Literasi Keuangan Melalui Studium General, Pemuda Kembali Dijadikan Tumbal?

Oleh : Watini 
(Pemerhati Masalah Publik)

Belum lama ini, Universitas Muhammadiyah Kendari (UMK) melaksanakan studium general atau kuliah umum pada hari kamis, 29 Desember 2022 dengan pengampu Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Cendikiawan Muslim (ICMI) dan mengangkat tema “Peran Bank dan Lembaga Keuangan Syariah dalam Penguatan Ekonomi Umat”. 

Tujuan dari kegiatan ini guna menyosialisasikan ekonomi syariah yang berfokus pada keadilan dan kesejahteraan. Dalam ceramahnya, Ketua Umum ICMI mengatakan bahwa perbankan harus berinovasi juga dengan perubahan komponen-komponen infrastrukturnya. Apalagi bisnis perbankan juga banyak yang tersaingi dengan fintech, sehingga di era digital perlu adanya penerapan ekonomi syariah (Haluanrakyat.com, 29/12/2022).

Hal ini sejalan dengan visi Master Plan Ekonomi Syariah Indonesia (MEkSI) 2019-2024 yakni Indonesia yang mandiri, makmur, madani dan menjadi pusat ekonomi dan keuangan syariah terkemuka di dunia. MEksi ini diresmikan pada 2019 dan merekomendasikan empat langkah dan strategi utama. Strategi tersebut diantaranya yakni peningkatan kesadaran dan literasi publik, dimana pemuda-lah sebagai sasarannya. Sebab pemuda adalah generasi yang cerdas teknologi dan memiliki inovasi yang luar biasa dalam mendobrak eksistensi di dunia maya. Namun apakah dalam pelaksanaannya sungguh-sungguh mengusung ekonomi syariah? Atau lagi-lagi hanya dijadikan label semata?

Tentu dengan keberadaan MEkSI di bawah naungan demokrasi bersistem sekuler akan tetap mengusung nyawa demokrasi, terutama dalam bidang ekonomi. Sehingga “syariah” yang digaungkan hanyalah sebatas label guna menarik hati. Sebab dalam sistem sekuler, ekonomi syariah telah diotak-atik agar sesuai dengan pemahaman barat. Keuangan ekonomi syariah yang dianggap mampu memulihkan perekonomian justru menjerumuskan pada keharaman karena nyatanya masih berbasis riba (bunga). Terlebih dalam format digital, justru sangat rawan riba (bunga) dan penipuan. Ini artinya, saat ini “syariah” hanya dijadikan label dan tidak menjamin transaksi di dalamnya syar’i.

Para pemuda muslim pun lagi-lagi jadi tumbal kepentingan hegemoni. Potensinya dibajak oleh kepentingan kapitalisme yang nyatanya jauh dari visi-misi syar’i itu sendiri. Literasi keuangan dan digital menjadi sekedar dalih untuk menjerumuskan pemuda muslim saat ini. Untuk itu pemuda muslim harus sadar, tidak boleh tertipu lagi. 

Negara pun juga memiliki andil didalamnya, dengan menjadi pemain ekonomi Islam seutuhnya, bukan membebek pada kapitalisme. Yang substansinya hanyalah memperlancar hegemoni barat dan menghadang kebangkitan Islam.

Oleh karena itu, sudah seharusnya negara kembali pada sistem Islam. Sebab hanya dalam sistem Islam, perekonomian akan terhindar dari sistem ribawi. Sistem ekonomi Islam bukan sekedar sistem ekonomi syariah yang sebenarnya masih mengandung berbagai macam riba tetapi terpoles cantik hingga tak disadari. Apalagi dalam Islam mengharamkan riba itu sendiri.

Allah Ta’ala berfirman:
“…Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah kepada Allah). Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal didalamnya” (Q.S. Al-Baqarah : 275).

Allah Ta’ala juga berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang beriman” (Q.S. Al-Baqarah : 278).
Wallahua’lam bish-showab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak