Oleh: Khasanah isma
(Guru / Pemerhati sosial)
Hari ini, menjadi orang tua tidaklah mudah, peran orang tua terus mendapat tantangan yang luar biasa, beragam dilema juga problematika mulai dari masalah ekonomi, keluarga, mengurus dan mendidik anak-nya yang mulai menginjak remaja tak jarang menguji dan menguras energi juga ruang pikir mereka, terlebih saat ini fenomena maraknya pergaulan liberal ditengah remaja makin merajalela, bagi para orang tua khususnya para ibu yang telah mengkaji Islam kaffah, hendaknya tidak pernah berhenti menjelaskan kepada anak remajanya demi mengokohkan aqidah Islam didada mereka tentang tiga pertanyaan mendasar ( Uqdathul qubro) sebagai solusi jangka pendek untuk membentuk pola pikir dan sikapnya,agar tak tergerus arus liberalisme, dan tak lupa pula menjelaskan materi pergaulan dalam Islam,sehingga mereka muncul sikap wara' ( kehati - hatian) membatasi interaksi bergaulnya baik dengan lawan jenis ataupun sesama jenis.
Uqdhotul kubro,
Terkait siapa yang menciptakan kita, untuk apa kita dicipta, dan akan kemana kita setelah tiada , adalah tiga pertanyaan simpul besar yang harus diuraikan terus menerus kepada anak remaja kita dengan dialog yang sederhana, ditengah gempuran sekularisme yang kian masif, pembahasan terkait aqidah ini sangat mereka butuhkan, sebagai bentuk ikhtiar orang tua untuk melindungi mereka dari gempuran sistem sekuler, terlebih jika berhasil membujuk mereka untuk mau ikut rutin mengkaji islam kaffah.
Memang sungguh miris kondisi negeri ini, berita terkait banyaknya remaja yang terjebak dalam lingkaran zina tak pernah berhenti, setelah lebih dari seratus
remaja usia sekolah di Ponorogo mendatangi Kantor PA guna mengajukin dispensasi nikah( lantaran hamil duluan/ ada yang belum sampai hamil tapi sudah terlanjur zina) , kondisi ini pada akhirnya membuka semua kasus perzinaan para remaja yang selama ini belum diketahui publik di berbagai pelosok daerah, baik di kota besar maupun kecil tersiar kabar terkait melonjaknya angka dispensasi nikah, astaghfirullah .
Bupati Ponorogo pun angkat bicara terkait demo yang dilakukan seratus lebih siswa ke kantor pengadilan agama yang mengajukan diska ( dispensasi nikah), beliau mengungkapkan bahwa di daerah kami ini belum separah daerah lain , menurutnya, daerah Ponorogo termasuk kecil karena berada pada nomor urut ke 28 di Jawa Timur yang terbilang angka dispensasi nikahnya kecil, di banding Malang (1.455), Jember ( 1.395) , Pasuruan (708), Lumajang( 856), Blitar , Jombang, Bangil, Lamongan ( mendekati angka 500)
Bahkan Malang mendekati angka 1500 pemohon diska , ini baru satu propinsi Jawa timur, bagaimana dengan propinsi yang lain, ada apa dengan remaja kita hari ini? , fenomena tingginya angka zina sebetulnya bukan hanya terjadi dikalangan remaja usia sekolah, tapi juga tingkat orang dewasa bahkan ditengah lingkungan keluarga kaum muslimin, dan tingginya zina ini adalah dampak , jika bicara masalah dampak/ akibat, berarti yang kita cari adalah apa penyebabnya,
setelah mengetahui penyebabnya, maka yang sebaiknya kita lakukan adalah mencari solusi bersama yang tepat guna, penyebab semua ini tiada lain adalah diterapkannya sistem Demokrasi sekuler , yang mengizinkan pergaulan bebas dengan mengatas namakan hak asasi manusia, tak masalah asal suka sama suka.
Inilah awal dari kekacauannya, pola pikir sekuler tersebut memisahkan nilai-nilai agama dari kehidupan sehingga segala sesuatunya berstandar pada hawa nafsu, setiap perkara hidup seseorang jika pola pikirnya sekuler maka tak lagi memikirkan apakah yang dilakukannya halalkah, haramkah, baikkah atau benarkah, zolimkah terhadap orang lain, atau zolimkah terhadap diri sendiri , sangat jauh dari pemikiran tersebut.
Pola pikir sekuler juga yang menjadi dasar tingginya angka zina akibat diterapkannya
sistem demokrasi sekuler yang mengatasnamakan HAM dimana menjamin kebebasan berekspresi dan berperilaku bagi setiap individu, bahkan negara pun tidak membuat sebuah aturan yang menjadikan efek jera bagi para pelakunya karena menganggap ini bagian dari ranah privasi. padahal zina adalah sebuah jalan yang keji, zina adalah dosa besar setelah syirik,
مَا مِنْ ذَنْبٍ بَعْدَ الشِّرْكِ أعْظَمُ عِنْدَ اللهِ مِنْ نُطْفَةٍ وَضَعَهَا رَجُلٌ فِي رَحِمٍ لاَ يَحِلُّ لَهُ
Tidak ada dosa yang lebih besar di sisi Allah, setelah syirik, kecuali dosa seorang lelaki yang menumpahkan spermanya dalam rahim wanita yang tidak halal bagi dirinya (HR Ibnu Abi ad-Dunya’).
bahkan tak jarang ujungnya zina berakhir pada tragedi pembunuhan, aborsi, penyakit mental, penyakit HIV AIDS, dan yang lainnya.
Sungguh membuat was-was hati para orang tua ketika para remaja hidup dalam lingkaran zina, kekhawatiran melepas sang buah hati untuk pergi keluar rumah pun semakin besar, khawatir jika bertemu dengan pergaulan yang tidak kondusif, mengingat situasi diluar sana para remaja kita telah teracuni sekularisme,penanaman akhlaq yang baik saja didalam keluarga, sangat tidaklah cukup guna membentengi seseorang dari perbuatan maksiat, mengingat usia remaja adalah usia pencarian jati diri, rasa ingin tahunya yang besar, rasa ingin mencoba hal-hal yang baru, bertemu dengan orang baru,
Sampai kapan kekhawatiran ini menimpa para orang tua.
sementara para pemangku kebijakan tidak segera mengambil langkah hukum terkait solusi apa yang tepat ,guna menekan fenomena hamil diluar nikah ini, mereka belum Speak up,sebab ini bukan hanya jd tanggung jawab orangtua /keluarga saja, tapi butuh kontrol sosial kita bersama sebagai masyarakat, dan butuh peran negara juga sebagai pihak yang paling punya wewenang menerapkan aturan dan sanksi hukum yang tegas, beberapa pihak curiga alih-alih fenomena maraknya zina dikalangan remaja ini justru dijadikan proyek basah bagi pihak yg terlibat dalam perizinan dispensasi nikah, mengingat pengajuan diska itu berbayar cukup mahal jika ingin dikabulkan, ( 7 - 10 jt)
Lalu bagaimana cara kita melindungi moral di tengah gempuran sistem hidup yang makin liberal?
Inilah potret buram pergaulan bebas dinegeri kita tercinta, yang tak mampu lagi membentengi nafsu dan rasa malu.
Kondisi Remaja Miris, Butuh Solusi Yang Sistemis
Ketika hukum adat dan norma masyarakat (UU)tak mampu lagi mengatur satu masalah saja, yakni perzinaan, kenapa tidak mencoba saja kembali kepada fitrah kita yakni menggunakan hukum syariat?, MUI sebagai lembaga perwakilan umat Islam seharusnya gerah dan segera mengambil langkah, yakni menggandeng para ulama dan umat Islam agar mau mengambil sikap mengganti sistem Demokrasi yang melahirkan pergaulan liberal ini segera diganti, ambil dan cobalah sistem yang sudah jelas jaminannya,yaitu penerapan syariat Islam yang kaffah, bukan malah gencar menolak syariat dan mengagungkan sistem hukum yang datang dari Barat, yaitu demokrasi , apakah mereka tidak pernah berpikir bahwa tidak selamanya usia kita mampu membersamai anak keturunan kita seperti saat ini, sehingga untuk dapat melindungi mereka sepanjang waktu seumur hidup pun tidaklah mungkin,
pikirkan ketika kita telah tiada sementara anak keturunan kita masih dalam ancaman yang sama dan nyata ( sekularisme), karena sistem yang dijalankan hari ini dan esok tetap sama, miris rasanya membayangkan kondisi hari ini dan kedepannya, yakinlah, tidak ada yang mampu membasmi perzinaan kecuali dengan penerapan hukum Islam yang kaffah, aqidah Islam, selagi hanya diterapkan secara individu (didalam keluarga saja) tak kan pernah mampu menekan tingginya lonjakan angka zina, aqidah Islam hanya akan berdampak
Maslahat dan penuh rahmat jika dipakai sebagai aqidah negara.
Campakan Demokrasi yang melahirkan pola pikir sekularisme, terapkan Islam kaffah insya Allah Indonesia menjadi berkah.
Tags
Opini