilangnya adab terhadap kitab suci yang seharusnya dijunjung tinggi.
Kehidupan dalam arus sistem kapitalisme yang berasas sekuler telah menjauhkan umat dari kesadaran mengimani Al-Quran sebagai kitabnya. Keimanan umat mulai tergerus sehingga membuat umat tidak lagi mementingkan agamanya. Standar materi yang khas pada pola pikir kapitalis pun, telah merasuk dalam pemikiran kaum muslim. Kebahagiaan hanya dinilai dengan banyaknya uang, hingga mereka menganggap saweran sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan bagi siapa saja yang membacanya. Fenomena semacam ini menjadi satu keniscayaan dalam sistem sekuler, yang senantiasa menjauhkan agama dalam kehidupan dan justru berlandaskan HAM, menjunjung tinggi kebebasan perilaku dan senantiasa menjadikan materi sebagai standar kebahagiaan.
Dalam Islam, salah satu usaha untuk menjaga kesucian Al-Quran adalah dengan menciptakan suasana lingkungan masyarakat, sekolah atau rumah agar dekat dengan Al-Qur’an. Tentu saja, kedekatan dan pensakralan Al-Qur’an tidak cukup dengan meletakkannya di rak atas, menciumnya, mendengarkan atau menghafal. Tapi juga harus memahami isinya serta mengaplikasikan isi Al-Quran dalam kehidupan. Karena bagi seorang muslim Al-Qur’an adalah petunjuk hidupnya. Sebagaimana janji Allah kepada hamba-Nya:
“Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” (QS Al-Isra: 9).
Bagi umat Islam Al-Quran adalah ruhnya dalam beraktifitas, akhlaknya adalah apa yang ada dalam al-Quran itu sendiri, dan permasalahan apapun yang terjadi dalam hidup, baik yang menyangkut kepentingan individu maupun yang berkaitan dengan masyarakat umum semua diselesaikan berlandaskan al-Quran. Pedoman, aturan serta hukumnya semua bersumber dari al-Quran. Oleh karena itu, merupakan suatu hal yang mustahil bagi seseorang yang menjadikan al-Quran sebagai landasan diseluruh aspek kehidupannya akan melecehkan atau bahkan menistakannya.
Namun, selama umat ini masih berada pada lingkungan sekularis-kapitalis, kaum muslim tidak akan bisa mensakralkan Al-Qur’an dengan sempurna. Bahkan, mereka akan terus dipengaruhi oleh pemikiran Barat untuk mengabaikan bahkan merendahkan Al-Qur’an, hingga terwujud desakralisasi Al-Qur’an dan umat jauh dari kitab sucinya. Umat membutuhkan adanya institusi pelindung yang akan menjaga kemuliaan Al Qur’an dan pembacanya. Dan ini hanya akan terwujud ketika umat memiliki negara yang memuliakan Al Qur’an dengan kembali ke syariat Islam yang Kaffah.
Wallahualam bi ash-shawwab.
Tags
Opini