Oleh : Tri Silvia (Pemerhati Masyarakat)
Baru-baru ini warga Tangerang Selatan, tepatnya Ciputat dibuat geger dengan penemuan mayat sepasang sejoli yang tengah berpegangan tangan. Sebagaimana diberitakan oleh berbagai portal berita, hal tersebut terjadi pada Selasa (03/01/2023).
Kedua sejoli itu ditemukan tewas di kamar sebuah hotel bilangan Ciputat dengan pose tengah berpegangan tangan. Polisi menduga keduanya bunuh diri dengan meminum potasium sebelum akhirnya kehilangan nyawa.
Miris. Kenapa? Pasalnya untuk sebagian orang mungkin kematian seperti itu terlihat amat indah, sebab keduanya mengakhiri hidup bersama dengan berpegangan tangan. Di belakangnya pasti ada cerita cinta yang jika ditulis, bisa menghabiskan kertas dengan tinta pink yang tak ada habisnya.
Teringat dengan kisah cinta Romeo Juliet yang menjadi abadi dan terus dipuja serta dinikmati seluruh kalangan masyarakat, bahkan hingga hari ini. Mereka begitu haus dengan cerita romansa tanpa tau kisah di baliknya, akibat, begitupun konsekuensi nya. Terutama pada iman dan ketakwaan.
Betul, jika kita mengatakan bahwa rasa cinta adalah fitrah. Namun perlu dilihat lagi, cinta yang seperti apa? Lalu bagaimana penyikapannya? Jikalau sebatas cinta karena nafsu, maka takkan ada pembenaran secuil apapun. Begitupun sikap untuk rela melakukan bunuh diri karena nya, juga bukan hal yang benar dan dibenarkan. Bahkan hanya akan mendatangkan nelangsa dan penyesalan berkepanjangan.
Sungguh, rasa cinta yang tercipta takkan ada apa-apanya dibandingkan iman dan ketakwaan. Keduanya jauh lebih penting, sebab tanpa iman dan ketakwaan niscaya semuanya akan legam, tanpa cahaya dan penunjuk arah. Rasa cinta yang tercipta pun takkan sanggup menuju keberkahan dan kemuliaan meski dijalankan dengan sepenuh hati dan dalam waktu yang lama.
Mungkin, bagi sebagian orang, mereka akan menanggapi kasus di atas dengan hati berbunga dan air mata di pelupuk mata untuk kemudian berkata. "Oh, so sweet". Seakan-akan mereka tengah menjalankan aksi yang mulia, sebab rasa cinta yang dirasa, mereka rela untuk kehilangan nyawa.
Tapi maaf, itu salah besar. Kenapa? Sebab apapun bentuknya dan bagaimana pun kejadiannya. Bunuh diri merupakan hal yang terlarang dalam Islam. Melakukannya hanya menyebabkan nelangsa, kerugian dan celaka berkepanjangan. Tak hanya di dunia, melainkan juga akhirat.
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. An Nisa: 29-30).
“Barangsiapa yang membunuh dirinya dengan sesuatu, ia akan di adzab dengan itu di hari kiamat” (HR. Bukhari Muslim)
Melihat dalil-dalil di atas, niscaya takkan ada lagi yang menyebut peristiwa tadi dengan kata romantis atau lainnya. Mereka akan sepakat menyebutnya dengan istilah miris. Hal itu karena dua sejoli tadi telah menyia-nyiakan kesempatan usia yang telah Allah beri. Yang hakikatnya masih bisa dipergunakan untuk melakukan pertaubatan ataupun hal-hal kebaikan lainnya.
Dalam setiap kejadian pasti ada sebab musabab nya, termasuk peristiwa di atas. Namun, sebesar apapun masalah di balik semua itu, nyatanya konsekuensi yang harus dihadapi sebab aksi bunuh diri yang mereka lakukan adalah jauh lebih besar. Sungguh tak ada sakit yang tak ada obatnya, begitu pula masalah. Tak ada masalah yang tak ada penyelesaian nya, dan sungguh Allah tak akan menguji seseorang di luar batas kemampuan hamba-Nya tersebut.
“Maka, sesungguhnya bersama dengan kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah: 5-6)
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya... " (QS. Al-Baqarah : 286)
Selain itu, apa yang mereka lakukan pun nyatanya hanya akan menjadi penyesalan luar biasa di akhirat sana. Dan penyesalan semacam ini merupakan penyiksaan tiada akhir, sebab Allah tak mungkin mengembalikan waktu yang sudah berlalu. Sebagaimana daun gugur yang tak mungkin bisa kembali lagi ke dahan nya. Penyesalan semacam itu pun adalah hal yang nyata, sebab Allah pun telah menyampaikan nya secara langsung dalam ayat alquran yang artinya,
Dan mereka berteriak didalam neraka itu, “Ya Rabb kami, keluarkanlah kami niscaya kami akan melakukan amal saleh berbeda dengan yang telah kami kerjakan” (QS. Fathir : 37)
Perlu usaha yang serius dan terus menerus untuk mengingatkan masyarakat terkait hal-hal krusial semacam ini. Pasalnya, sistem kapitalis sekarang banyak sekali menghasilkan orang-orang tertekan, baik secara fisik dan psikologis. Kenapa? Pasalnya sistem tersebut senantiasa memandang bahwa kebebasan adalah segala nya, pun bahwa pemodal adalah aktor utama yang tak tergantikan. Pemikiran semacam inilah yang akhirnya membuat orang tertekan (baik secara fisik maupun psikologis), yang kemudian mereka pun berhenti dan memilih untuk mengakhiri hidupnya.
Alhasil, pengkondisian semacam ini tak hanya menitik beratkan pada ketakwaan individu, melainkan juga masyarakat dan negara. Adapun cara yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan Islam kaffah di tengah-tengah masyarakat. Yang dengan nya akan secara otomatis memberikan efek positif dan pengertian pada masyarakat terkait dosa mengakhiri hidup. Pun nantinya akan mengkondisikan masyarakat pada posisi yang sejahtera, tanpa adanya tekanan fisik maupun psikologis.
Itulah Islam, aturannya menjangkau semua masalah dan menyelesaikannya tanpa masalah. Rindu teramat sangat pada penerapan sistem ini dalam kehidupan. Wallahu A'lam bis Shawwab
Tags
Opini