PAJAK KIAN MEREBAK, RAKYAT MAKIN TERJEBAK



Oleh : Ummu Aqeela

 

Masyarakat Indonesia pasti sudah tak asing lagi dengan slogan berikut;”Orang bijak, taat pajak” tentunya sudah akrab disebut dalam keseharian. Akan tetapi sangat disayangkan, slogan yang mengajak rakyat untuk taat membayar pajak ini, tak disertai dengan kebijakan yang menjamin kebutuhan rakyat. Memang, dalam negara yang menerapkan sistem kapitalis, pajak adalah sumber pemasukan utama keuangan negara. Negara yang menganut sistem ini memberlakukan berbagai macam jenis pajak demi meningkatkan pendapatan negara. Negara pun mewajibkan rakyatnya untuk membayar pajak, termasuk Indonesia.

 

Minggu 1 Januari 2023, pemerintah menerapkan ketentuan baru terkait tarif pajak penghasilan (PPh) orang pribadi atau karyawan. Berikut tarif pajak PPh yang berlaku tahun 2023 ini. Cek juga kelompok yang bebas pajak PPh.

Pemerintah telah menerbitkan aturan baru mengenai tarif pajak penghasilan (PPh) orang pribadi atau karyawan. Penyesuaian tersebut dalam rangka menekan defisit anggaran dan meningkatkan tax ratio, sehingga pemerintah mengambil langkah kebijakan fiskal.

Salah satunya kebijakan yang diambil pemerintah adalah dengan melakukan reformasi di bidang perpajakan.

 

Adapun secara lengkap, tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak dibagi menjadi lima layer. 

Pertama, penghasilan sampai dengan Rp 60 juta dikenakan tarif pajak PPh sebesar 5%. Dengan demikian, karyawan dengan gaji Rp 5 juta per bulan harus membayar pajak PPh sebesar 5%.

Kedua, penghasilan lebih dari Rp 60 juta hingga Rp 250 juta dikenakan tarif pajak PPh 15%. Ketiga, penghasilan lebih dari Rp 250 juta sampai dengan Rp 500 juta tarif pajak PPh yang dikenakan 25%.

Keempat, penghasilan di atas Rp 500 juta sampai dengan Rp 5 miliar dikenakan tarif pajak PPh sebesar 30%. 

Kelima, penghasilan di atas Rp 5 miliar dibandrol tarif pajak PPh sebesar 35%.

 

Menjadi rahasia umum, sistem kapitalisme menjadikan pajak sebagai sumber pemasukan negara. Bagi kapitalisme, pajak merupakan urat nadinya. Menarik pajak merupakan cara mudah mengumpulkan dana untuk penyelenggaraan negara. Pas dengan prinsip ekonomi kapitalisme yaitu meminimalisir usaha untuk keuntungan sebesar-besarnya. Beginilah jika segala aturan yang diberlakukan adalah aturan yang berasal dari akal manusia. Berbeda jika kita mengadopsi aturan yang bersumber dari Sang Pencipta.

 

Sebagai sebuah agama, Islam memiliki seperangkat aturan yang mengatur tata cara hubungan antara manusia dengan tuhan (ibadah) dan hubungan antar sesama manusia (muamalah) dalam seluruh aspeknya, baik ekonomi, politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanan negara, serta teknologi dan sebagainya.. Agama ini juga memiliki kerangka acuan yang sempurna, mempunyai cakupan pengertian yang luas serta Ia juga tidak hanya berkaitan dengan permasalahan ibadah, tetapi juga muamalah, aqidah dan syariah, kebudayaan serta peradaban. Agama yang dibawa nabi Muhammad SAW. ini tidak hanya berkaitan dengan masalah akhirat, tetapi juga masalah kehidupan dunia, tidak hanya masalah sistem kepercayaan, tetapi juga mengajarkan persoalan tata kelola negara. Dengan demikian, Islam datang dengan serangkaian pemahaman tentang kehidupan telah membentuk pandangan hidup tertentu. Namun demikian memang harus diakui bahwa Agama ini hadir dalam bentuk garis-garis hukum yang global, sehingga ia dapat digali berbagai cara pemecahan setiap masalah yang muncul dalam kehidupan manusia pada masa-masa yang berbeda berdasarkan suatu landasan pemikiran yang logis, seperti halnya dalam permasalahan pajak.

 

Menurut Islam, harta adalah hal yang sangat dilindungi, dan tidak boleh diambil siapapun tanpa hak. Meskipun tujuan pajak itu baik, tapi pemerintah tetap tidak boleh mengambil pajak dari rakyat, kecuali jika rakyat membayar secara ikhlas dan sukarela. Jika rakyat tidak ikhlas, maka status pemungut pajak adalah perampok/perampas harta. Perbuatan ini sama halnya dengan muk di era Nabi, yaitu pemungut cukai atau pajak jalanan. Negara hanya boleh mengambil harta rakyat secara paksa dalam hal zakat, jizyah, kharaj, dan beberapa hal lain yang diatur oleh syariat Islam.

 

Meskipun pajak diperbolehkan oleh ulama, pelaksanaannya harus sesuai dengan rambu-rambu syariaah. Jika tidak, pajak (dzarabah) akan keluar dari jalurnya sebagai alat pemenuhan kebutuhan negara dan masyarakat menjadi alat penindasan dari penguasa kepada rakyat. Dengan diterapkannya pajak (dzarabah) yang sesuai syariaah, diharapkan kaum Muslim akan berlomba-lomba membayar pajak sebagai salah satu bentuk jihad mereka dalam mengatasi beban bersama. Walaupun pada dasarnya, pajak (dzarabah) sebagai sumber pendapatan negara dalam al-Quraan dan al-Sunnah tidak dibenarkan, karena Islam sudah mewajibkan zakat bagi orang-orang yang sudah terpenuhi ketentuan mengenai zakat. Namun bisa saja terjadi kondisi dimana zakA?t tidak lagi mencukupi pembiayaan negara, maka pada saat itu diperbolehkan memungut pajak dengan ketentuan-ketentuan yang sangat tegas.

 

Wallahu’alam bishowab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak