Kerukunan Beragama Hanya Terwujud dengan Khilafah



Oleh Erfi Novi Sidhawati
(Aktivis Muslimah Lubuklinggau)


Dalam rangka memperingati HUT ke-77 Hari Amal Kasih (HAB) Kementerian Agama RI pada Selasa, 3 Januari 2023, di Griya Agung Palembang. Gubernur Sumsel Herman Deru mengimbau seluruh jajaran Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Sumsel menjadi pelopor kerukunan antar umat beragama dan berkelompok.

Bagaimana Kementerian Agama ingin memulihkan kerukunan umat beragama?

Jika berpikir bahwa semua agama itu benar, menyembah Tuhan yang sama, hanya dengan cara yang berbeda. Hal ini bertentangan dengan keyakinan umat Islam bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar, sedangkan agama lain adalah salah.
Sebagaimana firman Allah SWT إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ ۗ (”Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam.”) QS Ali Imran ayat 19.
Karena itu, barang siapa yang menghadap kepada Allah sesudah Nabi Muhammad ﷺ diutus dengan membawa agama yang bukan syariat-Nya, hal itu tidak diterima Allah. Seperti yang disebutkan di dalam firman lainnya, “Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya.” (QS Ali ‘Imran [3]: 85), hingga akhir ayat.

Bila yang dianggap kerukunan umat beragama adalah perpaduan antar agama, misalnya ikut merayakan Natal bersama, menggunakan simbol-simbol agama lain, salam lintas agama, doa lintas agama, dan lain-lain. Semua ini tidak ditoleransi, tetapi dilarang dalam Islam.
Dalam sistem demokrasi, kerukunan umat beragama hanyalah mimpi. Apalagi jika menyangkut umat Islam. Indonesia dikenal sebagai negara yang sangat demokratis tetapi tidak mampu menangani konflik agama yang melibatkan mayoritas umat Islam. Sering kali, contoh-contoh intoleransi yang melanda umat Islam menguap begitu saja. Sedangkan ketika terjadi pada orang lain, tanpa banyak diinvestigasi, berbagai label buruk langsung dilekatkan pada umat Islam, seperti teroris, radikal, anti-kebhinekaan, dll, dan hal ini terus berulang.

Hanya syariat Islam dan Khilafah mewujudkan kerukunan beragama

Negara islam adalah negara yang menerapkan sistem hukum islam dalam negerinya, dan mengemban dakwah dan jihad ke luar negeri. Proses tersebarnya islam sangat cepat lagi mencengangkan. Ketika umat Islam menguasai wilayah yang sangat luas dengan membebaskan Irak, yang populasinya sangat beragam. Ada orang Kristen, Mazdak dan Zoroastrian, dan bangsa Arab. Kemudian datanglah orang Persia dimana penduduknya terdiri dari non-Arab, Yahudi dan Romawi, tetapi mereka memeluk agama Persia. Sungguh menakjubkan bahwa semua perbedaan ini berhasil dipersatukan dan diintegrasikan oleh Islam di bawah naungan kekhalifahan.

Pada masa penerapan hukum Islam dalam negara khilafah, tercipta kerukunan umat beragama yang belum pernah ada sebelumnya.
Cukuplah kiranya kami mengutip pernyataan seorang tokoh orientalis sekuler, Sigrid Hunke yang menyatakan dalam bukunya The sun of the Arabs Shines over the west. Muslim Arab tidak pernah menolak penduduk bangsa yang ditaklukkan dan masuk masuk ke dalam Islam. Orang-orang Kristen, Zoroaster, yahudi, yang (sebelum bertemu dengan islam) menjadi symbol dari perilaku keji dam mengerikan dalam hal intoleransi agam, emerka semuanya mengerikan dalam hal intoleransi agama, mereka semuanya diijinkan tanpa ada hambatan sedikitpun untuk mengekspresikan syiar-syiar agama mereka. Kaum muslim membiarkan rumah-rumah ibadah merka, biara-biara mereka, rohaniawannya, dan rabi-rabi mereka, tanpa melontarkan sedikitpun bahaya kepada mereka. Bukankah ini contoh toleransi tertinggi yang diperagakan kaum muslim? Mana pandangan sejarawan yang mencontohkan Tindakan seperti itu, dan kapan?

Prinsip laa ikraha fiddin (tidak ada paksaan dalam beragama, QS Albaqarah 256) melahirkan kisah manis kerukunan umat beragama, V. Arnold dalam buku The Preaching of Islam menyebutkan bahwa nonmuslim yang hidup di bawah pemerintahan Khilafah Utsmaniyah menerima perlakuan baik dan toleran. Dia menyatakan, “Sekalipun jumlah orang Yunani lebih banyak dari jumlah orang Turki di berbagai provinsi Khilafah yang ada di bagian Eropa, toleransi keagamaan diberikan pada mereka, dan perlindungan jiwa dan harta yang mereka dapatkan membuat mereka mengakui kepemimpinan Sultan atas seluruh umat Kristen.” 

Sejarah telah membuktikan betapa indah penerapan syariat Islam kafah pada masyarakat majemuk. Lalu, pantaskah masih ada yang berkata bahwa penerapan syariat Islam memecah belah bangsa, dan menjadikan bangsa lemah? Bukankah kemerdekaan negeri ini juga jasa dari umat Islam yang berkobar semangat jihad mengusir penjajah dengan pekikan takbir Allahu Akbar!?

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak