Oleh : Ummu Hanif, Pemerhati Sosial Dan Keluarga
Tahun 2023 belum genap berjalan satu bulan, namun sudah ada sejumlah kasus kekerasan di satuan pendidikan berasrama dan di MTs swasta. Mulai dari kekerasan fisik bahkan juga kekerasan seksual.
Sebagaimana yang dirilis www.medcom.id pada tanggal 7 januari 2023, Seorang istri kiai di Kecamatan Ajung, Kabupaten Jember, Jawa Timur, melaporkan suaminya karena dugaan pencabulan dan pelecehan seksual terhadap santriwati yang masih di bawah umur. Menurut pihak Kepolisian, pelapor menceritakan dirinya mendapatkan pengaduan kalau Kiai ini sering memasukkan santri bergantian kalau malam.
Menurut Retno, kamar pribadi Sang Kiai berada di lantai dua pondok pesantren. Bahkan tak mudah memasuki kamar kiai tersebut. Bahkan Pelapor sebagai istri sekalipun tidak bisa masuk ke kamar Kiai, karena semua pakai ID, pakai PIN (Personal Identification Number), pakai tombol, finger print dan sebagainya, sehingga tidak bisa sembarang masuk. Bahkan Istri Sang Kiai tidak diberi akses nomor PIN untuk masuk ke kamar itu. Tapi santri-santri yang diduga pernah dimasukkan ke kamar Pak Kiai ini tahu passsword-nya untuk bisa mengakses kamar Kiai.
Istri Sang Kiai mengaku sudah mengantongi bukti-bukti dugaan perbuatan asusila sang suami. Namun, pihak kepolisan resor Jermber menyarankan kepada istri Sang Kiai agar para santriwati memberi kesaksian dengan didampingi orang tua masing-masing.
Pihak kepolisian menambahkan, kalau terduga pelaku dijerat dengan pasal perselingkuhan, ancaman hukumannya hanya sembilan bulan. Karena ini santri-santri masih di bawah umur, lebih berat lagi ancaman hukuman Undang-Undang Perlindungan Anak, 15 tahun penjara.
Bagai jamur di musim penghujan, dari tahun ke tahun, kasus kekerasan seksual terhadap perempuan (KtP) dan anak (KtA) terus meningkat, baik secara kuantitas maupun kualitas. Data Kemen PPPA menyebut, pada 2019, kasus KtP tercatat sekitar 8.800 kasus. Pada 2020 sempat turun di angka 8.600 kasus.
Lalu data November 2021, naik lagi di angka 8.800 kasus. Artinya, dalam tiga tahun terakhir hingga November 2021 sudah ada 26.200 kasus KtP. Dari data sebanyak itu, kekerasan fisik mencapai 39%, kekerasan psikis 29,8%, dan kekerasan seksual 11,33%. Sisanya kekerasan ekonomi.
Adapun KtA, kasusnya lebih banyak lagi. Kemen PPPA menyebut, pada 2019, terjadi sebanyak 11.057 kasus, 11.279 kasus pada 2020, dan 12.566 kasus hingga data November 2021. Dari data tersebut, 45% berupa kekerasan seksual, 19% kekerasan psikis, 18% kekerasan fisik, dan sisanya kekerasan ekonomi.
Data ini dipastikan merupakan fenomena gunung es, mengingat kasus KtP atau KtA—apalagi kekerasan seksual—banyak terjadi di ranah privat. Tidak semua orang berani melapor, apalagi membawa kasusnya ke jalur hukum.
Sebenarnya, sudah banyak upaya untuk menghapuskan KtP, baik secara global maupun nasional. Diawali dengan CEDAW pada 1979 dan the Beijing Platform for Action (BPfA) pada 1985, kemudian diratifikasi oleh negara-negara anggota PBB. Namun, faktanya, semua itu tidak mampu mencegah, apalagi memberantas terjadinya KtP. Kekerasan masih saja terjadi, termasuk di negara maju, seperti Amerika, Inggris, dan Prancis.
Jika kita cermati, maraknya kekerasan seksual terhadap perempuan sesungguhnya karena tidak adanya perlindungan terhadap perempuan, baik dalam negara, masyarakat, maupun keluarga akibat minimnya pemahaman tentang kewajiban masing-masing, serta tidak berlakunya aturan baku di tengah umat. Sistem kehidupan sekuler memberi kebebasan bagi perilaku menyimpang, seperti aktivitas pacaran, elgebete, dan sejenisnya. Belum lagi peran media yang banyak merangsang pemenuhan naluri seksual secara liar.
Maka, jalan satu – satunya untuk keluar dari jeratan kekerasan seksual pada anak maupun pada perempuan, adalah dengan mengembalikan sistem kehidupan yang adil. Dimana masing – masing individu, masyarakat bahkan negara, memahami fungsinya dengan baik dan menjalankannya. Semua itu hanya ada pada sistem Islam, yang telah terbukti mampu membawa perempuan dan anak – anak menuju perlindungan optimal dan kesejahteraan. Wallahu a’lam bi ash showab.
Tags
Opini